NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34. Negosiasi di Antara Cahaya Mithril (1).

Bab 34. Negosiasi di Antara Cahaya Mithril (1).

Langit senja menyapu Lembah Lethe dengan sapuan kuas raksasa berwarna jingga tembaga dan ungu kerajaan. Lupharion terbang dengan anggun di bawah awan yang bergerak lambat, membawa Jeno Urias dan Tim Serigala Pemburu kembali menuju gua raksasa yang telah menjadi saksi bisu pertempuran epik mereka.

Gua itu bagaikan harta karun yang terlupakan waktu. Dinding-dindingnya dipenuhi urat-urat Mithril yang berkilau dengan cahaya perak kebiruan, seakan urat nadi dunia sendiri berdenyut dengan kehidupan magis. Logam langka yang konon hanya bisa ditempa oleh nyala api naga dan sihir tingkat dewa, adalah material yang membuat para raja rela berperang dan para pedagang menjual jiwa mereka.

Suku Dwarf, dengan tubuh pendek namun otot baja dan keahlian menempa yang legendaris, menganggap Mithril sebagai hadiah suci dari para leluhur. Mereka adalah master smelting terhebat di seluruh Atherion, mampu mengubah logam mentah menjadi senjata dan peralatan yang melampaui batas imajinasi manusia biasa.

Cahaya lembut yang terpancar dari urat-urat Mithril menciptakan pola-pola geometris yang memukau, seperti tulisan kuno para dewa yang tersembunyi di dalam batu. Setiap kilatan cahaya menggoda mata, membisikkan janji-janji kekayaan tak terbatas kepada siapa pun yang memiliki keberanian untuk mengambilnya.

Kael dan Toma bergerak dengan efisiensi tinggi, memetakan setiap sudut gua yang kaya akan sumber daya dengan mata terlatih seorang penjelajah veteran. Mereka mencatat lokasi vena Mithril terbesar, mengukur kedalaman deposit, dan menghitung estimasi nilai yang bisa mereka ekstrak.

Di mulut gua, Doru dan Ren bekerja sama menyiapkan perkemahan sederhana namun strategis. Api unggun menyala hangat, peralatan masak tersusun rapi, dan kasur guling diatur dalam formasi yang memungkinkan mereka bereaksi cepat terhadap ancaman dari segala arah.

Rinka, dengan kelincahan seorang Darewolf dan keanggunan yang tak pernah luntur meski di medan berbahaya, bergerak gesit di samping Jeno. Tangan mungilnya yang terampil menggali potongan-potongan Mithril Core: kristal murni yang merupakan jantung dari deposit logam mulia ini. Setiap potongan yang berhasil ia ekstrak langsung disimpan dalam Kantong Dimensinya dengan hati-hati, seolah menyimpan permata tak ternilai.

Lupharion berdiri megah di tepi tebing dalam gua, siluetnya yang gagah terbingkai oleh cahaya senja yang masuk melalui celah-celah batu. Mata naga kuno itu memindai cakrawala dengan kewaspadaan yang tak pernah surut, telinga runcing menangkap setiap bisikan angin yang membawa berita dari dunia luar.

Udara di dalam gua dipenuhi aroma kompleks, campuran antara sihir murni yang berkilau, logam panas yang baru ditempa, dan kekuatan primordial yang masih tertinggal dari pertempuran sebelumnya.

Tiba-tiba, sebuah lingkaran sihir teleportasi muncul di tengah lorong gua dengan kilatan cahaya biru elektrik yang menyilaukan. simbol sihir kuno berputar dengan indah di udara sebelum menghilang, meninggalkan jejak energi magis yang berdesir di sekitar area tersebut.

Kemudian terdengar suara langkah kaki yang bergaung dari lorong sempit di belakang gua, derap sepatu yang teratur namun berhati-hati, menggema di antara dinding-dinding batu dengan ritme yang menunjukkan keraguan dan tekad yang bercampur aduk.

Jeno tidak berpaling dari pekerjaannya menggali Mithril. Tanpa mengangkat kepala, tanpa menghentikan gerakan tangannya, ia sudah tahu persis siapa yang datang. Bahkan sebelum suara sepatu baja itu menyentuh lantai batu, ia tahu karena Angelina asisten sistemnya memberitahukan kehadiran mereka.

Amelia Silverleaf muncul pertama kali dari kegelapan lorong, jubah penyihirnya kini sudah diperbaiki dengan sihir restorasi tingkat tinggi, setiap robekan telah hilang tanpa bekas, luka-lukanya disembuhkan oleh sihir Healing. Namun meski pakaiannya terlihat sempurna, matanya menunjukkan jejak kelelahan dan kecemasan yang dalam.

