Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Desa Nelayan
Sinar matahari terakhir meredup di cakrawala, meninggalkan laut dalam warna ungu pekat. Lampu-lampu minyak mulai menyala di gubuk-gubuk kayu, tapi suasana desa terasa terlalu… sunyi.
Li Zhen berdiri di tepi dermaga, matanya menyapu horizon. “Tidak ada perahu keluar sejak sore. Nelayan biasanya tak sewaspada ini, kecuali mereka menunggu sesuatu.”
Lan’er kembali dari pasar kecil sambil membawa sekantung sayur. “Orang-orang di sini aneh. Mereka menatap kita seperti sudah tahu kita akan datang.”
Bai He, yang sejak tadi duduk di atas tumpukan jaring, menguap. “Itu atau mereka heran kenapa ada naga mungil yang tampan di sini.”
Yue Lan mendengus. “Tampan? Kau? Kau itu lebih mirip belut besar yang kebanyakan tidur.”
“Belut?!” Bai He melotot. “Setidaknya belut tidak disangka ayam goreng keliling!”
Li Xiaoran menahan tawa, tapi matanya tak pernah lepas dari gerak penduduk yang bolak-balik mengintip dari balik pintu. Ada rasa tak nyaman yang merayap di tengkuknya bukan sekadar rasa asing, tapi… seperti sedang diukur-ukur.
Tiba-tiba, seorang anak laki-laki berlari kecil mendekat. Nafasnya terengah. Ia menyerahkan secarik kertas lipat ke tangan Xiaoran, lalu kabur tanpa sepatah kata pun.
Xiaoran membuka lipatan itu. Tulisan di dalamnya singkat:
“Jangan berada di dermaga saat bulan penuh naik. Air akan berubah menjadi senjata mereka."
Ia mengangkat kepala. Bulan sudah separuh muncul dari balik laut.
Li Zhen melihat wajah adiknya mengeras. “Ada apa?”
“Bersiap. Malam ini kita tidak hanya menghadapi manusia.” ujar Li Xiaoran
Seakan menjawab ucapannya, suara seruling rendah terdengar dari arah laut. Ombak yang tadinya tenang mulai bergerak aneh bukan menuju pantai, tapi memutar membentuk lingkaran besar.
Luo Yun muncul dari ruang dimensi, wajahnya serius. “Itu bukan ombak biasa… itu sihir pemanggilan.”
Lan’er meneguk ludah. “Tolong bilang itu cuma pesta laut dengan gratisan makanan…”
Yue Lan berkedip. “Kalau gratisan makanan, kenapa aku merasa hawa dinginnya seperti mau membekukan bulu-buluku?”
Cahaya bulan menyinari pusaran air di tengah teluk, dan dari dalamnya, bayangan besar mulai muncul bukan perahu, bukan kapal… tapi seekor makhluk laut berkulit hitam berkilau, bermata merah, dan gigi sebesar pedang.
Li Xiaoran menghunus pedangnya, berdiri di depan rombongan. “Sepertinya… mereka memang ingin melihat apakah naga air akan berpihak padaku.”
Shui Ying bergetar di tanda sumpahnya, suaranya bergema di telinga Xiaoran.
“Kalau begitu… kita tunjukkan pada mereka, siapa penguasa air yang sebenarnya.”
Bersamaan dengan itu, teriakan nelayan terdengar di seluruh desa. Sebagian lari, sebagian justru berlutut menghadap laut—seperti menyambut raja yang kembali.
Li Zhen mencabut pedangnya. “Aku rasa pesta malam ini… baru saja dimulai.”
...----------------...
Pusaran air semakin membesar. Gelombang yang terbentuk berkilau aneh seperti diselimuti cahaya perak dari bulan namun setiap kali pecah, percikannya hitam pekat seperti tinta.
Dari tengah pusaran, makhluk itu naik sepenuhnya. Tubuhnya panjang seperti ular laut, sirip punggungnya bergerigi, dan setiap gerakannya mengirimkan riak besar ke dermaga. Mata merahnya menatap tepat pada Li Xiaoran.
Lan’er mundur dua langkah. “Itu… bukan ikan biasa, kan?”
Bai He menatap tajam pusaran itu. “Itu Hai Mo, iblis laut yang hanya muncul kalau ada darah bangsawan di perairan ini. Dan ya… ini bukan waktunya berenang santai.”
Yue Lan melipat sayap. “Bangsawan? Oh tidak, jangan bilang… darahnya Mei mei kita Xiaoran?”
Li Zhen mengangkat pedangnya. “Kalau dia mengincar adikku, dia harus melewati kita dulu.”
Makhluk itu membuka mulut, mengeluarkan suara mirip raungan bercampur desir ombak. Beberapa nelayan yang berlutut justru bersorak, meneriakkan sesuatu dalam bahasa tua.
Shui Ying berbicara lagi di pikiran Xiaoran.
“Dia bukan datang untuk membunuhmu… tapi untuk menguji siapa yang pantas menguasai laut ini.”
Xiaoran melangkah maju, mengangkat pedangnya yang berkilau basah terkena embun laut. “Kalau begitu, aku akan menjawab tantangannya.”
Gelombang besar datang menerjang dermaga. Li Zhen menahan Xiumei agar tidak terhempas, sementara Bai He melompat ke udara, berubah ke wujud naga aslinya, sirip-siripnya berpendar biru.
“Kalau kau jatuh ke laut, jangan salahkan aku kalau kita bertemu lagi di perutnya!” teriak Bai He pada Yue Lan.
“Aku? Aku yang bisa terbang! Kau itu yang harus hati-hati, belut besar!” balas Yue Lan sambil mengeluarkan semburan api ke arah riak gelap yang mencoba melahap dermaga.
Pusaran air semakin cepat, dan dari bawah, tentakel hitam mulai keluar, mencoba meraih siapa pun yang berdiri terlalu dekat. Lan’er menjerit saat salah satu tentakel hampir menyentuhnya, tapi Li Xiaoran memotongnya dengan satu tebasan, air asin memercik ke wajahnya.
Cahaya biru mulai mengalir dari tanda sumpah di lengannya. Laut di sekitar Hai Mo ikut beriak, seperti mulai tunduk pada perintahnya. Makhluk itu mengangkat kepalanya, mengamati dan untuk sesaat, ia berhenti menyerang.
Namun, dari tepi desa, suara langkah tergesa terdengar. Beberapa pria berpakaian hitam muncul, membawa jaring besar berlapis jimat.
Li Zhen menoleh tajam. “Itu… jebakan ganda. Mereka tidak hanya memancing adikku, tapi juga ingin menangkap Hai Mo.”
Xiaoran memandang mereka, lalu pada makhluk laut itu. “Kalau begitu… kita berdua punya musuh yang sama malam ini.”
Shui Ying tertawa lirih di dalam pikirannya. “Akhirnya… kau mulai mengerti.”
Bersambung
semangat Xiaoran dan yang lain...
semangat kak author dan sehat selalu