NovelToon NovelToon
Harem Sang Putri

Harem Sang Putri

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa / Cinta Istana/Kuno / Satu wanita banyak pria
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: miaomiao26

Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.

Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.

Mati lagi?

Tidak, terima kasih!

Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!

Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Agenda Baru

Pagi itu aula utama Istana Fangsu sunyi.

Murong Chunhua duduk di dipan rendah berhias ukiran teratai. Rambutnya tergerai, wajah pucatnya semakin menegaskan keindahan yang bagai lukisan.

Seorang tabib tua berlutut di hadapannya.

Tangan keriput itu memegang pergelangan Chunhua, tetapi gemetar tak terkendali.

Dia bisa merasakan tatapan tajam Nona Su yang berdiri di samping putri, menekannya seperti tombak di tengkuk.

Tabib menelan ludah.

Biasanya ia bisa membaca nadi pasien hanya dalam sekejap, tetapi kali ini denyut sang putri begitu samar, nyaris tak terdeteksi.

Seolah tubuh wanita itu hanya bayangan yang terbuat dari kabut.

“Lama sekali.” Suara Chunhua terdengar lembut, tetapi dingin.

Tabib itu merasa tekanan yang lebih berat, tatapan Su Yin makin tajam.

Setelah tiga napas, tabib buru-buru melepaskan tangan Chunhua, lalu membungkuk. “Yang Mulia, udara ibu kota akhir-akhir ini sangat dingin. Tubuh Anda terkena angin. Hamba akan menuliskan resep obat untuk mengusir hawa dingin itu.”

Chunhua mengangguk dua kali. “Baik.”

Tabib segera merapikan alatnya dan bergegas pergi, seperti dikejar hantu. Namun, ketika membuka pintu, ia terperanjat. Seorang pria masuk dengan langkah mantap—Feng Jun.

Dia segera menghentikan langkahnya, menunduk dalam-dalam sambil mengangkat kotak obat.

“Hamba memberi hormat pada Tuan Feng,” ucapnya dengan nada penuh hormat, tapi tidak serendah suaranya saat memanggil Putri Agung.

Dia melihat bibir Feng Jun berwarna pucat, perban putih melilit lehernya, kemudian teringat perkataan rekannya beberapa hari lalu. Ia segera bergidik.

"Sang Putri, benar-benar tidak berbelas kasih. Sudah lebih dari satu minggu dan Tuan Feng masih terlihat setengah mati," batinnya.

Feng Jun menoleh sekilas, sorot matanya tenang. Ia mengangguk ringan, lalu melangkah pergi tanpa berkata banyak.

Setelahnya, dia bergegas keluar tanpa berani menoleh lagi.

“Yang Mulia, semoga Anda sehat pagi ini,” sapa Feng Jun.

Chunhua menatapnya penuh perhatian. “Duduklah. Bagaimana keadaanmu? Apakah lukamu sudah lebih baik?”

Senyum tipis muncul di bibir Feng Jun. “Terima kasih atas perhatian Yang Mulia. Hamba merasa jauh lebih baik.”

Chunhua dalam hati tak percaya. Luka seperti itu, bagaimana mungkin dia tidak tahu, tetapi dia hanya mengangguk.

“Apakah ada hal penting yang membuatmu datang ke sini alih-alih beristirahat?”

Feng Jun menunduk, lalu melirik kanan-kiri dengan raut waspada.

“Su Yin,” ucap Chunhua pelan.

Melayanglah perintah.

Tanpa perintah lugas, Su Yin tahu apapun informasi yang dibawa Feng Jun, tidak ada orang keempat yang boleh tahu.

Semua pelayan dan kasim segera dibubarkan. Aula itu menjadi senyap, hanya tersisa mereka bertiga.

Feng Jun baru berbicara setelah memastikan tak ada telinga lain.

“Yang Mulia, Tuan Liu mengirim kabar. Wakil Menteri Pekerjaan Umum akan segera mundur karena usia. Beliau bertanya, apakah Yang Mulia ingin mengirim seseorang untuk posisi itu?”

Kening Chunhua berkerut. "Tidak bisakah Murong Chunhua ini jadi Putri yang patuh? Bukankah menyenangkan jadi Putri kaya dan bebas bersenang-senang? Untuk apa mengotori diri dengan lumpur istana?" batinnya, muram.

Chunhua menghela napas dan bergumam, "sekarang aku yang harus membereskannya."

"Menurut Tuan Liu, Tuan Su bisa mengisi posisi ini," papar Feng Jun.

Chunhua menggeleng dua kali, tatapannya dingin. "Dia tidak bisa."

Dalam novel, kursi itu akhirnya akan dipegang Song Shicheng—pejabat muda yang terlihat netral, tetapi sebenarnya sejak lama loyal pada Kaisar. Jika ia melawan arus, cerita bisa berubah drastis.

Akan tetapi, kali ini, nama lain muncul: Menteri Su, pejabat dari Kementerian Pekerjaan.

Dia dianggap salah satu orang Chunhua, tetapi menurut ingatannya dari dalam novel, pria itu sebenarnya adalah mata-mata Ibu Suri.

