NovelToon NovelToon
Sang Pianis Hujan

Sang Pianis Hujan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:556
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Namanya Freyanashifa Arunika, gadis SMA yang cerdas namun rapuh secara emosional. Ia sering duduk di dekat jendela kafe tua, mendengarkan seorang pianis jalanan bermain sambil hujan turun. Di setiap senja yang basah, Freya akan duduk sendirian di pojok kafe, menatap ke luar jendela. Di seberang jalan, seorang pianis tua bermain di bawah payung. Jemari hujan menari di kaca, menekan window seolah ikut bermain dalam melodi.

Freya jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Shani-seseorang yang tampak dewasa, tenang, dan selalu penuh pengertian. Namun, perasaan itu tak berjalan mulus. Shani tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan mereka.

Freya mengalami momen emosional saat kembali ke kafe itu. Hujan kembali turun, dan pianis tua memainkan lagu yang pelan, seperti Chopin-sebuah lagu perpisahan yang seolah menelanjangi luka hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Monolog

"Ini pesanannya, selamat menikmati." Seorang pelayan meletakkan secangkir coklat hangat di meja Freya.

"Terimakasih." Balas Freya. Setelah sang pelayan pergi, Freya membuka buku catatan, kemudian mencurahkan semuanya pada buku yang menemaninya akhir-akhir ini.

'Perlahan-lahan luka kita memudar. Kau menemukan seseorang yang bisa memapahmu keluar dari kesedihan, sementara aku masih asyik berkencan dengan kesendirian. Aku tahu, cepat atau lambat aku harus menerima fakta bahwa akhirnya kau memutuskan untuk menjadikan dia kekasihmu. Dan walau ada sedikit ketidakrelaan, namun aku senang melihatmu kembali menemukan mentari untuk menerangi jalanmu yang sempat hilang arah. Musim terus berganti, kemarau datang berulang kali. Aku bertualang ke sana kemari, sementara kau memantapkan hati. Kemarau kini sudah berubah menjadi musim penghujan. Pada suatu sore, tatkala awan kelabu sedang luruh bergemuruh, datanglah sepucuk surat berhias pita emas, terselip di pintu rumahku. Ada namamu dan namanya, bersiap mengikat janji untuk selamanya. Sementara aku, mantan kekasihmu, harus berbesar hati melihatmu memboyongnya sebagai hadiah termanis. Kau menikah. Akhirnya, kau, yang sempat menjadi poros alam semestaku, menikah. Kurebahkan tubuh, berusaha menelan bulat-bulat kenyataan. Rencana-rencana yang dulu pernah kita rajut kini menjadi miliknya untuk kalian wujudkan. Ada sedikit nestapa. Logika lalu mencubitku seraya berkata, bahwa aku sebetulnya baik-baik saja. Aku tidak sedang merindukanmu. Aku hanya sedang merindukan kenangan tentangmu.'

Freya menghentikan gerakan tangannya, ia tidak lagi menulis. Terlalu sesak untuk di lanjutkan. Ia menaruh pena itu di samping buku. Matanya kemudian beralih pada hujan yang membahasi jendela Cafe. Freya menutup matanya, Melodi dari sang pianis hujan mengalun, memenuhi seluruh sudut Cafe.

Freya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, membiarkan aroma cokelat hangat itu memenuhi inderanya. Uapnya perlahan memudar, sama seperti panas yang mulai berkurang, meninggalkan rasa manis yang belum sempat ia sentuh. Di luar, butir-butir hujan jatuh tanpa jeda, menorehkan garis-garis tipis yang mengaburkan pemandangan jalan. Orang-orang lalu-lalang bergegas dengan payung terbuka, sementara kendaraan melintas dengan cipratan air yang sesekali menampar trotoar.

Suasana di dalam kafe terasa begitu kontras. Lampu-lampu temaram menciptakan kehangatan yang semu, seakan berusaha mengusir udara dingin yang menyelinap dari sela pintu. Aroma kopi, kayu manis, dan gula hangus bercampur, melingkupi setiap napas. Beberapa pelanggan tenggelam dalam layar laptop, sementara yang lain berbicara pelan, menjaga ritme damai tempat itu.

Freya tetap diam. Pandangannya tak benar-benar terfokus pada hujan, melainkan pada sesuatu yang jauh di baliknya—sebuah ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh siapa pun. Tangannya terlipat di pangkuan, sementara jemari mengusap pelan punggung telapak tangan, seolah mencoba menenangkan dirinya sendiri. Detik terasa panjang, dan setiap ketukan jarum jam di dinding menjadi pengingat bahwa waktu terus bergerak tanpa memberi jeda untuk bernapas. Seketika, angin dari luar meniup tirai tipis di sudut ruangan, mengirimkan aroma tanah basah masuk. Hatinya berdesir. Ada sesuatu pada bau itu—sesuatu yang mengembalikan potongan-potongan memori yang tak lagi utuh. Freya menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan, mencoba menghapus segala bayangan yang mulai mengerumuni pikirannya. Ia menegakkan tubuh, menatap secangkir cokelat yang mulai kehilangan panasnya. Sendok kecil di sisi cangkir tetap tak tersentuh. Entah mengapa, rasa manis itu kini tampak terlalu berat untuk ia terima. Di luar, hujan terus berbicara dalam bahasa yang tak dapat ia terjemahkan, namun entah bagaimana, ia memahami maknanya. Sebuah bahasa kehilangan, bahasa yang tak memerlukan kata-kata.

Setelah cangkir coklat itu ia minum habis, Freya mulai berdiri, kemudian berjalan ke luar Cafe. Tidak pergi, tapi duduk di samping sang pianis hujan yang sedang bermain dengan pelan. Dengan nada lembut Freya kemudian meminta, "Mainkanlah lagu yang lain."

...END...

...***...

..."Pada akhirnya, jemari akan menemukan genggaman yang tepat, kepala akan menemukan bahu yang tepat, hati akan menemukan rumah yang tepat"...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!