Angkasa Lu merupakan seorang ceo yang kaya raya, dan juga Arogan. Karena traumanya dia membenci wanita. Namun, karena permintaan sang kakek terpaksa dia melakukan kawin kontrak dengan seorang perempuan yang bernama Hana. Dan begitu warisan sudah ia dapatkan, maka pernikahan dia dengan Hana pun selesai. Akan tetapi belum sempat Angkasa mendapatkan warisan itu, Hana sudah pergi meninggalkan pria itu.
Lima tahun kemudian, secara tidak sengaja Angkasa di pertemukan dengan Hana, dan juga kedua anak kembarnya. Pria itu tidak tahu kalau selama ini sang istri telah melahirkan anak kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Angkasa kembali ke ruang makan untuk menemui Hana yang masih duduk di sana sembari menunggunya. Pria itu melihat seorang maid yang hendak membersihkan meja makan.
"Tidak usah dibersihkan, biar dia saja yang melakukannya," ucap Angkasa dengan nada sinis.
Hana menoleh, memastikan tidak ada orang lain di ruangan itu selain dirinya. Matanya membulat, wajahnya memerah seketika.
"Saya?" tanya Hana sambil menunjuk dirinya sendiri, tak percaya.
"Tentu saja, jangan berpikir kamu bisa hidup enak di sini tanpa melakukan apa-apa. Kamu juga harus kerja," ucap Angkasa dengan nada tinggi, hampir berteriak.
Hana terlonjak kaget, hatinya berdebar kencang. Ia tidak menyangka ternyata suaminya memiliki dua sisi yang berbeda. Saat bersama keluarganya, Angkasa terlihat begitu hangat dan perhatian, namun saat mereka berdua saja, wajahnya berubah dingin dan sinis.
Angkasa melangkah keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Hana yang masih terpaku di tempatnya. Ia merasa terhina dengan ucapan suaminya itu, tetapi Hana tidak bisa berbuat apa-apa.
Hana mengambil napas dalam-dalam, menguatkan hati. Ia mulai merapikan ruang makan yang banyak terdapat piring bekas tempat mereka makan. Sesekali Hana mengusap air matanya, menangis pelan, meratapi nasib yang menimpanya. Ia mencoba menahan rasa sedih yang meluap-luap mengingat perlakuan Angkasa.
Usai merapikan meja makan, Hana mencuci semua piring bekas tersebut, peluh keluar membasahi keningnya. Gadis itu sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga, hanya saja kali ini jumlahnya lebih banyak dari biasa yang ia kerjakan. Ia merasa lelah dan hampir menyerah, namun tekadnya untuk tetap kuat mengalahkan rasa putus asa.
Sambil mencuci piring, air matanya kembali menetes, membaur dengan busa sabun yang melimpah. Hana mengenang momen bahagia bersama keluarganya, yang kini terasa begitu jauh dan tak terjangkau.
Selesai mencuci piring, Hana mengeringkan tangannya dan menatap sekeliling ruangan yang kini sudah rapi. Ia menarik napas panjang dan tersenyum lemah, mencoba meyakinkan diri bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Hana beranjak dari dapur, dan melangkahkan kakinya menuju ke kamar pribadinya dengan Angkasa yang berada di lantai dua.
Hana tidak langsung masuk kedalam kamar, dia takut suaminya marah.
"Gimana ini? Sebaiknya aku masuk atau tidak" bingung Hana sambil meremas remas kedua tangannya.
Setelah berdiri selama lima belas menit didepan kamar, Hana akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu kamar tersebut.
Ceklek......
Angkasa membuka matanya setelah mendengar suara pintu kamarnya yang di buka dari luar. Dia melihat Hana masuk kedalam kamar dengan gaun yang sedikit basah.
"Maaf, aku mengganggumu" ucap Hana takut.
"Ganti bajumu. Malam ini kamu tidur di sofa, aku tidak mau tidur satu rajang dengan mu" ucap Angkasa.
Hana menghela nafas dan menganggukkan kepalanya pelan. Ia tidak masalah tidur dimana saja, karena dari kecil dia sudah terbiasa hidup susah.
