Ketika hidupnya diinjak-injak dan harga dirinya dihancurkan, Raka Wiratama menemukan sebuah kekuatan misterius—Sistem Upgrade Emosi.
Semakin besar amarahnya, semakin kuat pula dia menjadi.
Dari seorang pemuda biasa yang diremehkan semua orang, Raka Wiratama perlahan bangkit. Setiap penghinaan, setiap luka, dan setiap pengkhianatan… hanya membuatnya lebih kuat!
Dengan amarah sebagai bahan bakar, Raka Wiratama bertekad untuk membalikkan takdir.
Musuh yang dulu meremehkannya, kini gemetar ketakutan.
Dunia yang menertawakannya, kini dipaksa berlutut di bawah kekuatannya!
💥 Inilah kisah seorang pemuda yang menjadikan amarah sebagai senjata untuk menaklukkan dunia!
[Karya ini hanyalah ide yang muncul tiba-tiba. Jadi kalau tiba-tiba gak update, maaf banget ya]
[Jadwal Update: Setiap hari jam 0.00 WIB]
#Kalau telat berarti belum selesai dan sedang ada kendala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturne_Ink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 - Suster
“Wah… enak banget ya jadi orang kaya.” Raka Wiratama menghela napas panjang.
Aldi Pratama dan yang lain ikut kena “berkah” Raka, sementara cewek-cewek imut itu masih asyik makan.
“Oh iya, minggu depan bakal ada model kedua yang rilis. Kamu kira-kira kapan bisa keluar dari rumah sakit?” tanya Nabila.
Raka Wiratama mikir sebentar, lalu jawab, “Mungkin tiga sampai lima hari lagi.”
Nabila Ayu cuma ngangguk pelan, “Oh.”
Dia duduk di samping Raka, hati-hati motong steaknya.
“Kamu lagi diinfus, biar aku yang nyuapin ya!” kata Nabila sambil senyum manis, keliatan taring kecilnya yang lucu.
Beberapa orang di sekitar cuma bisa melongo. Mereka geleng-geleng kepala, kayak nggak nyangka aja.
Baru aja mau mulai makan, tiba-tiba HP Raka Wiratama bunyi.
Pas dia lihat, ternyata dari Arini.
Dia melirik Nabila Ayu dengan canggung, terus neken tombol hijau buat angkat.
“Halo?” suara cewek di seberang kedengaran jernih banget.
“Ada apa?” tanya Raka.
“Kapan obat buat kakekku jadi?”
“Butuh waktu. Seminggu lagi, ya! Aku bakal selesain dalam seminggu!” jawab Raka Wiratama.
Sementara itu, Nabila masih tenang motong steak, seolah nggak denger sama sekali percakapan mereka.
“Baiklah! Tapi cepet ya, pacarku yang manis~”
Raka langsung melirik Nabila Ayu dengan muka beku.
Begitu denger kata ‘pacarku’, ekspresi Nabila langsung berubah… hitam legam.
“Maya, ayo pulang!” katanya dingin.
“Lagian dia udah punya pacar, nggak enak juga kalau kita di sini terus, nanti orang salah paham.”
“Bawa juga makanannya. Kalau pacarnya lihat ada cewek lain nyuapin cowoknya, bisa-bisa ribut.”
Abis ngomong gitu, Nabila dorong troli keluar dari ruang rawat.
Maya Putri masih bengong. Tadi katanya jangan marah, kok sekarang malah ngambek lagi?
“Duh, aku belum kenyang padahal…” Aldi ngeluh.
Raka Wiratama cuma bisa nyengir kaku sambil ngelirik punggung Nabila Ayu yang menjauh.
“Kenapa sih, baru bentar udah berubah drastis gitu?” keluh Aldi Pratama.
Raka ngusap kepalanya yang mulai pusing. “Udah deh, gue nggak apa-apa. Kalian pulang aja dulu.”
Dia pengin fokus mikirin cara bikin pil. Kalau temen-temennya masih di situ, malah ribet.
Aldi Pratama ngeliat Raka kayaknya baik-baik aja, akhirnya dia angguk. “Oke deh, kalau butuh apa-apa, kabarin ya, Bro.”
Raka Wiratama ngangguk dan ngelihatin mereka keluar dari ruangan.
Beberapa menit kemudian, Ratna Dewi masuk. Matanya keliatan lelah banget, kayak kurang tidur.
“Guru Ratna, aku bisa sendiri kok. Ibu istirahat aja dulu,” kata Raka.
Ratna Dewi ngedip pelan, matanya masih merah. “Ya udah. Tapi nanti malam aku bawain makanan lagi buat kamu.”
Abis bilang gitu, dia pun pergi. Sekarang cuma Raka Wiratama sendirian di ruang rawat yang sepi.
Dia ngusap kepala, “Bikin pil… gimana ya caranya?” napasnya berat. Dia bener-bener nggak tahu harus mulai dari mana.
