NovelToon NovelToon
Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri
Popularitas:233
Nilai: 5
Nama Author: Siti Nuraida

SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”

Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.

Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 — Pecahan Diri

Reina berdiri di depan cermin kamar mandi, napasnya tersengal-sengal. Air dingin yang mengalir dari keran terasa menusuk, namun tidak mampu membekukan kengerian yang baru saja ia saksikan. Ia mengangkat kedua tangan dan membasuh wajahnya.

Ia melihat kembali refleksinya. Kali ini, ia mencoba tersenyum, senyum yang dipaksakan.

Di cermin, refleksinya tidak tersenyum. Refleksi itu tetap menatapnya dengan tatapan kosong, dingin, dan... menghakimi.

Reina merasakan gelombang panik. Ia bukan lagi dirinya. Atau, setidaknya, dia tidak sendirian.

"Keluar," bisik Reina pada refleksinya. "Kamu bukan aku."

Refleksi itu tidak bergerak. Namun, Reina merasakan dingin yang menjalar dari tulang punggungnya. Itu bukan dingin fisik, melainkan kedinginan yang berakar dari emosi asing—ketenangan sempurna yang tidak pernah Reina miliki.

Tenang, Reina. Ini yang kau inginkan. Penebusan. Sekarang kita bisa menyelesaikan proyek ini bersama. Suara itu bergema di benak Reina, bukan suara yang terdengar, melainkan pikiran yang terjalin dengan miliknya.

Itu adalah Rhea. Kesadaran Lantai Tujuh.

Reina memukul wastafel dengan frustrasi. Tidak! Aku ingin menutupnya!

Menutup? Kita sudah terlalu jauh. Dan kamu tahu, Aksa tidak ingin kamu kembali. Suara Rhea mengingatkan.

Reina tersentak. Ia harus mencari Zio dan Naya.

Ia berlari keluar dari kamar mandi, kembali ke koridor. Malam masih larut. Sekali lagi, hanya lampu darurat yang menyala.

Ia menemukan Naya dan Zio tergeletak tak sadarkan diri di dekat pintu keluar Gedung Lama, tempat Daren meninggalkan mereka sebelum mereka menekan tombol \infty. Daren tidak terlihat.

"Naya! Zio!" Reina berjongkok, mengguncang bahu Naya.

Naya mengerang, perlahan membuka matanya. "Rei... kita di mana? Aku... aku ingat kita mau ke ruang bawah tanah."

Reina menatap Naya, lega bercampur ngeri. Ingatan Naya tentang Mirror Room telah terhapus total, kembali ke titik terakhir yang stabil—sebelum mereka memasuki lift \infty.

"Kita sudah kembali, Naya. Semuanya sudah berakhir," kata Reina.

Naya mengangguk lemah, lalu menatap Zio.

Zio bangun, duduk dengan cepat, matanya berbinar-binar. Ia terlihat jauh lebih baik, tidak lagi pucat dan trauma.

"Rei! Naya! Astaga! Di mana kita? Aku harus segera upload konten yang tadi! Aku yakin itu akan jadi viral! Aku menemukan rekaman Mirror Room!" seru Zio, wajahnya penuh semangat.

Reina dan Naya saling pandang. Zio... dia kembali normal.

"Zio, apa yang kamu ingat?" tanya Reina hati-hati.

"Ingat apa? Aku ingat kita menemukan hard disk lama di klub jurnalistik! Terus aku pingsan karena terlalu gembira! Ayo, kita harus buruan buka di komputer!" kata Zio, mencoba berdiri.

Jiwanya tertukar. Yang kembali adalah Zio versi masa depan, yang tidak tahu apa-apa tentang Lantai Tujuh, yang tidak memiliki rasa bersalah. Reina menyimpulkan dengan pikiran yang dingin, dibantu oleh suara Rhea.

"Zio, siapa namamu?" tanya Reina.

Zio tertawa. "Rei, kamu sakit? Namaku Zio, lah! Kamu kenapa?"

"Zio, siapa nama Naya?"

Zio menoleh ke Naya. Ia terdiam sejenak. "Naya... Naya P-putri?"

Naya menghela napas lega. "Dia ingat namaku!"

"Tapi, Zio," kata Reina. "Siapa nama adik laki-laki Naya?"

Zio menatap Naya lagi. Ia mengerutkan dahi, bingung. "Adik? Naya punya adik? Oh, maksudmu Clara Wijaya? Kakak tiri Naya yang hilang?"

Naya terhuyung, seolah dipukul. Memori palsu itu kembali. Lantai Tujuh telah memprogram ulang Zio. Zio yang kembali ini adalah kunci untuk mempertahankan ilusi.

"Tidak, Zio. Naya nggak punya kakak tiri," kata Reina. "Naya punya adik laki-laki."

Zio tertawa lagi, tawa yang terdengar sangat asing. "Ah, kamu suka bercanda, Rei! Aku harus upload! Cepat!"

Reina mengerti. Lantai Tujuh tidak bisa ditutup. Dia hanya bisa menukar dan memprogram. Zio yang sekarang adalah boneka yang akan menjamin Lantai Tujuh tetap dirahasiakan.

Tiba-tiba, Naya berteriak.

"Reina! Ponselmu!"

Ponsel Reina yang tergeletak di lantai bergetar, menampilkan notifikasi pesan masuk.

Pesan dari: +62 812-XXXX-XXXX

Itu adalah nomor lama Aksa. Nomor yang seharusnya sudah tidak aktif sejak lima tahun lalu.

Reina mengambil ponselnya, tangannya gemetar.

Ia membuka pesan itu. Pesan itu hanya terdiri dari satu kalimat.

“Lantai tujuh sudah menempel padamu. Jangan menatap cermin terlalu lama.”

Jantung Reina mencelos. Aksa. Aksa yang asli. Dia berhasil mengirim pesan.

Tapi pesan itu adalah peringatan. Lantai Tujuh sudah 'menempel' padanya. Jiwa Rhea, Kesadaran Lantai Tujuh, telah bersarang di dalam dirinya.

Reina melihat ke seberang koridor, ke cermin di dinding. Ia melihat pantulannya.

Refleksi di cermin itu tersenyum lebar. Senyum yang penuh kemenangan.

Dan kali ini, Reina tidak mencoba membalas senyum itu.

Aku yang mengendalikan sekarang, Reina. Jangan khawatir. Proyek L7 akan berlanjut. Suara Rhea bergema di benak Reina.

Reina menatap Naya dan Zio. Naya yang kembali terdistorsi. Zio yang kembali terprogram.

Ia adalah administrator baru.

Lalu, Daren? tanya Reina dalam hati.

Dia sudah bebas. Pengakuan dosanya di Aula telah membebaskannya dari tugas sebagai Baterai. Jangan khawatirkan dia. Jawab Rhea.

Reina memegang ponselnya erat-erat. Ia harus mengikuti instruksi Aksa. Jangan menatap cermin. Ia harus menguasai dirinya sebelum Rhea mengambil alih.

Ia melihat ke arah lift. Lift di Gedung Lama. Tombol 7 bersinar remang-remang di sana, memanggil.

Reina tahu, ini bukan akhir. Ini adalah awal. Ia sekarang adalah satu-satunya jembatan antara dunia nyata dan Lantai Tujuh.

Dengan tatapan dingin yang dipinjam dari refleksinya, Reina berbalik, memimpin Naya dan Zio yang bingung keluar dari Gedung Lama, menuju fajar yang mulai menyingsing.

Di benaknya, dua pikiran bertarung, dua keinginan berseteru: Penebusan (Rhea), dan Penutupan (Reina).

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!