NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 Pregiudizio

Tubuh Ingrid condong ke depan, jatuh membentur anak tangga yang keras tanpa dapat di cegah, tubuhnya terguling ke bawah tak terkendali.

Nora memekik, tangannya terjulur ke depan seakan ingin meraih keponakannya.

Mata Vesa membola, mulutnya terbuka tapi keluar kata atau suara apapun dari sana.

Navarro bergerak sigap menangkap Ingrid agar tak jatuh lebih jauh, lututnya bertumpu kuat pada anak tangga, lengannya mendekap erat tubuh adiknya. Jantung Ingrid berpacu cepat, sesaat matanya tampak kosong sebelum kembali fokus.

"Kau baik-baik saja?" tanya Navarro, napasnya memburu.

Ingrid mengangguk, matanya menyipit, bibirnya ia bawa ke dalam, dahi berkerut.

"Bisa berdiri?" Dia kembali mengangguk. "Ayo, aku akan membantumu."

Navarro memapah sepupunya menuruni tangga. Dia berhenti sesaat, berpaling ke belakang melihat Elsa yang berdiri di sana. "Apa kau terluka, Elsa?" Perempuan itu menggeleng pelan, tangannya mencengkram erat railing baja.

Pemuda itu tersenyum, memberi anggukan, kemudian kembali menuruni tangga. Kedua Wanita bersuami itu menghampiri keponakan mereka.

Ingrid merasakan sesuatu yang hangat mengalir keluar dari rongga hidungnya. Tangan Ingrid spontan menutup hidungnya, tetapi cairan merah itu tak berhenti. Vesa meminta sapu tangannya dari asistennya, memberikannya pada Ingrid yang duduk di sofa tunggal.

"Aku akan menghubungi dokter," seru Nora.

Ingrid buru-buru mengangkat tangannya memberi isyarat untuk berhenti, kepalanya menggeleng. "Tidak perlu, Bibi. Ini hanya mimisan ringan."

Nora mencoba menasehati Ingrid, tapi gadis itu bersikeras. Dan akhirnya benar, setelah sekitar sepuluh menit, darah berhenti mengalir. Semua orang lega, Vesa mengajak Ingrid untuk pulang, ini bisa di lanjutkan lagi besok, terlebih tangan dan pakaiannya sudah di nodai oleh darah yang cukup banyak.

"Navarro, bantu adikmu berjalan ke mobil." Putranya itu memberi anggukan tegas. "hati-hati di jalan, jika ada sesuatu hubungi aku."

Vesa mengiyakan, dia dan Navarro membawa Ingrid ke mobilnya, meskipun Ingrid bilang berkali-kali dia tidak apa-apa. Gerimis di sertai angin menerjang kota, mungkin akan lebih lebat sebentar lagi.

Ingrid meminta bantuan saudaranya untuk memberitahu sopir jika dirinya pulang bersama Vesa. Tentu Navarro tidak keberatan. "Akan aku sampaikan. Kalian hati-hati diperjalanan."

Kaca mobil menutup naik. Mobil hitam mereka melaju menembus kota.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Di tempat lain, Giorgio berdiri di tepi jendela. memandangi bangunan utama rumahnya yang tertutup derasnya hujan dari paviliun.

Carlo, tangan kanannya, datang menghampirinya. Dia membungkuk singkat. "Anggota kita mendeteksi gerakan di bekas kediaman Lafonzo kemarin, Tuan."

Pria itu melirik dari ekor matanya, meskipun tak sampai melihat wajah bawahannya. "Kirim orang untuk mencari tahu tentang Lanzo Lafonzo di penjara. Dan kirim juga seseorang untuk mengawasi Frenzzio saat kakinya keluar dari mansion ini, periksa daftar panggilannya, aku merasakan sesuatu yang aneh darinya."

Dagu Carlo turun singkat. "Siap, Tuan."

"Ada laporan lain, Tuan," tambahnya.

"Katakan."

"Ada laporan penurunan yang tidak wajar pada pendapatan bisnis, dan beberapa jalur distribusi barang juga terhambat."

Giorgio membuang napas panjang, tatanan matanya mendatar. "Seseorang sedang bermain di belakang kita."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Gagang pintu bergerak, pintu bergeser masuk, Ingrid muncul dari balik pintu, ia mendorong pintu kayu berat itu agar tertutup kembali.

Dia menyelakan lampu kamarnya. "Akh!" Ia terlonjak kaget, buku-buku dan kantong berisi rotinya jatuh membentur lantai.

Dia mengelus dadanya, irama napasnya kembali normal. "Kau!" Ingrid memunguti barang-barangnya yang jatuh. "Sedang apa kau di sini Frenzzio?" Ia berjalan ke nakas dan meletakkan barang bawaannya.

"Tidur."

