Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Pembicaraan Melati dan Mas Kalingga tidak akan pernah benar-benar menemukan titik terang. Pasti akan selalu menemukan jalan buntu jika harus bicara tentang perasaan, anak-anak. Ada ego keduanya yang masih berperan sangat dominan, Melati bisa bertahan tapi dia enggan untuk melayani suaminya dengan alasan pikirannya sendiri.
Mas Kalingga tidak memaksa Melati untuk melayaninya asalkan Melati juga tidak memaksa memintanya untuk memberikan apa yang seharusnya di dapatkan istrinya yang lain.
Mas Kalingga sudah pulang ke kota setelah menginap satu malam dan tidur bersama anak-anaknya di rumah Ayah. Sesuai rencananya Melati akan lebih lama tinggal di sana karena dia harus bicara pada Sakura dan Lili mengenal kondisi di rumah mereka saat ini setelah ada Nini dan Viona tinggal juga di rumah itu.
Rencananya hari ini Melati akan bicara dengan kedua putrinya setelah sebelumnya dia bicara pada Ayah. Mau tidak mau, sakit tidak sakit lebih baik dia yang menyakiti kedua putrinya ketimbang orang lain.
"Kalian masih mau main di sawah tidak?," tanya Melati.
"Mau, Ma, Mama mau ke sawah?."
"Iya, ada tomat dan cabai yang di tanam Mbah Kakung dan sudah merah-merah. Bantu Mama memetiknya, mau tidak?."
"Mau, mau, Ma." Sakura dan Lili begitu serempak kompak menjawab ajakan Mamanya.
Mereka bertiga pun langsung berjalan menuju sawah sambil membawa bakul.
Kehidupan di desa memang selalu memiliki warna baru dalam hidupnya. Dia betah tinggal di sini, bertani dan berkebun seperti yang dilakukan dulu.
Sementara itu Mas Kalingga sudah tiba di kota, dia langsung pulang ke rumah di mana istri dan Ibunya sudah menunggu.
"Kerja apa sih, Mas? Kamu sampai tidak pulang segala. Melati dan anak-anaknya juga tidak pulang, apa kalian pergi bersama?," tuduh Viola saat Mas Kalingga sudah duduk bersama mereka.
"Ibu sangat marah jika itu benar kamu lakukan, Kalingga." Ibu memarahi putranya.
"Kalau benar aku bersama Melati dan anak-anak pun tidak ada masalah. Toh mereka keluargaku, anak dan istriku." Tetap dengan nada rendah, Mas Kalingga tidak mau terpancing Viola dan Ibunya.
"Tapi aku dan bayi kita butuh kamu, Mas." Rengeknya manja pada suaminya sambil bangkit lalu duduk di samping Mas Kalingga. Memegangi tangannya erat.
"Aku tidak ingin ingin bertengkar, tolong jangan ganggu aku. Aku lelah mau istirahat."
"Mas, aku masih mau bicara sama kamu."
Tapi Mas Kalingga tidak mempedulikan rengekan manja Viola, dia tetap berjalan menuju kamar tamu lalu menguncinya. Viola yang hendak protes pun hanya bisa menatap kesal pintu yang tertutup.
"Kira-kira ke mana perginya Melati dan anak-anaknya, Bu?."
"Ibu juga tidak tahu, Viola. Bisa saja mereka menginap di hotel, membeli rumah baru atau apartemen. Apa saja bisa dilakukan Melati."
"Kalau benar baguslah, rumah ini bisa menjadi milikku. Tapi..."
"Tapi apa, Viola?."
"Kalau Melati dan anak-anaknya tidak tinggal di sini berarti Mas Lingga pun tidak akan lagi tinggal di sini karena Mas Lingga pasti ikut dengan Melati."
Kemudian Viola mencoba menghubungi Melati tapi tidak ada respon, begitu juga dengan nomor telepon Sakura dan Lili yang tidak aktif.
Mereka yang dihubungi Viola sedang duduk di saung setelah memetik tomat dan cabai yang matang. Udaranya sangat segar dan menyejukkan tubuh.
"Ada yang mau Mama bicarakan dengan kalian," dengan perasaan campur aduk Melati membuka obrolan serius.
Mata Sakura dan Lili langsung tertuju pada Mamanya.
Namun Melati diam, mengamati ekspresi dari kedua anak perempuannya.
