Menghadapi kerasnya kehidupan, membuat Aqilla menjadi seorang wanita yang tegar. Semenjak kedua orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan, membuatnya menjadi pribadi tertutup. Dengan merintis usaha kecil bersama sang adik, untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Dalam kondisi ekonomi yang dibilang sulit, ia tetap bertahan.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seseorang yang selalu berkaitan dengan darah, bahkan membunuh pun adalah kesehariannya. Namun hal itu tersembunyi dibalik kharismanya sebagai salah satu CEO di suatu perusahaan besar.
Bagaimana kelanjutannya?
Apakah yang akan terjadi jika mereka dipertemukan?
Penasarankan, ikuti terus up dari karyanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Setelah Satu bulan berlalu, Akhtar sudah kembali untuk memimpin perusahaan. Terutama untuk Jason, ia sudah menggutuk bosnya itu. Bahkan Jason sampai kewalahan untuk menanggani berbagai kerjasama dan rapat penting di perusahaan dan berbagi peran untuk didunia bawah. Untung saja Leo sudah bisa dihandalkan, kalau tidak habislah ia.
" Jas, jam berapa kita rapat dengan tuan Alex? " Akhtar melihat jamnya.
" Disaat jam makan siang tuan, tuan Alex meminta kita untuk makan siang bersama. " Jason menjelaskan jadwal bosnya.
" Ok, kita berangkat sekarang. Jangan biarkan klien kita menunggu terlalu lama, walaupun kerjasama ini tidak ada gunanya." Akhtar menghempaskan berkas proposal dari tuan Alex.
" Baik tuan, mari." Jason mengerti akan perkataan tuannya, karena perusahan tuan Alex itu seringkali menggelapkan uang investor lainnya.
💐💐💐🌸🌸🌸💐💐💐
" Mey, kamu sudah dapat informasi belum tentang orang yang mendonorkan ginjalnya untukku?" Aqilla masih terus mencoba mencari tau, karena ia sangat berhutang nyawa pada orang tersebut.
" Ya ampun Qilla, kirain gue apaan. Udah lupain aja kali, tu orang juga nggak tau rimbanya dimana. Doain aja lah, biar tu orang nggak mampus. Hahaha." Mey tertawa mengingat orang yang sudah membuat Aqilla seperti ini.
" Iss, kamu gitu banget ngomongnya Mey. Aku berhutang nyawa pada orang itu Mey, kalau nggak ada dia. Pasti sekarang aku sudah nggak tau lagi gimana, huh." Aqilla menghelas nafasnya.
" Udah-udak, yuk jalan. Aku mau beli perlengkapan buat kerja, lagian Ayah sudah ngomel karena aku bolos manjang." Mey menyengir.
" Makanya, jangan suka bolos. Untung aja tu perusahaan punya sendiri, kalau nggak. PECAT!!!". Aqilla seolah-oleh memarahi Mey.
Mereka pun berlalu menuju salah satu mall terbesar dikotanya, memasuki satu tokoh dan tokoh lainnya. Membuat Aqilla merasa jenuh, kakinya terasa sangat pegal menggikuti kemana langkah Mey.
" Mey, bisa istirahat dulu nggak? Haus ." Aqilla menggelus lehernya.
" Hehehe, maaf ya. Kalau gitu, kita sekalian makan siang aja ya. Nanti lanjut lagi!." Mey segera menarik tangan Aqilla menuju salah satu restoran.
Tiba direstoran tersebut, mereka segera memesan makanan. Sambil menunggu makanannya datang, Aqilla memeriksa catatan untuk pemesanan bunga ditoko kecilnya.
" Lu kenapa nggak ikut kerja dikantor Ayah aja sih Qilla. "
" Aku lebih senang merintis usaha aja Mey, aku bukan tipe orang kantoran."
" Aduh, percuma aja ngmong sama lu Qilla. Jawabannya masih tetap sama, huh." Mey mencibirkan mulutnya.
Aqilla tersenyum melihat ekpresi dari sahabatnya itu, Aqilla memanggil orangtua Mey dengan sebutan Ayah, Ibu. Karena orangtua Mey mengganggap Aqilla dan adiknya sebagai keluarga, namun Aqilla selalu merasa tidak enak untuk merepotkan keluarga mereka. Pesanan mereka pun yiba, mereka lalu menikmatinya sambil menggobrol.
Tak jauh dari meja tersebut, diruang VIP. Akhtar dan Jason sedang bertemu dengan kliennya, mereka masih belum menyadari bahwa Aqilla juga berada disana.
" Mey, aku ke toilet bentar ya. "
" Mau ditemenin nggak?"
" Nggak usah Mey, kayak apaan aja. " Aqilla segera menuju toilet, karena ia ingin buang air kecil.
Didalam ruang VIP...
" Baiklah tuan Alex, untuk selanjutnya. Akan kami infokan kepada anda melalui asisten saya, Jason." Akhtar menyudahi pertemuan itu, karena ia muak dengan mulut manis kliennya.
" Baiklah tuan Akhtar, saya sangat mengharapkan kabar terbaik dari anda. Kalau begitu, saya pamit ya. " Alex bersalaman dan beranjak pergi.
" Huh, sungguh ular berbisa bicaranya." Akhtar menghembaskan punggungnya pada sofa yang ia duduki.
" Apa tuan akan bekerja sama dengan orang itu? " Jason bertanya.
" Heh, sungguh membuatku jijik Jas. Ulur saja waktunya, biarkan mereka sedikit kebinggunggan. Ah, saya kebelakang sebentar. Kau tunggu saja dimobil, nanti saya langsung kesana saja." Akhtar berjalan angkuhnya menuju belakang.
" Uh, leganya." Aqilla segera keluar dari toilet.
Tanpa sengaja, Aqilla menabrak seseorang.
Buk!!!