Di belakangnya, Putri Eleanor berjalan dengan langkah perlahan namun tetap menjaga postur kerajaan. Meski luka di wajahnya telah disembuhkan dengan sihir penyembuhan, masih ada bayang-bayang keraguan di mata biru safirnya. Sir Kaiden dan Lady Mireille mengapitnya seperti dua menara penjaga, wajah kedua Kesatria Suci itu masih menyimpan luka-luka pertempuran yang belum sepenuhnya pulih, merupakan bukti nyata dari pertarungan melawan Skorax Wyvern yang hampir merenggut nyawa mereka.

Mereka semua datang dengan ekspresi yang terkontrol dengan susah payah, namun ketegangan yang menggantung di udara begitu kental hingga bisa dipotong dengan pisau. Setiap langkah mereka menyiratkan campuran antara harapan dan ketakutan, harapan untuk mendapatkan kekuatan yang mereka butuhkan, dan ketakutan terhadap konsekuensi dari penolakan.

"Jeno Urias," panggil Amelia dengan suara yang dipaksakan tenang, meski gemetar halus masih terdengar di dalamnya. "Kami tidak datang untuk mencari masalah... Kami datang untuk berbicara."

Luna Urias melangkah masuk ke gua karena kehadiran bangsawan yang tidak tahu malu. Cahaya yang keluar dari tubuhnya mengubah bentuk Lupharion yang majestik, menjadi gadis muda dengan mata biru sejernih lautan, dan rambut perak panjang yang berkibar seperti benang sutra di angin malam.

Wajahnya datar dan ekspresif, tidak menunjukkan sedikit pun keramahan atau permusuhan, hanya perhitungan dingin seorang predator kuno yang mengevaluasi ancaman potensial.

"Aku telah menghitung setiap detik sejak kami meninggalkan kalian di bawah," ucap Luna dengan nada datar yang mengejutkan para bangsawan.

Suaranya seperti es yang mengalir indah namun mematikan. "Kalian datang lebih cepat dari yang kubayangkan. Apa karena kalian akhirnya menyadari bahwa kerajaan kalian yang begitu diagungkan itu membutuhkan kekuatan Jeno untuk mempertahankan kekuasaan?"

Amelia menelan ludah dengan susah payah, kerongkongannya terasa kering. "Kami datang bukan karena ketakutan buta atau keputusasaan. Kami datang karena kesadaran... hmm... kesadaran pahit bahwa jika kami ingin bertahan menghadapi invasi Faksi Kegelapan yang semakin menguat, kami membutuhkan seseorang yang kuat seperti Jeno."

Putri Eleanor melangkah ke depan dengan gerakan yang penuh perhitungan, mengangkat tangan untuk menghentikan Amelia dengan anggukan kepala yang tegas. "Izinkan aku yang berbicara. Ini adalah tanggung jawabku sebagai pewaris tahta."

Ia menatap punggung Jeno yang masih fokus menggali Mithril, pria itu yang tampak acuh namun setiap garis tubuhnya menunjukkan kewaspadaan tinggi, telinga yang menangkap setiap kata meski matanya tidak beralih dari pekerjaannya.

"Jeno Urias," katanya dengan suara yang jernih dan tegas, namun tanpa arogansi yang pernah mewarnai ucapannya sebelumnya. "Aku, Eleanor Cedric Guinevere, pewaris sah Kerajaan Lumina dan Paladin ke-7 dari garis darah suci Raja Cedric, datang untuk... memintamu."

Ia berhenti sejenak, menelan kebanggaan yang selama ini menjadi bagian dari identitasnya. "Bukan memerintahkanmu seperti seorang raja kepada rakyatnya, bukan mendesakmu seperti majikan kepada budaknya, tapi memintamu sebagai sesama pejuang... untuk bekerja sama menghadapi ancaman yang lebih besar dari ego kita semua."

Tim Serigala Pemburu yang sedang sibuk memanen Mithril tiba-tiba berhenti serentak. Kael menoleh dengan gerakan perlahan yang diperhitungkan, mata coklatnya menyipit mengevaluasi situasi.

Toma bersiul pendek, nada yang bagi mereka yang mengenalnya mengandung arti 'ini akan menarik'. Rinka meletakkan alat galiannya dan menyipitkan mata, insting Darewolf-nya langsung waspada terhadap perubahan dinamika kekuatan kekuasaan yang sebentar lagi akan terjadi.

1
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!