"Mama mau bicara apa?," tanya Sakura dengan mata menyipit karena silau sinar matahari.
"Kita akan pulang ke rumah. Tapi, di sana ada Nini dan Tante Viola juga. Kita akan berbagi rumah itu dengan mereka karena mereka adalah keluarga kita."
"Aku akan ikut di mana Mama tinggal, asalkan bersama Mama, Kak Lili dan Papa." Tanggapan Sakura sangat jauh dari ekspektasi Melati, anak kecil itu begitu tenang tanpa emosi dalam nada bicaranya.
Ada kesedihan yang tidak bisa di jelaskan Melati, hanya sanggup dirasakannya. Sakura yang paling menderita masih mau mendengarkannya.
"Bagaimana kalau kita tidak perlu kembali lagi ke rumah itu, Ma?. Atau aku tinggal di sini saja sama Mbah Kakung." Respon Lili beda lagi, anak itu menujukkan kemarahannya dari raut wajahnya.
"Kak Lili tidak kasihan pada Mama kalau tanpa Kakak. Aku juga mau selalu ada Kakak bersamaku. Jadi Kakak menurut saja apa kata, Mama."
"Kamu tidak tahu, Dek, Papa dan Tante Viola sudah menikah dan sekarang Tante Viola sedang hamil. Kita akan punya Adik dari Tante Viola, kamu tidak kasihan sama Mama kalau harus tinggal di sana?."
Lili tidak sengaja mendengar obrolan Mbah Kakung dan Mamanya sebelum mereka ada di saung ini.
Inti pokok dari obrolan telah dikatakan Lili dengan lantang dan penuh emosi serta kekecewaan, Melati sendiri pun masih merangkai kata untuk menemukan kalimat yang tepat dan baik untuk menyampaikan kebenaran pahit ini.
Nyatanya dia tidak setega itu menyakiti hati kedua anaknya tapi keadaan sendiri yang membuat mereka harus ikut merasakan sakitnya.
Wajah Sakura tanpa ekspresi, mata selalu menatap wajah cantik Mamanya.
"Sekarang aku tahu," Sakura mengingat lagi ciuman panas yang terjadi di depan lift hotel antara Papanya dan Tante Viola waktu itu.
"Apa yang kamu ketahui?," tanya Melati sambil membelai wajah Sakura.
"Yang baru saja Kak Lili katakan, Ma." Sakura masih belum mau jujur.
Hening, ketiga wanita beda usia itu tidak ada yang bicara. Mereka sibuk dengan luka hati masing-masing. Ketiganya sedang berjuang untuk tetap bertahan dan saling menguatkan walau tidak tahu pasti akan sanggup mampu bertahan sampai kapan dalam keadaan sulit ini.
🍁
Kebersamaan dan kebahagiaan Ayah selama beberapa hari ini bersama Melati dan kedua cucunya akan selalu menjadi penyemangatnya untuk tetap sehat. Supaya Ayah masih bisa melihat dan bertemu mereka lagi dalam keadaan sehat.
Hari ini Melati dan anak-anaknya harus kembali ke kota, tapi sebelum itu mereka berempat bicara dari hati ke hati. Ayah terus mendoakan dan menyemangati mereka semua, keadaan ini memang tidak mudah tapi tidak ada badai yang tidak berakhir.
"Aku akan sangat merindukan Mbah Kakung," Sakura begitu menempel pada Mbah Kakungnya. Menemukan sosok Papa yang bisa dimiliki seutuhnya.
"Aku juga," Lili ikut memeluk Mbah Kakung.
"Apalagi Mbah Kakung pasti kesepian lagi, lebih merindukan kalian."
Kemudian Sakura dan Lili segera menaiki mobil.
"Tutup mata dan telinga dari apapun yang menyakiti kamu dan anak-anak. Fokus saja pada tujuan utamamu untuk beribadah dan menjaga kebahagiaan anak-anak yang sebenarnya marah sekaligus sayang terhadap Papa mereka. Mereka masih sangat membutuhkanmu dan Kalingga."
"Iya, makanya aku mau bertahan tapi jangan pernah berhenti untuk selalu mendoakan kami." Tangis Melati yang berhari-hari di tahannya seketika pecah di dalam pelukan Ayah. Dia seorang anak yang membutuhkan doa dan dukungan orang tuanya.
Bersambung