"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Mau membunuh suamimu?
Bab 16 Mau membunuh suamimu?
Azzam kini sudah di pindahkan kembali ke ruang kamar inap. Wajahnya hampir di penuhi perban, tangannya patah. Serta terdapat bekas luka di sekujur tubuhnya yang tidak menggunakan pakaian.
Kedua orangtuanya tragis melihat hal itu. Termasuk Naya sendiri sampai menutup mulut. Ilham benar-benar melakukan semua ini pada Azzam. Naya tidak habis pikir dengan semua ini.
Pak Yusuf dan Ibu Mazaya menatap putra mereka yang belum siuman akibat efek bius. Naya hanya menahan tangis melihat semua ini.
'Dia benar-benar keterlaluan.' batin Naya tak terima.
Keesokan harinya di kampus.
Naya berjalan dengan langkah cepat, matanya berkilat-kilat menahan amarah. Ia masuk ke ruangan Dosen. Ia masuk dan langsung menuju meja Ilham. Pria itu sedang duduk disana menatap laptop penuh dengan foto dirinya.
'Dia sinting!'
Naya mengebrak meja tersebut begitu keras, Ilham sedikit tersentak kaget. Naya memberikan tatapan tajam pada pria di sampingnya. Dan kemudian langsung pergi.
Sikap Naya tersebut langsung menjadi perhatian beberapa Dosen di dalam ruangan tersebut. Namun, ia tak peduli. Mata Ilham tertuju pada secarik kertas di mejanya. Ia lalu membukanya, ia tersenyum menyeringai dengan penuh bahagia. Ia langsung beranjak dari kursinya.
TEMUI AKU DI GUDANG KAMPUS BELAKANG PERPUSTAKAAN.
Begitulah isi pesan yang tertulis di secarik kertas tersebut.
Ilham berjalan dengan santainya menuju tempat yang dimaksudkan oleh Naya barusan. Seolah ia tidak ada beban sama sekali di pundaknya.
Tak lama, ia pun tiba di lokasi yang dimaksudkan oleh Naya tadi.
"DASAR COWOK GILA, AKU HARAP KAMU MATI!" tiba-tiba ia langsung terpojok di dinding saat sebuah pisau cutter mengarah pada dirinya.
Ilham semakin tersenyum, saat mengetahui siapa yang memengang pisau cutter tersebut.
Naya.
Naya si perempuan biasa, kini nampak sedikit gemetar dengan tangan yang memegang pisau. Sorot matanya begitu tajam sekali menatap Ilham. Ada rasa benci, jijik dan amarah yang menjadi satu.
"Ahh, ternyata istriku sedang marah, ya..."bukanya takut Ilham kelihatan sangat santai.
"KENAPA KAMU MENGGANGGU AZZAM , APA BELUM CUKUP SUDAH MENGHANCURKAN HIDUPKU, HAH?!" teriak Naya, ia begitu terlihat sangat putus asa sekali.
"KENAPA KAMU TEGA MELAKUKAN ITU PADA AZZAM, HAH?! DIA SALAH APA PADAMU DOSEN GILA!" Naya sudah tidak tahan lagi, ia mulai mengeluarkan kekesalan dalam hatinya.
"Aku sedih kamu membelanya ketimbang aku." lirih Ilham memasang mimik wajah sedih. namun, sangat menjijikan di mata Naya
Ia semakin menyodorkan pisau tajam tersebut tepat ke leher Ilham. Ilham hanya bisa menempelkan dirinya di dinding yang masih berbentuk bata tersebut.
Ilham masih memasang senyum sinisnya, "Kamu makin cantik dan sexy jika sedang marah begini. Aku suka dan tertantang." goda Ilham yang semakin membuat Naya jadi jijik.
"Aku gak lagi main-main, Ilham!" kesal Naya semakin mendekatkan ujung pisau tersebut, hingga menusuk sedikit kulit Ilham.
"Akh!"ringis Ilham.
Setetes darah terjatuh ke tanah yang Naya sontak kaget, tangannya mulai sedikit bergetar. Rasa takut mulai menyeruak kedalam hatinya. Ia merasa keringat dingin dibalik cadar yang menutupi wajahnya tersebut.
Wajah Ilham yang semula santai kini berubah menjadi cemas. Matanya mulai melebar, keningnya berkerut, bahkan wajahnya nampak pucat.
"Baik, Naya. Kamu menang sekarang, aku menyesal. Jangan lakukan ini." Ilham mulai mengiba dengan mata berkaca-kaca.
Apakah ia berhasil?
Napas Naya nampak naik turun, ia begitu takut. Jangankan membunuh manusia, membunuh semut saja ia tak tega. Ia perlahan mulai menurunkan pisau tersebut.
Srek!
Tiba-tiba Ilham menarik cadar tersebut. Naya sontak kaget.
"Hahahaha..." Ilham tiba-tiba tertawa mengejek.
"Apa kamu mau membunuh suamimu ini, heh?!" tanya Ilham lagi dengan mata melotot tajam menatap Naya. Wajah liciknya kembali lagi.
Ilham sedang mempermainkan dirinya.
"Kenapa diam, hah?!" tantang Ilham kali ini sambil menyentuh tangan Naya yang masih menggenggam pisau tersebut.
Naya panik, ia pun mencoba menarik pisau tersebut. Namun, Ilham lebih kuat.