Gadis itu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar mandi, Hana membersihkan sisa make up yang menempel di wajahnya, setelah selesai dia masuk ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.
Tak lama Hana keluar dari ruang ganti sambil membawa selimut yang ada di pelukannya, ia menuju ke arah sofa dan merebahkan tubuhnya di sana. Tubuhnya benar-benar lelah setelah seharian ini melakukan serangkaian kegiatan.
*****
Tengah malam, suara gemericik hujan membangunkan Angkasa dari tidurnya. Ia mengusap wajahnya yang masih mengantuk, lalu matanya melirik ke arah istrinya yang tidur meringkuk di atas sofa, terpisah darinya. Wajah Hana tampak tenang dan polos dalam tidurnya, namun Angkasa merasa ada semacam jarak yang sulit dijembatani di antara mereka.
"Bagaimana bisa hamil kalau tidurnya terpisah seperti ini," gumam Angkasa dalam hati.
Ia merasa frustasi dengan situasi ini, karena perjanjian yang ia buat dengan Hana tidak ada membahas tentang kehamilan. Angkasa menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati Hana yang masih terlelap.
Ia mencoba mencari cara untuk menghamili istrinya itu, tapi belum menemukannya.
"Apakah aku harus memaksanya? Tapi kalau dia marah bagaimana?" batin Angkasa, bimbang.
Ia kemudian duduk di lantai sambil menopang dagunya dengan tangan, menatap Hana dengan pandangan yang rumit.
Dalam tidurnya Hana merasakan ada seseorang yang memperhatikan, namun karena rasa kantuknya membuat Hana enggan membuka matanya.
Sementara itu, Angkasa yang merasa tidak bisa tidur memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia melangkah dengan perasaan yang bercampur aduk, lalu menuju sebuah bar kecil yang ada di rumahnya.
Dengan perlahan, dia mengambil botol alkohol dan menuangkannya ke dalam gelas yang sudah ia siapkan. Anggur merah itu mengalir deras, menambah keharuman yang memabukkan di udara. Angkasa menyesap alkohol itu pelan-pelan, merasakan sensasi yang memenuhi tubuhnya.
Minuman beralkohol seringkali menjadi pelarian laki-laki itu untuk menghilangkan rasa sakit yang mendera pikirannya. Tegukan demi tegukan ia minum, berharap dapat meredakan hati yang gundah dan pikiran yang kacau.
Dalam keadaan setengah sadar, Hana merasakan ketidaknyamanan yang semakin memburuk. Ia menggigit bibirnya, mencoba untuk tetap terlelap dalam mimpi yang nyaris tak terbendung. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, gelisah itu semakin tak tertahankan. Akhirnya, Hana terbangun dari tidurnya, bingung dengan apa yang telah terjadi.
"Kemana dia, kenapa tidak ada diatas ranjang?" tanya Hana ketika tidak melihat sosok suaminya diatas ranjang.
Dengan perlahan, ia bangkit dan mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Haus, lebih baik aku ke dapur aja deh, ambil minum," gumam Hana sambil menggulung rambutnya ke atas memperlihatkan leher jenjangnya.
Gadis itu menurunkan kedua kakinya dan bangkit dari atas sofa, kemudian membuka pintu kamar dan melangkah keluar. Ia mulai menuruni tangga yang menghubungkan lantai atas dengan dapur yang berada di lantai bawah.
Namun, saat menuruni beberapa anak tangga, tiba-tiba Hana mendengar suara serak yang sedang meracau tak jelas. Suara itu membuat Hana penasaran, dan berhenti sejenak untuk mendengarkan. Merasa penasaran, Hana pun melangkahkan kakinya dengan hati-hati, mengikuti arah suara tersebut.
Ia berjalan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara apapun agar tidak mengganggu sumber suara yang misterius itu. Hana ingin tahu apa yang terjadi dan siapa yang sedang meracau dengan suara serak tersebut.
"Sepertinya suaranya berasal dari ruangan ini," gumam Flora berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu yang berwarna hitam.
Dengan hati-hati, Hana menempelkan telinganya di pintu, dia ingin memastikan suara yang di dengarnya benar-benar berasal dari ruangan itu. Setelah beberapa saat, Hana akhirnya yakin bahwa suara aneh itu memang berasal dari dalam ruangan tersebut.
