Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Teman baru
Seminggu sejak kejadian itu, hari ini Alden dan Dania berjalan berdampingan melewati gang menuju pusat kota. Dania membantu Alden menjajakan dagangannya, meskipun Alden sempat menolak sebelumnya.
Tapi, karena Dania yang memaksa membuat Alden tidak tega. Akhirnya ia membiarkan gadis cantik itu membantunya.
"Kue-kue!" Teriak Dania yang lebih antusias sembari menawarkan kue Alden kepada orang-orang yang berlalu-lalang.
Alden hanya tersenyum tipis, Dania membuatnya memandang dunia dengan sudut pandang yang berbeda. Tidak lagi tentang kesedihan dan kekecewaan, tapi aura positif yang diberikan Dania membuatnya sedikit lebih bahagia.
Kehidupannya yang kelam, berubah dengan hadirnya Dania yang ceria. Mungkin beginilah rasanya memiliki teman bagi Alden.
"Mau istirahat dulu?" Ujar Alden, mengingat cuaca hari ini yang cukup terik. "Boleh," ujar Dania dengan seutas senyum.
Mereka berdua menepi, duduk di bawah sebuah pohon rindang. Angin berhembus lembut membuat rambut mereka bergoyang mengikuti arah mata angin.
"Aku gak bisa bayangkan gimana kamu setiap harinya menjual kue-kue ini, Alden." Ujar Dania.
"Kenapa?" tanya Alden singkat sambil mengernyitkan dahinya.
"Enggak kebayang aja kamu jualan di bawah terik matahari setiap hari. Kadang cuaca hujan juga. Tapi, semangat kamu gak pernah pudar." Jelas Dania.
Alden melempar batu kecil ke arah padang rumput, tatapan matanya mengikuti arah batu itu. "Ya, awalnya capek juga. Tapi lama-lama asyik juga kok."
"Setidaknya aku ingin menjadi berguna untuk ibuku." Lanjutnya.
Dania mengangguk perlahan, menurutnya Alden hanya mempunyai harapan untuk membahagiakan ibunya. Dania tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu Alden.
Dan ayahnya? Dania sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi dengan ayah Alden. Yang Dania tahu hanya tentang ibunya karena Alden hanya menceritakan tentang ibunya.
Dengan ragu-ragu, akhirnya Dania memberanikan diri untuk bertanya. "Alden, maaf... Kamu selalu bercerita tentang ibumu. Ayahmu, bagaimana?" Tanya Dania hati-hati.
Alden yang awalnya terlihat santai, kini ekspresi wajahnya berubah menjadi terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Dania akan bertanya tentang ayahnya.
Alden terdiam untuk beberapa saat. Helaan nafas panjang terdengar jelas darinya. Ia menatap Dania dengan serius.
"Ayahku, dia-"
"Dania!" seseorang memanggil Dania membuat Alden langsung menghentikan perkataannya. Ia langsung menoleh ke arah suara dan Dania juga melakukan hal yang sama.
"Eh, hai!" ujar Dania kepada gadis berambut sebahu itu. Alden hanya diam melihat interaksi kedua gadis itu.
"Lho, kamu belum pulang Dania? Aku kira kamu udah sampe rumah." ujar Rani, melihat Dania yang masih mengenakan seragam sekolahnya.
"Oh, belum hehe. Aku masih membantu Alden berjualan." ujar Dania dengan terkekeh kecil dan Rani langsung menoleh ke arah Alden yang baru ia sadari.
"Eh, maaf... Aku fokusnya sama Dania gak sadar ada kamu." ujar Rani kikuk. Ia kemudian mengulurkan tangannya ke arah Alden. "Aku Rani, salam kenal ya?"
Alden tersenyum dan mengambil tangan Rani untuk berjabat tangan. "Hai, aku Alden. Salam kenal juga."
"Kamu jualan apa, Alden?" tanya Rani penasaran dan melongok ke arah tangan Alden. "Oh, aku jualan kue-kue tradisional." ujar Alden, yang hanya diangguki singkat oleh Rani.
"Kamu cari aku, Ran?" tanya Dania kepada teman gadisnya itu. "Iya, Dania. Tadinya mau aku ajak temenin aku ke toko buku. Tapi kata Mama kamu, kamu belum pulang ada urusan katanya." jelas Rani.
"Eh ternyata urusannya sama cowok ganteng, mana gak pernah cerita lagi." lanjutnya sambil menaik-naikkan alisnya membuat Dania terkekeh sementara Alden merasa malu.
