NovelToon NovelToon
Lewat Semesta

Lewat Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia risti

Anara adalah siswi SMA berusia 18 tahun yang memiliki kehidupan biasa seperti pada umumnya. Dia cantik dan memiliki senyum yang manis. Hobinya adalah tersenyum karena ia suka sekali tersenyum. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan Fino, laki-laki dingin yang digosipkan sebagai pembawa sial. Dia adalah atlet panah hebat, tetapi suatu hari dia kehilangan kepercayaan dirinya dan mimpinya karena sebuah kejadian. Kehadiran Anara perlahan mengubah hidup Fino, membuatnya menemukan kembali arti keberanian, mimpi, dan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

“Itu…” suara Syafira melemah. Jemarinya menggenggam erat resleting tas di pangkuannya, seolah mencari pegangan agar tidak goyah. Pandangannya melirik ke arah jendela, menolak bertemu mata Anara maupun Bagas.

“Aku… seharusnya datang menemuinya,” lanjutnya pelan. “Tapi sesuatu terjadi. Sesuatu yang membuatku… nggak bisa lagi ada di samping Fino.”

Anara mencondongkan tubuh, suaranya gemetar. “Maksud kamu… apa, Syafira?”

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu terdengar seperti menyembunyikan sesuatu?”

Syafira menunduk, “Maaf… bukan aku nggak mau cerita. Aku nggak bisa kasih tau ini”

Keheningan merayap di antara mereka. Anara menelan ludah, hatinya diliputi rasa takut sekaligus penasaran. Sementara Bagas, rahangnya mengeras, jelas tidak puas dengan jawaban setengah itu.

“Kalau kamu benar-benar peduli sama Fino,” ucap Bagas datar, “setidaknya kasih kami petunjuk. Sedikit saja, supaya kami tahu harus mulai dari mana.”

Syafira mendongak, matanya yang semula basah kini berkilat dingin.

“Nggak semua hal bisa diceritain. Maaf, aku harus pergi.” kata Syafira tegas, setelah itu dia pergi begitu saja.

"Bagas, kamu kenapa si, Syafira jadi pergi." Kesel Anara karena Bagas membuat Syafira merasa tidak nyaman dan pergi. Padahal dia belum mendapatkan informasi yang bisa menjadi solusi

"Aku nggak ngerti Nar, aku muak tau. Fino, terus yang kamu perduliin kamu liat Syafira aja udah muak." Kesal bagas tak kalah. Pria itu bangkit dari tempat duduk pergi meninggalkan Anara begitu saja.

Anara terdiam ditempatnya, merasa bingung.

**

Esok hari disekolah, Anara tak henti-hentinya mendekati Fino tapi justru Fino selalu menghindari nya.

Siang itu, Anara melihat Fino yang sedang bersama pak Hadi.

"Fino, denger bapak dulu kamu nggak bisa gini, perlombaan sebentar lagi." Teriak pak Hadi namun Fino tetap melangkah pergi.

Anara mendekati pak Hadi yang tampak sedikit frustasi itu.

"Kenapa pak?"

"Fino Anara apa kamu nggak bisa membujuk nya? Dia tiba-tiba saja keluar dari club panah. Padahal olimpiade sebentar lagi, ini kesempatan buat dia."

"Apa?" Terkejut Anara.

"Olimpiade ini sangat penting Anara, kalau dia berhasil dia bisa menjadi atlet besar." Kata pak Hadi.

Tanpa berkata apapun anara segera berlari mengejar fino. Di lorong sekolah Anara meraih tangan Fino.

"Fino, kamu kenapa?"

"Lepasin Anara."katanya datar.

"Aku nggak akan lepasin sampe kamu jelasin apa yang terjadi? Kenapa kamu gini lagi?"

Fino menarik nafas nya.

"Olimpiade itu penting Fino, kalau kamu mundur kamu akan kehilangan mimpi' kamu... Kamu mau semua berakhir.... Kamu mau buat Mama kamu sed—"

"GUE BILANG LEPASIN!!" Bentar Fino. Pria itu menatap tajam ke arah Anara. "Lo nggak ngerti apapun."

