Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18.
“Hah, dia tersambar petir yang keras tadi!” Teriak Mak Nah sambil tersenyum dan hati nya agak lega.
Kedua mata Mak Nah melihat rambut panjang Nyi Ratu bagai terbakar. Rambut panjang itu pun kini sudah hilang menjadi abu, terbang tertiup angin. Hingga tampak kepala Nyi Ratu kini menjadi botak.
Pakaian Nyi Ratu pun menjadi compang camping, hingga tubuh tua itu tampak setengah bu gil. Dari kepala Nyi Ratu ke luar asap yang mengepul. Namun asap itu kini tidak lagi berlari menuju ke rumah Pak Sigit. Tetapi hanya bergulung gulung di bawah pohon jeruk. Wajah Nyi Ratu yang tadi pucat pasi sudah berubah menjadi hitam gosong.
Akan tetapi Nyi Ratu masih berdiri dan tampak marah marah karena dia gagal menyerang balik pengirim badai hujan dan petir.
Pak Sigit dan Retno yang sudah membawa kain kain basah. Tidak jadi menutupi ventilasi dengan kain kain basah itu. Mereka berdua ikut mengintip Nyi Ratu dari balik gorden jendela kaca.
Meskipun hatinya sedikit lega melihat sosok Nyi Ratu yang botak dengan wajah gosong dan tubuh yang nyaris bu gil.
Namun mereka bertiga masih waspada karena Nyi Ratu masih berdiri dan tampak masih berteriak teriak.
“Kurang ajar! Aku akui aku kalah lagi! Tapi tunggu suatu saat nanti!” teriak Nyi Ratu lalu dia dengan baju compang camping nya melesat pergi. Meskipun gerakan tubuhnya tidak lagi segesit sebelum tersambar petir.
Angin pun tiba tiba mereda dengan kepergian Nyi Ratu. Hujan pun juga menjadi gerimis kecil lama kelamaan menjadi berhenti.
Listrik yang tadi putus alirannya kini kembali mengalir. Dan semua lampu kembali menyala.
Di halaman rumah Pak Sigit kini tampak terang benderang. Mak Nah menutup kembali gorden dengan rapat.
“Sudah pergi beneran sekarang Bu. Rambut dan pakaiannya sudah terbakar.” Ucap Mak Nah siap siap akan mendorong sofa panjang untuk ditaruh lagi di tempatnya.
“Iya malam ini mungkin aman. Dia mungkin masih punya rasa malu karena sudah tidak punya rambut dan tubuhnya nyaris bu gil.” Ucap Retno yang membantu Mak Nah.
“Tapi dia tadi macam mengancam.” Ucap Retno lagi.
“Aku hubungi polisi sekarang Ma. Mumpung dia sudah terbakar pasti tenaganya sudah berkurang. Agar Pak Polisi segera menangkap dia.” Ucap Pak Sigit sambil meraih hand phone dari saku celananya.
“Tapi gila banget dech. Sudah tersambar petir macam begitu masih punya tenaga untuk melesat pergi. Kok tidak keok.” Ucap Retno lagi sambil mendorong sofa.
“Dia kan memang punya kekuatan dari iblis Bu. Kata orang orang umur dia sudah seratus tahun lebih tapi masih kuat dan doyan laki laki..” ucap Mak Nah sambil menarik sofa panjang.
Sementara itu di dalam kamar yang ditempati oleh Widowati. Lampu pun sudah menyala dengan terang.
Rizki sudah ke luar dari persembunyian nya..
“Sudah aman ya Put?” tanya Rizki sambil menatap Putri yang masih menempel di tubuh Widowati.
“Sepertinya sudah, itu Mak Nah bilang sudah pergi beneran. Tapi aku masih takut, tadi sepertinya masih mengancam. Aku belum berani keluar kamar. Mau bobok di sini.” Ucap Putri sambil memegang kaki kaki mungil Langit dan Lintang yang kini sudah diam tenang.