"Iya, benar dari ruangan ini," ucap Hana mantap.
Kini, keingintahuannya semakin memuncak. Hana ingin tahu apa yang sedang terjadi di balik pintu merah itu. Dengan napas yang dipercepat, Hana memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut.
Tangannya bergetar saat menggenggam kenop pintu.
"Klek,"
Hana terkejut saat menyadari pintu itu ternyata tidak terkunci. "Tidak dikunci," bisiknya pelan, hatinya semakin berdebar.
Perlahan, Hana membuka pintu dan memasukkan kepalanya untuk melihat apa yang ada di dalam ruangan tersebut. Matanya membulat ketika melihat suaminya sedang duduk di lantai sambil menggenggam gelas yang berisi alkohol.
Hana merasa bingung dan khawatir, ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan Angkasa. Namun, dia juga takut mengganggu privasi pria itu. Dalam dilema, Hana memutuskan untuk menghampiri suaminya dan menanyakan apa yang terjadi.
"Tuan" panggil Hana dengan suara lembut.
Angkasa tidak segera menjawab, dia masih tampak tenggelam dalam lamunan.
"Tuan Angkasa" panggil Hana sekali lagi.
Perlahan Angkasa mengangkat kepalanya, melihat waja Hana dengan mata yang memerah. Hana pun bergidik ketakutan melihat tatapan tajam Angkasa yang begitu menusuk hatinya.
"Tuan, anda kenapa?" tanya Hana lagi, kali ini dengan suara yang sedikit gemetar. Namun, Angkasa tetap tidak menjawab, dia hanya terus menatap Hana dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Detik berikutnya, tiba-tiba Angkasa menarik tangan Hana dengan kuat, membuatnya jatuh ke atas pangkuannya. Hana terkejut, hatinya berdebar-debar.
Tidak ada aba-aba, tiba-tiba saja Angkasa mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir Hana dalam sebuah ciuman yang lembut namun penuh emosi.
Hana yang terkejut dan belum siap dengan situasi ini hanya bisa diam, merasa bingung dan terkejut sekaligus. Perlahan tapi pasti, ciuman yang tadinya lembut berubah menjadi menuntut dan agresif.
Angkasa tak bisa mengendalikan diri, seakan-akan minuman alkohol yang ia minum sebelumnya telah merenggut kesadarannya. Dalam keadaan tidak sadar, ia mulai melucuti pakaian Hana satu per satu, tanpa mempedulikan perlawanan yang ditunjukkan istrinya.
"Tuan lepas" pekik Hana sambil meronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman suaminya yang semakin kuat. Namun, usahanya sia-sia, Angkasa terus saja mengabaikan tangisan dan perlawanan istrinya. Dalam keadaan bingung dan ketakutan, Hana hanya bisa pasrah sambil meneteskan air mata, berharap suaminya segera sadar dan menghentikan apa yang sedang ia lakukan.
*****
Keesokan paginya Angkasa bangun lebih dulu, dia merasakan sakit di kepalanya.
"Sssttt...." desis pria itu sambil memegangi kepalanya.
Pria itu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, ia terkejut ketika menyaksikan tubuhnya tanpa sehelai benang pun.
Lalu dia menoleh kesamping melihat sang istri yang sedang terlelap dengan selimut yang melilit tubuhnya.
"Bangun kamu, apa yang kamu lakukan di sini, hah" bentak Angkasa sambil mendorong tubuh Hana hingga membuat gadis itu jatuh dari atas ranjang.
Hana terkejut, dan segera membuka matanya, dia merasakan sekujur tubuhnya terasa remuk redam. Perlahan Hana bangkit sambil memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya.
"Harusnya anda tanyakan pada diri anda sendiri, tuan. Apa yang sudah anda lakukan kepada saya" ucap Hana sambil memalingkan wajahnya malu melihat tubuh polos Angkasa.
"Anda sudah melanggar perjanjian kita" tegas Hana.
Angkasa terdiam, dia mencoba mengingat apa yang sudah ia lakukan kepada istrinya.
Ngakak aku dari tadi... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