NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.9

Mobil sport Atharva melaju kencang, menyalip kendaraan lain tanpa peduli klakson terdengar bertubi-tubi dari arah belakangnya. Tatapannya hanya terfokus pada sirene ambulans yang semakin dekat.

Dengan manuver tajam, ia memotong jalan ambulans itu hingga kendaraan medis tersebut terpaksa berhenti mendadak di pinggir jalan.

Sirene mendadak padam, sopir dan perawat yang panik segera keluar, wajah mereka pucat pasi melihat siapa yang berdiri di depan mereka.

“Tuan… apa yang Anda lakukan?! Ini ambulans! Kasihan Tuan ada pasien di dalam yang butuh penanganan medis secepatnya!” teriak salah satu perawat dengan suara gemetar.

Atharva menghampiri, raut wajahnya dingin. Dengan kasar, ia membuka pintu belakang ambulans, matanya liar mencari sosok yang ia dambakan sekaligus benci.

Brak!! Suara pintu terbuka lebar dengan paksa.

Namun, yang ia temukan hanya seorang pria paruh baya yang terbaring lemah dengan oksigen terpasang di hidungnya, ditemani keluarganya yang ketakutan melihatnya.

“Naia…” suaranya lirih, tercekat.

Pandangannya menyapu isi ambulans sekali lagi untuk memastikan apakah benar istrinya ada ataukah tidak. Tapi kenyataannya Naia Seora tidak ada di dalam sana. Hanya pasien asing yang menatapnya dengan bibir dan tubuh gemetaran ketakutan.

Darah Atharva mendidih. Dengan geram ia membanting pintu ambulans hingga suara dentumannya menggema.

Prang!!

Para tenaga medis berjongkok ketakutan, tak berani menatap langsung ke wajahnya.

“Semuanta bodoh!!” raung Atharva, tangannya menghantam kap mobilnya sendiri hingga berbekas penyok. “Dimana Naia Seora istriku?!”

“Ma-af Tuan nggak ada yang bernama Naia Seora diantara kami,” jawab sang supir ambulans dengan terbata-bata.

Nafasnya terengah-engah, matanya memerah, urat di lehernya menegang. Ia menatap ke jalanan gelap, lampu-lampu kota berkelebat di matanya, tapi sosok Naia tak terlihat di mana pun.

“Aku nggak peduli berapa banyak yang harus kuburu, berapa banyak yang harus mati. Tapi Naia…” desisnya penuh dendam, “kau milikku dan hal ini berlaku sampai mati pun, kau tak akan bisa kabur dariku.”

Ambulans akhirnya pergi dengan tergesa, meninggalkan Atharva yang berdiri di tengah jalan seperti singa yang terluka, amarahnya membara semakin membabi buta.

“Argh!! Naia Kamu dimana!?” Teriak Atharva.

Amarah Atharva belum juga reda. Mobil sport hitam itu meraung kembali di jalanan kota, melesat tanpa arah pasti. Di dalam kabin, tangannya mencengkram kemudi begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Bola matanya liar, napasnya memburu.

“Naia kalau kau bukan di sini, berarti kau pasti berusaha kembali ke daerah asalmu,” gumamnya.

Tatapannya cukup tajam menembus kaca depan. “Iya desanya, aku yakin Naia pasti balik ke kampung sialan itu! Kau pikir aku nggak tahu jalan pulangmu?”

Ia segera menekan speed dial di ponselnya. Suaranya datar tapi penuh ancaman.

“Dio. Aku kasih perintah baru. Kerahkan semua anak buah. Sisir terminal, bandara, pelabuhan dan jangan ada yang lolos satupun tempat kemungkinannya istriku berada. Dan dengarkan baik-baik…”

“Siap, Tuan Muda!” sahut Dio cepat, meski suaranya terdengar bergetar.

“Aku sendiri yang akan ke kampung halamannya. Aku ingin setiap rumah, setiap gang, bahkan setiap sawah di sana dijaga. Kalau ada yang berani menyembunyikan istriku…” Atharva berhenti sejenak, nadanya berubah menjadi dingin, “Kubakar seluruh desa itu kalau perlu.”

Telepon ditutup tanpa menunggu jawaban. Mobil Atharva kembali melaju ke arah tol, menembus senja yang kini berubah menjadi malam pekat.

Lampu jalan memantul di kaca depan, sementara pikirannya hanya berputar pada satu wajah Naia, dengan tatapan takutnya, dengan keberanian bodoh untuk melawan dan kabur darinya.

“Kau tak akan pernah bebas dariku, Naia,” bisiknya penuh obsesi. “Aku yang mencarimu. Aku yang menemukamu. Dan aku yang akan menghukummu.”