"Jangan gitu, Ran. Malu tuh si Alden nya." ujar Dania yang memahami reaksi Alden. "Aku sama Alden gak ada apa-apa kok, cuma temen aja. Aku bantuin Alden, kasihan dia jualan sendiri."
"Teman apa teman? Kalo jadian juga gapapa kok." ujar Rani dengan senyuman. Gadis itu memang suka ceplas-ceplos mengeluarkan apapun yang dipikirkannya.
Dania sudah terbiasa dengan sifat gadis itu, tapi Alden? Pemuda itu merasa malu karena memang pribadinya yang agak introver. Terlebih ia tak pernah bercanda dengan teman-teman sebayanya sebelumnya.
"Haha, maaf-maaf. Aku cuma bercanda," ujar Rani kemudian yang menyadari perubahan ekspresi Alden. Alden merasa sedikit lega, karena gadis itu hanya menanggapinya sebagai candaan.
"Jadi ke toko bukunya, Rani?" tanya Dania kemudian. "Belum, ini mau jalan ke sana. Mau ikut?" tawar Rani.
Dania sedikit bimbang, karena ia merasa tidak enak meninggalkan Alden begitu saja. Terlebih dia sendiri yang meminta untuk membantu Alden.
"Gak apa Dania, makasih udah bantuin aku." ujar Alden seolah mengerti apa yang dipikirkan Dania saat ini.
"Tapi, kamu bagaimana Alden?" ujar Dania tidak enak hati. "Aman, kamu temenin Rani aja. Sekali lagi makasih ya udah bantuin aku." ujar Alden dengan seutas senyum.
"Kamu mau ikut, Alden?" tanya Rani kemudian. "Gak apa. Aku masih harus menjajakan sisa kue-kue ini." jelas Alden.
"Gapapa, ikut aja yuk. Soal kuenya nanti aku juga bantuin deh," ujar Rani antusias.
Dania mengangguk perlahan, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Akhirnya ia menyetujui saran dari Rani. "Ada benarnya juga sih Alden. Nanti kami bantuin kamu setelah menemani Rani ke toko buku." ujar Dania kemudian dengan seutas senyum.
Alden memikirkan sejenak, lalu ia mengangguk setuju. "Ya udah, aku ikut. Terima kasih sebelumnya."
"Gak usah terima kasih, Alden. Kita teman sekarang." ujar Rani dengan seutas senyum.
Alden hanya tersenyum, ia merasa senang dianggap teman dengan temannya Dania. Sementara Dania, ia berbincang banyak dengan temannya itu. Terlebih mereka sama-sama anggota klub karya sastra.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
"Makasih ya udah bantuin aku jualan hari ini." ujar Alden kepada dua temannya itu ketika dagangannya sudah habis.
"Iya, sama-sama. Senang membantu kamu, Alden." ujar Dania dengan senyuman ceria.
"Sama-sama, makasih juga udah nemenin aku beli buku." jawab Rani sambil menunjukkan buku di tangannya.
Alden hanya tersenyum dan mengangguk singkat. Hari ini merasa melelahkan tapi juga sedikit santai dengan kebersamaannya bersama Dania dan juga Rani.
Rani, gadis berambut sebahu itu memiliki sifat yang ramah dan humoris, membuatnya cepat akrab dengan orang baru.
"Kami duluan ya, Alden." ujar Dania dan Rani serempak ketika melewati persimpangan jalan.
"Iya, sampai jumpa lagi." balas Alden dengan melambaikan tangannya dan dibalas lambaian juga dari keduanya.
Alden melanjutkan langkahnya menuju arah yang berbeda, melewati jalanan panjang menuju kontrakannya.
Setibanya di kontrakan, Alden merebahkan tubuhnya di atas sofa, ia benar-benar merasa lelah hari ini.
Ibunya belum pulang dari kedai kopinya, membuat kontrakannya terasa sunyi. Ibunya memiliki sebuah kedai kopi di pasar, tapi Alden lebih memilih untuk berjualan kue keliling.
Alden memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya, mencoba untuk menghilangkan rasa lelah hari ini.
Brakk!
Tiba-tiba suara pot bunga terjatuh di luar kontrakannya, membuat Alden terkejut. Alden langsung berlari keluar ketika melihat seseorang yang mencurigakan.
Alden mengejarnya, berusaha untuk menghentikan langkah orang itu. Tapi, Alden kehilangan jejak karena orang itu berlari sangat cepat.
"Itu tadi siapa ya? Kayak gak asing." batin Alden, sambil menelisik jauh memandangi ke kejauhan.
^^^Bersambung...^^^