Ingrid memutar matanya, mengacuhkan pria itu, sambil berjalan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri. Dia menyalakan pancuran, air hanya jatuh membasahi kulitnya. Ingrid menutup kelopak matanya, ingatannya kembali mundur saat peristiwa tadi. Entah ini hanya perasaannya saja, tapi ia merasakan bahwa tangan Elsa mendorongnya, seperti sesuatu yang memang di sengaja, dia bisa membedakannya.

"Oranye membuatku kontras berbeda dengan dirimu."

"Kalimat itu terasa seperti ..."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

"Tidak, Ayah, aku tidak ingin yang merah muda, aku ingin yang oranye," Irina merengek, tak terima dengan gaun yang di berikan Ricc. Dia duduk di lantai, menendang-nendangkan kakinya, tangannya memukul-mukul lantai.

"Tapi, kenapa? Lihat ini sangat indah," bujuk sang ayah.

Irina menggeleng kuat. "Aku tidak mau, aku ingin warna oranye, Ayah."

Vilia datang dengan wajah penuh pertanyaan. "Ada apa ini? Kenapa kau bertingkah buruk seperti ini, Irina?"

Marcello bersuara. "Irina tidak suka warna gaun yang ayah berikan, Ibu."

"Astaga, Irina. Itu hanya warna. Cepat berdiri terima gaunmu!"

Bukannya mendengarkan, tingkah Irina semakin buruk. Dia berjalan mendekati Ingrid yang sedari tadi diam di belakang Marcello, Ia merampas gaun biru Ingrid. "Jika aku tidak memakai warna oranye, maka kau tidak boleh memakai warna biru." Irina membanting gaun itu, lalu menginjak-injaknya.

Melihat itu, Ricc segera menarik putri sulungnya menjauh. "Apa begini Ayah mengajarimu? sikapmu sudah keterlaluan. Pergi ke kamarmu, kau tidak boleh keluar sampai Ayah menyuruhmu!"

Irina memicingkan mata ke adiknya, sebelum dia berlari masuk ke kamarnya.

Vilia tidak terima anaknya di hukum, berujar, "Dia hanya kesal, tak seharusnya kau menghukumnya. Kau seharusnya membelikan gaun yang dia mau."

"Terus saja kau manjakan dia, apa kau tahu harga gaun yang dia inginkan sangat mahal." Ricc berusaha tak meninggikan suaranya di depan anak-anaknya.

"Bukan salah kami jika kau tak mampu membelinya, hanya karena menumpuk uangmu untuk pengobatan anak itu!" Vilia menggapai tangan putranya, membawanya dari sana.

Ricc melihat ke arah putri termudanya yang menundukkan kepalanya. Dia berlutut di depan Ingrid yang matanya tampak berair menahan tangis.

Jari-jemari ayah itu meraih gaun putrinya yang berada lantai. Tangan besar Ricc mengelus kepala Ingrid, dia tersenyum menenangkan. "Seperti biasa, jangan dengarkan kata-kata buruk ibumu. Dia hanya sedang marah, oke?"

"Dia marah setiap hari." Serak Ingrid menjawab.

Ricc menggeleng pelan. "Kau sudah makan?"

Ingrid mengguncang kepalanya polos. Ibunya tidak suka dia satu meja dengannya, terlebih jika sang ayah tidak berada di rumah.

"Ayo, Ayah akan menyuapimu." Gadis kecil itu tersenyum cerah melebihi sang mentari.

Ricc menggendong putrinya menuju dapur.

Tengah malam, saat semua orang tertidur. Ingrid terbangun karena cahaya lampu yang menyilaukan matanya. Ia bangkit, matanya mengerjab, ia melihat Irina yang berdiri di kekayaan lemari seraya menggunting-gunting gaun biru miliknya. Terkejut, Ingrid segera turun dari ranjang untuk menghampirinya saudarinya.

Dia menarik gaunnya dari tangan Irina. Ingrid meratapi sedih gaunnya yang sudah tak berbentuk. Irina tertawa, ia meletakkan guntingnya. "Sekarang kau tidak bisa memakainya," kata gadis itu dengan gembira.

Tanpa rasa bersalah, anak tertua itu kembali ke tempat tidurnya, menyelimuti dirinya.

"Kau sangat jahat!"

Irina memberi senyuman pada kembarannya. "Kau tahu mengapa aku menyukai warna Oranye?" Ingrid diam. "Karena oranye adalah lawan dari warna biru, warna favoritmu."

"Membuatku berbeda darimu," sambungnya.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

1
pikacuw
Karya pertama? udah bagus dan rapih bgt loh buat cerita perdana, gaya bahasa mudah dimengerti juga, enak bacanya. Smangatss thorr/Determined/
I. D. R. Wardan: Terima kasih🥰💙
total 1 replies
Riska
thorrr aku sangat menantikan bab selanjutnya /Smile//Smile//Smile/
lopyu thorr
I. D. R. Wardan: Love you toooooo💙💙
total 1 replies
Emi Widyawati
ceritanya bagus, beda sama kebanyakan novel. good jobs thor.
I. D. R. Wardan: makasih ya🥹jadi makin semangat nulisnya🔥Love
total 1 replies
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!