Malam itu, Atharva tak peduli pada jarak. Dengan mobil mewahnya, ia melaju berjam-jam dari Jakarta menuju pelosok Surabaya.

Hanya satu tujuan yang membara dalam dadanya yaitu menemukan Naia Seora, istri muda yang tiba-tiba hilang tanpa jejak.

Alamat lengkap Naia berhasil ia dapatkan dari Dio, kepala IT Leonz Corp, yang berhasil menelusuri data pribadi Naia hingga ke akar-akarnya.

Langit masih gelap ketika Atharva akhirnya memasuki desa terpencil, tempat Naia dilahirkan.

Dari kejauhan, ia melihat beberapa jamaah pulang dari masjid setelah shalat subuh. Dengan wajah penuh bara, Atharva langsung menginjak rem di depan rumah sederhana yang penuh kenangan masa kecil Naia.

Tanpa basa-basi, ia turun dari mobilnya. Tubuhnya masih terbalut jas mahal yang kontras dengan jalanan tanah desa.

Jejak langkahnya berat ketika menghampiri pasangan suami istri yang baru saja pulang dari masjid yaitu Pak Anwar Zahid dan Bu Ratih yang tak lain adalah kedua mertuanya.

“Dimana Naia Seora!?” suara Atharva meledak, keras, tanpa salam ataupun hanya sekedar berbasa-basi..

Pak Anwar dan Bu Ratih tertegun. Pandangan mereka meneliti pria asing berusia tiga puluhan, tampan namun penuh amarah, dengan sorot mata yang bagaikan pisau menembus malam.

“Maaf, Pak...” jawab Pak Anwar pelan, namun tegas. “Putri kami sudah hampir lima hari lalu berangkat ke Jakarta bersama suaminya. Mereka baru menikah, dan suaminya, Aryasatya, membawa Naia untuk tinggal di sana. Kalau boleh tahu, bapak ini siapa? Kok subuh-subuh datang mencari anak kami dengan cara seperti ini?”

Bu Ratih menambahkan dengan wajah keheranan, “Jangan bilang bapak ini ada hubungan lain dengan anak kami? Naia itu istri orang, Pak. Jangan bikin fitnah.”

Namun Atharva yang sudah hilang kendali tak lagi menutupi kebenaran pahit itu. Suaranya terdengar getir, sarat dendam dan luka.

“Aryasatya Wijaya sudah bukan suaminya Naia lagi!” bentaknya lantang.

“Karena Arya sudah menjual putri kalian kepadaku! Lima miliar! Itu harga yang ia pasang untuk darah dagingmu sendiri! Dan dengar baik-baik aku sudah menikahi Naia kemarin pagi. Tapi malah dia kabur. Entah kemana perginya!”

Perkataan itu menghantam hati kedua orang tua Naia seperti petir di pagi buta.

Pak Anwar gemetar, matanya merah menahan amarah. “Kamu jangan lancang memfitnah orang lain tanpa bukti! Menantuku bukan lelaki sejahat itu! Dia tidak mungkin menjual istrinya, apalagi anak kami satu-satunya wanita yang dicintainya! Kau pikir kami bisa percaya begitu saja pada kata-kata orang asing yang tiba-tiba datang dan mengaku jadi suami kedua!? Bohong! Itu jelas-jelas fitnah!”

Bu Ratih sudah menangis, memeluk lengan suaminya. Air matanya jatuh deras, bercampur dengan doa yang meluncur dari bibirnya.

“Astaghfirullah... apa dosa anakku sampai dipermainkan begini? Ya Allah, lindungi Naia kami,” cicitnya Bu Ratih sambil menutup mulutnya.

Atharva hanya tersenyum miring, senyum yang getir sekaligus penuh ejekan. Ia mengeluarkan secarik dokumen dari jasnya, surat pernikahan yang baru ia genggam kemarin. Disodorkannya kasar ke hadapan mereka.

“Ini buktinya!” suaranya bergetar namun keras. “Arya sudah menceraikan Naia, lalu menjualnya padaku. Hitam di atas putih! Kalian mau percaya atau tidak, kenyataan tetap sama kalau Arya tega melepas Naia demi uang dan putri kalian sekarang milikku!”

Pak Anwar menatap kertas itu, wajahnya memucat. Napasnya tiba-tiba tersengal, dadanya terasa sesak seolah ditikam ratusan jarum.

Ia berusaha berkata, namun suaranya hanya tersendat, “Tidak… Itu tidak mungkin Naia... anakku.”

Tubuh renta itu ambruk, jatuh ke tanah tanpa sempat bertahan.

