NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Janji Zara

“Neng cepat sekali memakainya. Sampai-sampai Aa tidak menyadari kalau sudah selesai. Seperti sulap.”

“Aa ada-ada saja. Beginilah Seorang atlet kalau sedang ganti baju. Apalagi saat di lapangan.”

“Saat di lapangan?”

“Di hadapan orang banyak?”

“Ya.”

“Apa nggak malu?”

“Kan ada teman-teman Neng yang melindungi.”

Zayn terdiam dan melongo, dia tak mengira bahwasanya dunia olahraga bagi wanita agak sedikit ribet. Sebagai contohnya seperti apa yang dialami oleh istrinya.

Tapi kalau sudah hobinya mau apa lagi. Pasti ada jalan untuk menyelesaikannya. Seperti yang dilakukan oleh Zara. Walaupun secara hati sebagai suami, dia keberatan. Soalnya tak ada jaminan kalau ada yang mengintip. Malu kan?

Apalagi nanti di hadapan yang maha kuasa dia harus bertanggung jawab atas kelalaiannya dalam mendidik istrinya untuk beragama dengan baik.

Kalau laki-laki mah bebas. Auratnya sangat terbatas. Sehingga mau berselebrasi yang aneh-aneh, tak masalah. Seperti yang biasa dia saksikan pada saat permainan sepak bola. Yang sampai melepas baju dan dilempar kepada penonton.

Sebenarnya dia tidak anti dengan olahraga apa pun untuk wanita. Apa pun itu. Mau voli sampai angkat besi. Mau berenang sampai para layang. Mau mendaki sampai bermain tenis seperti yang dilakukan oleh istrinya saat ini.

Bahkan dia pernah berpikiran untuk menjadikan santri-santrinya menyukai olahraga. Tak ada larangan kan bahwasanya seorang hafiz Hafizah juga seorang olahragawan olahragawati. Tubuh bisa sehat, kuat dan siapa tahu bisa mengharumkan nama bangsa.

“Ayo kita pergi.”

Mereka berjalan beriringan dalam diam. Zahra menjadi tidak enak hati. Apakah perkataannya telah menyinggung Zayn sehingga Zayn mendiamkannya. Atau mungkin Zayn cemburu.

“Aa Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Neng juga tahu malu kok. Jadi Neng melakukan itu tentu dengan perhitungan kalau tempat itu aman dan amat mendesak.”

Zayn tersenyum.

“Aa percaya pada neng. Aa tahu Neng sudah besar, tentu bisa memutuskan apa pun yang terbaik untuk Neng.”

“Apakah Aa cemburu?”

“Saat itu, tentu saja Aa tidak cemburu. Tapi sekarang boleh kan Aa cemburu? Neng kan sudah jadi istri Aa.”

Bluusss...rona wajah Zara seketika memerah.  Mesti tahu bahwa perkataan Zayn adalah sebuah rayuan, tapi dia tidak memungkiri kalau kata-kata itu telah menjadikan dirinya tersanjung. Dan membuat benih-benih cintanya tumbuh semakin dalam.

Ada rasa dalam dirinya yang membimbingnya untuk percaya bahwa perkataan suaminya adalah benar. Wajib bagi dirinya untuk memenuhi harapan suaminya dengan melakukan perbuatan tersebut secara sadar. Baik soal pakaian, tata krama dan lain sebagainya.

Saat mengeluarkan motor mereka bertemu dengan Umi Sofia.

“Kalian mau ke mana?” tanyanya sambil menyingcingkan mata. Dia terlihat kurang suka dengan penampilan Zara.

Zara menjadi agak segan dan malu.

“Mau nganterin Zara latihan tenis, Umi,” jawab Zayn.

“Loh, kamu belum berhenti dari olahraga apa itu?” tanya Umi Shofia.

 Zara semakin diam dan sedih.

“Ya harus latihan, Umi. Minggu depan Zara kan mau tanding.”

Mendengar hal itu, Umi Shofia seketika membuang muka. Seakan tak mengizinkan Zahra untuk bermain tenis lagi.

Zara sangat sedih. Tapi tak mungkin bagi dirinya untuk mengundurkan diri. Apalagi dia turun dalam kelompok ganda campuran.

Yang tentu saja keputusan itu akan membuat kecewa semua orang. Pasangannya, pelatihnya dan juga timnya. Bisa-bisa dana pembinaan yang selama ini mereka terima akan terpotong gara-gara keputusan nya yang sepihak.

Zara memberanikan diri untuk minta izin pada Umi Shofia.

“Umi, Zara pergi ya.” Kata  Zara sambil memohon.