Lebih buruk lagi, Menteri Su diam-diam punya hubungan dekat dengan Menteri Perang.

Seketika strategi terbentuk di kepala Chunhua.

“Balas Tuan Liu,” katanya tenang. “Katakan faksi kita mendukung Menteri Su di permukaan. Tapi diam-diam, pastikan posisi itu jatuh ke tangan Song Shicheng.”

Feng Jun mengangkat wajah, bingung. “Mengapa demikian, Yang Mulia?”

Chunhua tersenyum samar. "Karena tuan Su ini tidak bisa dipercaya."

Feng jun terlihat bingung

Chunhua melanjutkan, "Orang ini milik ibu suri dan berhubungan dekat dengan Menteri Chen."

Feng Jun mengernyit. "Apakah Yang Mulia ingin menggunakan taktik jabatan kosong?"

“Tuan Su masuk ke Faksi kita belum lama dan dengan sifat curiga Ibu Suri, menurutmu apa yang akan terjadi?”

 “Pertama,” Feng Jun menunduk, sorot matanya berkilat, “kedekatan Tuan Su dengan Tuan Chen akan membuat Ibu Suri langsung mengaitkan dorongan Yang Mulia sebagai bukti ia sudah benar-benar masuk ke faksi kita.”

Ia berhenti sebentar sebelum melanjutkan, suaranya lebih dalam.

“Kedua, karena hubungan itu pula, Ibu Suri tidak akan berhenti pada Tuan Su. Ia akan mencurigai loyalitas Menteri Chen.”

Chunhua tersenyum nakal, jemarinya terulur mengusap rambut Feng Jun yang menunduk.

“Jun’er memang sangat pintar,” bisiknya ringan.

Feng Jun terdiam sejenak. Telinganya memerah, tetapi ia tetap menunduk patuh.

“Jun’er… tidak sebaik Yang Mulia,” sahutnya lirih.

Chunhua terkekeh pelan.

Jemarinya bergeser, menyentuh dagu Feng Jun, mengangkatnya perlahan hingga mata mereka bertemu.

“Kalau begitu,” ucapnya dengan nada menggoda. “Tetaplah di sisiku, agar bisa terus belajar dari Putri ini.”

Jari Chunhua menelusuri leher Feng Jun.

Sejenak, ia merasa lapar, gigi taringnya terasa gatal, minta digunakan. Namun, ia menghela napas panjang, menekannya dalam-dalam.

Kebiasaan lama sulit dihilangkan.

Dia menjilat bibirnya perlahan, lalu menoleh. “Su Yin, siapkan hidangan.”

Feng Jun menunduk lebih dalam, menutupi rona merah yang belum surut di wajahnya. Ia menarik napas teratur sebelum berkata, “Yang Mulia, saya akan mengirim balasan untuk Tuan Liu.”

Tatapan Chunhua melembut, senyum samar melintas di bibirnya. “Pergilah.”

Feng Jun memberi hormat, lalu undur diri dengan langkah tenang, meninggalkan keheningan dan aroma dupa.

Chunhua memandangi punggungnya yang menghilang, kemudian menoleh pada pelayan yang drngan cekatan menyajikan makanan.

Manusia makan dengan cara ini....

Chunhua baru mengangkat sumpit, menelan suapan pertama.

Tiba-tiba—brak!

Pintu kamarnya terhempas terbuka tanpa izin. Tirai bergoyang, lampu minyak bergetar.

Beberapa pria melangkah masuk, napasnya terengah seolah datang dengan amarah yang mendidih. Tatapannya langsung terkunci pada Chunhua yang duduk sendirian di meja makan.

Wajah mereka penuh cemburu dan kecemasan.

“Yang Mulia!” seru salah satu, matanya merah karena cemburu. “Apakah benar rumah kita akan menambahkan Hua Zhen?”

Chunhua menurunkan sumpitnya perlahan, tatapannya tenang, tetapi cukup membuat udara mendingin. "Itu," katanya, "belum bisa dipastikan."

Seorang selir lain melangkah maju, wajahnya pucat, tetapi matanya penuh tekad. “Tolong jangan bawa dia masuk. Saya akan melayani Yang Mulia sebaik mungkin, apa pun yang Anda mau.”

“Jika memang Hua Zhen harus datang.” Suara lain menyusul dengan gugup, “izinkan saya menemani Yang Mulia malam ini.”

Suara-suara itu semakin riuh dan tumpang tindih. Mereka berebut bicara, seolah nasib mereka bergantung pada jawaban Chunhua.

Chunhua tidak bergerak. Hanya menatap mereka, dingin dan jauh.

Dalam hati, ia menuliskan agenda baru: membubarkan harem. Cukup tinggalkan Jing Zimo, Feng Jun, dan Lan Liang.

Sisanya? Tidak perlu.

Ketegangan itu terputus tiba-tiba saat seorang kasim berlari masuk. Ia jatuh berlutut, suara gemetar.

“Yang Mulia, Kaisar meminta anda memasuki istana.”

Keheningan jatuh. Semua selir saling berpandangan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!