“Mas!!” jerit Bu Ratih histeris sambil merangkul tubuh suaminya yang tak sadarkan diri. Tangisnya pecah, mengguncang udara pagi yang dingin.

Namun Atharva, dengan hati yang telah diselimuti api kebencian oleh obsesi dan amarah, justru memberi aba-aba tanpa perasaan kepada anak buahnya.

“Geledah rumah ini dan cari Naia sampai dapat Biar seluruh desa tahu kalau aku bisa menemukannya, dengan cara apa pun.”

Suasana rumah kecil itu mendadak mencekam. Tangisan Bu Ratih bercampur dengan langkah-langkah kasar anak buah Atharva yang masuk tanpa permisi, membalik perabot, menggeledah tiap sudut ruangan.

Di depan pintu, Atharva berdiri tegak, wajahnya beku. Pandangannya menatap kosong ke arah fajar yang mulai menyingsing, sementara hatinya hanya dipenuhi satu nama yaitu Naia Seora.

“Mas bangun, Kamu nggak boleh pergi meninggalkan aku,” ratapnya Bu Ratih.

Suasana pagi itu berubah gaduh. Jeritan Bu Ratih yang memanggil-manggil suaminya membuat beberapa tetangga berlarian mendatangi rumah kecil mereka.

“Pak Anwar kenapa, Bu!?” tanyanya Pak Jafar, tetangga yang baru pulang dari masjid, begitu melihat tubuh Pak Anwar terbujur di tanah.

“Cepat! Tolong bawa ke mobil, kita larikan ke rumah sakit terdekat!” teriak seorang pemuda kampung sambil bergegas menghampiri Pak Anwar yang masih tertidur di pangkuan istrinya..

Beberapa orang segera mengangkat tubuh Pak Anwar dengan hati-hati. Wajahnya pucat pasi, napasnya tersengal, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Bu Ratih terus menangis, memegangi tangan suaminya yang lemah.

“Ya Allah... Mas bertahanlah... jangan tinggalkan saya dan Naia...” tangisnya pecah, membuat hati orang-orang yang melihat ikut tersayat.

Para tetangga menatap ke arah Atharva dengan pandangan penuh tanya dan curiga. Mereka berbisik-bisik, ada yang menahan amarah, ada pula yang mencoba meredam situasi agar tidak semakin kacau.

“Siapa orang ini? Kok datang-datang bikin ribut...,” desis salah seorang tetangga.

Namun Atharva tetap berdiri tegak, wajahnya dingin tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Tangannya menyelip di saku jas, sorot matanya tajam mengawasi setiap sudut rumah, seolah tak peduli dengan nyawa mertuanya sendiri.

“Jangan buang waktu,” perintahnya dingin kepada anak buahnya. “Cari Naia. Aku tak peduli apa kata mereka. Aku akan menemukannya malam ini juga.”

Suara mesin mobil tetangga yang bersiap mengantar Pak Anwar ke rumah sakit bercampur dengan suara gaduh penggeledahan di dalam rumah.

Sementara Bu Ratih, di antara tangisnya, hanya bisa berdoa dalam hati.

“Ya Allah... lindungi anakku di manapun dia berada. Jangan biarkan dia jatuh di tangan orang yang hatinya sekeras batu ini...”

Penggeledahan berlangsung hingga ke tiap sudut rumah sederhana itu, dari kamar tidur kecil, dapur, hingga gudang belakang. Namun hasilnya nihil. Naia Seora sama sekali tak ada di sana.

Atharva berdiri di ambang pintu dengan rahang mengeras. Matanya berkilat marah, namun di balik sorot itu terselip kekecewaan mendalam.

“Ke mana kau sembunyikan dirimu, Naia...?” gumamnya lirih, seakan bertanya pada udara.

Di luar, mobil tetangga melaju kencang menuju rumah sakit. Pak Anwar terbujur lemah di pangkuan Bu Ratih. Tangan istrinya menggenggam erat, seolah tak mau melepaskan.

“Mas tahan sedikit lagi, sebentar lagi kita akan sampai...,” ucap Bu Ratih dengan suara bergetar, air matanya terus bercucuran membasahi pipinya.

Namun napas Pak Anwar semakin berat. Matanya perlahan meredup, jemarinya yang digenggam istrinya melemah.

Dengan suara lirih, ia sempat berbisik dengan suara terbata-bata, “Ratih... jaga Naia jangan biarkan dia... menderita.”

Dan setelah itu, tubuhnya terkulai. Napasnya berhenti tepat di tengah jalan sebelum sempat mencapai rumah sakit.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
Uba Muhammad Al-varo: 👍👍👌 ditunggu kehancurannya Arya dan kedua orang tuanya yang mulutnya embreng
total 2 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!