“Keputusan bukan di tangan Umi, tapi di tangan suamimu. Kalau suamimu mengizinkan tidak apa-apa tapi kalau suamimu tidak mengizinkan tanggung risikonya.”

Sambil berkata demikian, Umi Shofia memandang Zayn dengan tajam seakan mengintimidasinya.

 Zara yang tak ingin terjadi pertengkaran di antara anak dan ibu, segera mengambil sikap.

“Umi. Izinkan Zara untuk menyelesaikan ini dengan baik sampai pertandingan. Setelah pertandingan, insya Allah Zara akan mundur. Dan fokus mengabdi pada suami Zara.”

“Baguslah kalau gitu. Umi pegang janjimu.” Umi Shofia pun meninggalkan mereka.

“Maafkan Umi, Neng!” kata Zayn.

“Neng mengerti, Aa Gus.”

“Terima kasih Neng atas pengertiannya.”

“Tak apa-apa.”

Zayn lega. Untuk sementara persoalan ini bisa Ia abaikan dulu. Nanti setelah Zara menyelesaikan latihannya, bisa dibahas lagi.  

Waktu terus berjalan. Dia khawatir Zara akan terlambat di tempat latihan. Apalagi mereka harus mampir dulu ke toko untuk membeli baju olahraga.

Dia pun menghidupkan mesin motornya.

“Ayo Neng!” ajak Zain dengan isyarat kepala.

Tanpa ragu, Zara duduk di belakangnya dengan kaki mengangkang seperti menaiki kuda.

“Nggak takut jatuh?”

Eee... Zara tampak ragu. Dia tahu apa yang diinginkan oleh suaminya. Tapi untuk melakukannya saat ini dia malu. Apalagi beberapa santri tampak memperhatikan mereka.

“Jangan salahkan Aa kalau nanti Neng jatuh, lho.”

Zara mendapatkan provokasi seperti itu, membuat dirinya tertantang. Dia segera melingkarkan kedua tangannya di pinggang suaminya. Bodoh amat dengan para santri yang sedang memperhatikan mereka.

“Nah, begitu kan lebih baik,” kata Zayn.

Zara tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Tubuh mereka sangat berdekatan. Posisi seperti itu membuat jantungnya dag dig dug.

“Sudah?” tanya Gus Zayn.

“Sudah.” jawab Zara dengan mengerucutkan bibirnya.

Motor Zayn pun perlahan-lahan meninggalkan pekarangan rumahnya. Berapa pasang mata tampak terbelalak. Melihat Gus Zayn membonceng Zara Dengan cara seperti itu. Banyak yang iri melihat kemesraan mereka.

“Wah, Gus Zayn.” gumam mereka antara iri dan sakit hati. Karena tidak ada seorang pun di antara mereka yang terpilih menjadi pendamping Gus Zayn.

Begitu masuk ke jalan raya,  Zayn menambah kecepatan motornya. Agar dapat segera tiba di toko yang menjual baju yang mereka tuju.

Alhamdulillah tak sampai 10 menit mereka telah tiba. Keduanya segera masuk ke toko dan memilih baju yang sesuai dengan Zara.

Zara orangnya simple. Tidak mau ribet dalam segala urusan. Begitu masuk ke toko Dia segera menuju jajaran rak baju olahraga. Dia segera mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk dia pergunakan di lapangan tenis.

“Mbak mencari apa?” tanya seorang gadis penjaga toko.

“Ada baju olahraga untuk tenis lapangan?” tanya Zara.

Dia langsung membawa Zara ke rak yang dimaksud. Sebuah barisan pakaian tenis lapangan yang biasa dipakai. Terbuka dan minim.

“Bukan yang begini yang ku maksud. Aku mau baju olahraga tenis untuk muslimah berhijab,” kata Zara.

“Kan tinggal pakai logging dan stocking tangan, Mbak.”

 Zara mendengus kesal. Itu memang simple. Tapi kalau dia memakai baju yang disebutkan gadis tadi sepertinya bukan selera suaminya.

“Kalau begitu training biasa saja,  Mbak,” kata Zara.

“Kalau itu di sana, Mbak,” jawab gadis penjaga toko. Dia segera membawa ke tempat yang diminta.

Zara segera mengambil setelan yang dia mau lalu membawanya ke ruang ganti.

Begitu keluar dia segera menemui Zain dan berlenggak-lenggok di depannya.

“Bagaimana Aa Gus, bagus tidak?”

“Bagus dan cantik.”

Hehehe...dipuji suami, bikin jantung ini berdebar, deh.

Zayn segera melakukan pembayaran. Lalu mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke tempat latihan.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!