"Kenapa diam Nona Sanaya? Kau takut, ya?" tantang Ilham lagi yang malah mendekatkan pisau itu ke bawah dagunya. Disana sudah ada sedikit sayatan kecil tadi.
Naya tidak menyangka apa yang dilakukan oleh Ilham saat ini. Dia benar-benar sinting!
"Ayo kita lakukan dan akhiri semua ini. Bukankah kau ingin bebas dariku?" ujar Ilham seperti sebuah pilihan yang sulit dan tak akan mungkin ia lakukan.
"HENTIKAN ILHAM!" wajah Naya mulai pucat.
"Ayo lakukan saja, Naya. Aku tidak masalah kok...," ucap Ilham menarik pisau tersebut.
"Kau gila!"
Kini, terjadilah aksi tarik menarik. Hingga akhirnya, hal tak terduga terjadi.
Naya berdiri terpaku dengan mulut terbuka lebar. Ia merasakan sesuatu yang salah pada dirinya.
"Kamu hebat, Naya. Kamu memang istriku yang pemberani." ucap Ilham langsung jatuh ke tanah dengan perut penuh berlumuran darah.
Tangan Naya bergetar hebat dengan kedua tangan yang bersimbah darah. Rasa takut dan panik mulai merasuk kedalam dirinya saat melihat Ilham yang jatuh tak sadarkan diri.
"Tuan Ilham~" panggil dua orang pria dengan pakaian serba hitam yang tiba-tiba saja muncul.
Mereka langsung mengangkat tubuh Ilham yang sudah tak sadarkan diri.
Naya masih terpaku di tempat.
Sejak kapan mereka ada disini?
Apa mereka melihat semuanya? Begitulah pemikiran Naya saat ini.
"Nona tolong segera pergi dari sini dan segera cuci tangan anda." ucap salah satu dari mereka. Mereka langsung menghilang secepatnya sembari membawa tubuh Ilham yang tidak sadarkan diri.
Meninggalkan Naya yang kini sudah terjatuh lemas diatas tanah.
Airmatanya mulai turun.
"Nggak, aku bukan pembunuh. Nggak, aku bukan pembunuh!" kata-kata itu selalu saja terulang-ulang.
•••
Naya mencuci kedua tangannya di sebuah keran air yang berada di samping gudang tersebut. Tangannya gemetar hebat. Bayangan Ilham yang jatuh dengan perut berdarah terus menghantui dirinya.
"Ya Allah, aku bukan pembunuh." lirihnya lagi mencuci kedua tangannya dengan cepat. Ia pun mencuci wajahnya dan kemudian memakai cadarnya dengan cepat.
Ia dengan cepat meninggalkan tempat ini. Ia berjalan cepat melewati lorong kampus dengan mata cemas menatap kesana kemari. Berharap tidak ada yang melihat kejadian tadi.
Ia langsung masuk kedalam kelas, dan langsung duduk di kursinya.
"Kemana aja Nay?" tanya Hayu.
"Tadi, aku mules." bohong Naya mencoba menjawab dengan santai.
Hayu mengangguk paham saja. Naya kembali sibuk dengan pikirannya. Ia panik sekali.
"Guys, ada berita heboh. Kalian tau nggak, Pak Ilham ditusuk orang!" ujar seorang pria masuk kedalam kelas dengan begitu hebohnya menceritakan berita tersebut.
Naya yang mendengar itu juga semakin kaget. Seluruh kelas langsung heboh. Bahkan, satu kampus. Dosen tampan idola mereka kini dalam kondisi terluka parah.
"Siapa yang tusuk?" tanya mereka.
Satu kelas mulai bertanya-tanya dengan kebingungan.
'Gimana ini Ya Allah. Pasti dia bakalan ngelaporin aku ke polisi. Aku harus bagaimana?' batin Naya.
Suara lain pun muncul dalam benak Naya. 'Tenang, Nay. Ini bukan salahmu, jelas-jelas dia yang melakukan semua ini.'
Namun, meski begitu. Tetap saja hati Naya kini semakin tidak tenang. Ia begitu gelisah sekali.
Apa yang harus dia lakukan?
•••
Di Rumah Sakit
Azzam baru saja sadarkan diri. Ibu Mazaya yang kebetulan sedang menjaga dirinya sedang duduk disamping sembari berzikir.
"Naya~"
lirihnya begitu pelan sekali.
Ibu Mazaya tersentak senang karna putranya sudah siuman.
"Azzam~" ucap Ibu Mazaya dengan wajah cemas bercampur bahagia.
"Mana Naya, Ummi?" tanyanya dengan nada lemah.
"Dia sedang kuliah. Nanti dia akan kesini."
"Cepat tolong dia Ummi, Naya dalam bahaya..." Azzam mengatakannya dengan suara cemas.
"Tenang, Nak. Naya baik-baik saja." Ibu Mazaya mencoba menenangkan putranya yang nampak gelisah.
"Nggak, Ummi. Dia dalam bahaya, dia sudah kembali. Ilham sudah bebas dari penjara."
Ibu Mazaya kaget.
"Apa?!"
To be continue ...
aku tunggu up nya dari pagi maa Syaa Allah 🤭 sampai malam ini blm muncul 😁
kira-kira itu pak dosen gila ngapain krmh ibu Yanti 🤔