“Menurut Kitab Pil, hal pertama yang dibutuhin buat bikin pil itu tungku alkimia.”
“Berarti aku harus punya tungkunya dulu, baru cari bahan-bahan obatnya.”
Dia mulai nulis resep ‘Pil Pembersih Kotoran’, tapi ini resep dari ribuan tahun lalu, banyak bahan yang udah punah atau ganti nama di zaman sekarang.
Jadi, Raka terpaksa ngeracik ulang, ganti bahan-bahan yang udah nggak ada dengan yang mirip.
Butuh waktu seharian penuh buat nyelesain racikan itu.
Pas udah kelar, tiba-tiba suster kecil datang bawa obat.
“Hey, pasien mesum, waktunya suntik!” celetuknya.
“Siapa yang kamu panggil mesum?”
“Kamu, lah!” jawabnya refleks, baru sadar kalau dia kelepasan ngomong.
Raka Wiratama ketawa kecil sambil nutup mulutnya, “Oke deh, aku akui aku mesum. Tapi masa iya kamu maki pasien di depan muka gini?”
“Dasar…!” Suster itu mukanya merah, napas naik turun.
Raka baca namanya di lencana, lalu senyum. “Sinta, ya? Nama yang bagus… cocok banget buat suster bandara.”
Sinta Wulandari langsung melotot, terus nyuntik jarum dengan brutal ke tangan Raka Wiratama. “Coba ngomong lagi!”
“Aduh! Kamu balas dendam pribadi, ya!?” Raka Wiratama meringis.
“Heh! Kalau aja kamu bukan pasien, udah kutusuk beneran tuh!” ancam Sinta sambil angkat jarum suntik.
Tiba-tiba, matanya menangkap kertas resep di meja.
“Eh? Dasar pasien mesum, kamu ngerti resep kayak gini?”
Raka Wiratama santai, “Emang kenapa? Biasa aja, kan?”
Sinta Wulandari cuma “hmpf” dan ngeloyor keluar sambil bawa botol obatnya.
Sekarang, resep udah siap, tinggal tungku alkimianya.
Raka Wiratama nyalain sistemnya.
...****************...
[Ding! Sistem Upgrade Emosi terkuat]
[Level Host: 0]
[Kondisi Fisik: Kuat]
[Mental: Lemah… Pikiran kotor]
[Nilai Emosi: 150/10000]
[Kekuatan: 1,8]
[Kecepatan: 1,5]
[Otak terpakai: 0,04]
[Skill: Lidah Licin (Lv. 1)]
[Poin: 1550/10000]
...****************...
“Aku ngerti soal kekuatan, kecepatan, sama otak… tapi level host itu apaan?”
[Level Host merupakan tingkat perkembangan tubuh Anda. Sistem dapat membantu meningkatkan fungsi organ serta bagian tubuh lainnya. Jika seluruh bagian tersebut telah ditingkatkan, maka level Host akan naik secara keseluruhan.]
Raka Wiratama bengong, “Wah, bisa kayak gitu juga?”
Dia lirik paha kanannya yang masih bengkak. “Kalau gitu, upgrade kaki kanan dulu deh.”
[Ding! Upgrade butuh 1000 poin emosi.]
“Apa-apaan!? Mahal banget! Mending nggak usah!”
Dia langsung batalin.
Beberapa saat kemudian, Ratna Dewi balik lagi bawa makanan. Sederhana aja: dua lauk daging dan satu sup.
Abis makan, Raka Wiratama ngasih Ratna Dewi daftar bahan obat yang dia butuhin, plus nyuruh dia beli panci listrik.
Ratna Dewi sempet bingung, tapi akhirnya nurut aja.
Malam harinya, semua udah siap.
Raka Wiratama ngeliatin panci listrik itu, narik napas dalam-dalam. “Oke… saatnya bikin pil.”
"Upgrade panci listrik menjadi tungku alkimia?’
[Ding! Untuk meningkatkan panci listrik ini dibutuhkan 100 poin emosi. Apakah Host yakin ingin melanjutkan peningkatan?]
“Konfirmasi!”
[Ding! Panci listrik telah berhasil ditingkatkan, dan Host telah memperoleh Tungku Alkimia Listrik tingkat pertama.]
Raka Wiratama seneng banget. Dia langsung masukin semua bahan sesuai petunjuk di kitab.
Setelah setengah jam, terdengar suara “dug!” dari pancinya.
Raka ngernyit. “Kok nggak ada aroma pil legendarisnya?”
Dia buka tutup pancinya…
Dan langsung “BRUGH!” aroma busuk nyerang hidung.
“Wah gila, ini… baunya lebih parah dari kotoran sapi!” teriaknya sambil hampir muntah.
Isi panci udah jadi gumpalan hitam gosong, mirip banget sama… ya, kamu tahu lah.
Raka Wiratama buru-buru nutup lagi sambil nutup hidung rapat-rapat.
“Udahlah… gagal total.”
[BERSAMBUNG]