Anara terdiam ditempatnya, dia membeku saat Fino membentak nya. Sementara Fino berbalik hendak pergi.

"Aku mengerti... Aku paham apa yang kamu rasain karena aku pernah diposisi itu... Saat nggak ada orang yang percaya sama kita." Ucap Anara.

"Tapi, kita berhak bahagia Fino."

Mendengar kata _"bahagia""_ membuat Fino berbalik kembali menatap Anara.

"Bahagia? Apa kata itu masih bisa buat gue setelah gue kehilangan semua dalam hidup gue, nyokap gue dan...."

"Syafira...kamu merasa bersalah karena dia?" Potong Anara.

Fino terdiam menatap Anara.

"Kenapa lo yakin karena Syafira."

"Karena dia teman pertama. Kamu berhenti dari memanah saat kebakaran itu juga menimpa Syafira. Aku rasa itu adalah kesimpulannya, kamu mulai nggak percaya diri dan menganggap diri kamu sepenuhnya pembawa sial. Padahal itu semua nggak bener." Kata Anara.

Anara melangkah perlahan mendekati Fino,

Anara menatap Fino dari jarak sedekat itu, suaranya pelan tapi mantap.

"Aku nggak tau apa yang sebenarnya terjadi hari itu… tapi aku yakin, kamu nggak salah, Fino. Kamu bukan pembawa sial."

Tatapan Fino bergetar.

Nar…" suara Fino pecah, hampir tak terdengar. "Kalau semua itu bener bukan salah gue, kenapa Syafira—" ia menghentikan kalimatnya, napasnya memburu. "Kenapa dia harus ngalamin semua itu? Kenapa harus di depan mata gue?"

Anara menggenggam pergelangan tangannya lebih erat. "Karena itu bukan takdir yang bisa kamu kendalikan. Kamu nggak bisa nyalahin diri kamu terus-terusan."

Namun Fino menggeleng keras, wajahnya menegang. "Lo nggak ngerti, Nar! Lo nggak ada di sana waktu semuanya terjadi! Lo nggak tau gimana rasanya… kehilangan kendali, dan lo nggak bisa nyelametin orang yang lo sayang!"

Anara terdiam, hatinya tersayat mendengar suara Fino yang penuh luka. Tapi ia tetap berdiri tegak di hadapan pria itu.

"Kalau kamu terus lari dari semua ini," ucap Anara lirih tapi tegas, "kamu bukan cuma kehilangan Syafira… kamu juga kehilangan diri kamu sendiri, Fin."

Fino terdiam menatap Anara lama sekali. Tiba-tiba bel sekolah berbunyi nyaring, memecah ketegangan di antara mereka. Fino buru-buru melepaskan genggaman Anara dan melangkah cepat menjauh, seakan takut kalau ia bertahan lebih lama, semua pertahanan yang ia bangun akan runtuh.

Anara baru saja hendak melangkah, hendak mengejar namun sebuah tangan menahan lengannya.

“Nar, tunggu.” Suara Bagas terdengar tenang, tapi matanya penuh keseriusan.

Anara menoleh, wajahnya gelisah. “Gas, aku harus nyusul Fino. Dia nggak boleh sendirian sekarang—”

Bagas menggeleng pelan, menatap Anara dengan sorot yang tegas. “Bukan sekarang. Kamu lihat sendiri, dia lagi penuh amarah sama dirinya. Kalau kamu maksa ikut, kamu justru bisa jadi pelampiasan emosinya.”

“Tapi—” suara Anara bergetar, hampir pecah oleh rasa khawatir.

Bagas menunduk sedikit, mencoba melembutkan nada suaranya. “Aku ngerti kamu sayang sama dia, Nar. Aku ngerti banget. Tapi percaya sama aku… kadang orang kayak Fino butuh ruang buat nyerna semuanya dulu. Kamu jangan paksa dia terima apa yang kamu kasih kalau dia belum siap.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!