“Iya tidak apa apa Putri bobok di sini menemani Tante.” Ucap Widowati sambil membuka kancing depan baju daster nya. Setelah Rizki ke luar dari kamar untuk melihat situasi di ruang depan.
Tampak wajah wajah mungil Langit dan Lintang sudah menghadap pada pa yu da ra Widowati. Mulut mulut mungil itu pun segera mencari cari pu ting Sang Mama Susu nya saat bagian dada Widowati sudah terbuka.
Langit dan Lintang tampak menyusu dengan sangat kuat. Rupakan dua bayi itu sangat kehausan karena habis mengeluarkan banyak energi.
“Tan, Langit dan Lintang tampak haus banget ya.. kok kalau aku perhatikan sejak Langit dan Lintang terbuka matanya itu muncul angin yang kencang..” ucap Putri sambil menatap wajah Langit dan Lintang yang serius menghadap dada Sang Mama Susu nya.
“Iya dan saat tangan dan kaki kaki mereka bergerak gerak angin semakin kencang, hujan turun semakin deras dan petir menyambar..” ucap Widowati sambil mengusap ucap kaki kaki mungil itu yang kini tampak diam anteng.
“Tan, kan bapak dia itu juga sering mengeluarkan angin. Tapi bukan kentut.” Ucap Putri yang kini sudah bisa tersenyum.
“Maksudnya membuat angin gitu loh Tan. Dulu kata Mama saat disuruh pergi dari pohon duwet muncul angin besar tikar tikar yang akan digunakan untuk pengajian terbang melayang..” ucap Putri masih menatap wajah dua bayi yang kini mulai terpejam kedua matanya, tapi masih menyusu dengan sangat kuat.
“Tapi dia mau pergi dan pindah di sungai.” Ucap Putri lagi yang kini tidak takut pada sosok Bapak nya Langit dan Lintang. Karena dari cerita yang beredar sosok itu baik pada orang orang yang berhati baik. Sama seperti Mamanya, yang dia takuti sekarang sosok Nyi Ratu yang mau membunuh orang baik dengan sadis.
🌸🌸🌸
Waktu pun terus berlalu, keesokan paginya. Udara di dusun Argo Pura terasa sangat segar karena hujan yang mengguyur tadi malam.
Widowati bersama kedua bayinya sudah pulang diantar oleh Rizki. Karena akan mengambilkan pisang dan hasil bumi lainnya yang akan dijual Pak Sigit pada teman teman kerjanya.
Dan di pagi itu juga di depan rumah Pak Sigit banyak orang orang yang menanyakan kabar keluarga itu. Namun mereka lebih ingin tahu tentang kabar Nyi Ratu yang tersambar petir. Mereka kebanyakan berdiri di bawah pohon jeruk. Meskipun sudah dilarang oleh Pak Babin dan dua polisi yang juga datang ke rumah itu. Mereka melihat lihat ke bawah seperti mencari sisa sisa rambut dan pakaian Nyi Ratu.
“Pak, Maaf ya kemarin saat Pak Sigit minta tolong, saya mau ke sini tapi tiba tiba hujan turun sangat deras.” Ucap Pak Babin sambil menatap Pak Sigit.
“Halah Pak Babin pasti takut sama Nyi Ratu kan?” saut Retno yang berdiri di samping Pak Sigit.
Pak Babin yang masih perjaka itu hanya bisa tersenyum dan garuk garuk kepala. Sebab sejujurnya dia memang takut kalau di per ko sa oleh Nyi Ratu.
“Terus apa Pak Polisi sudah mengejar Nyi Ratu tadi malam?” tanya Pak Sigit pada dua polisi petugas di wilayah desa itu.
“Sudah Pak, tadi malam setelah Pak Sigit menelepon, kami langsung menuju ke lereng merapi ke rumah Nyi Ratu.” Jawab salah satu polisi.
“Terus bagaimana Pak? Sudah ditangkap perempuan tua iblis itu?” tanya Retno dengan tidak sabar.
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh