NovelToon NovelToon
Dendam Di Balik Gaun Pengantin

Dendam Di Balik Gaun Pengantin

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Balas Dendam / CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: riniasyifa

Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.

Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.

Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.

Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?

Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!

Happy Reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Mentari pagi menyelinap masuk melalui jendela-jendela besar ruang latihan di mansion Damian, menerangi debu yang beterbangan di udara. Anya sudah berada di sana, mengenakan pakaian latihan serba hitam yang pas di tubuhnya.

Seminggu sudah berlalu sejak ia tinggal di mansion Damian, dan beberapa hari belakangan ia berusaha keras untuk menjaga jarak, membentengi diri dari pesona pria itu. Namun, hal itu tampaknya justru membuat Damian semakin tertarik, semakin penasaran pada Anya.

Ruang latihan kali ini tampak berbeda yang biasanya ia akan berlatih bela diri. Tapi kini di atas meja panjang, sudah berjejer berbagai macam senjata api: pistol, senapan serbu, bahkan beberapa jenis pisau taktis. Anya dengan susah payah menelan ludahnya, gugup.

Ia belum pernah menyentuh senjata api sebelumnya, apalagi menggunakannya. Tak pernah terbisik dalam hatinya untuk bisa belajar benda-benda berbahaya seperti ini, ia hanya ingin jadi desainer sukses di masa depan, sesuai cita-citanya. Namun kini takdir mengubah segalanya.

Damian memasuki ruangan dengan langkah tenang seperti biasanya. Ia mengenakan kaos polos berwarna abu-abu yang memperlihatkan otot-otot lengannya yang tak bisa di sembunyikan. Tatapannya tertuju pada Anya, dan senyum tipis menghiasi bibirnya.

"Selamat pagi, Anya," sapa Damian dengan suara lembut.

"Pagi," jawab Anya singkat, berusaha menjaga nada bicaranya tetap netral. Meskipun sebenarnya jantungnya sedang berdegup kencang di dalam sana.

"Hari ini kita akan belajar menggunakan senjata api," ujar Damian sambil menunjuk ke arah meja yang penuh dengan senjata.

"Kau tidak perlu takut. Aku akan membimbingmu langkah demi langkah." jelasnya lanjut, saat mendapati sikap gugup Anya yang tak bisa di sembunyikan.

Anya mengangguk, meskipun hatinya masih merasa ragu, dan gugup. Ia tidak yakin apakah ia siap untuk menggunakan senjata api. Ia tidak ingin menjadi seorang pembunuh. Namun, ia tahu bahwa ia harus belajar untuk melindungi dirinya sendiri.

Damian mengambil sebuah pistol dari atas meja dan menghampiri Anya. Ia menjelaskan bagian-bagian pistol dengan sabar, cara memegang yang benar, cara membidik, dan cara menembak dengan aman. Anya mendengarkan dengan seksama, berusaha menyerap semua informasi yang diberikan oleh Damian.

"Pertama, kau harus memastikan bahwa pistol itu tidak terisi," ujar Damian sambil menunjukkan cara memeriksa magasin.

"Kemudian, kau harus memegang pistol dengan kuat namun rileks. Jangan terlalu kaku, tapi juga jangan terlalu lemas." tambah Damian tegas.

Anya mengikuti instruksi Damian dengan hati-hati.

Anya merasa canggung memegang pistol di tangannya. Berat dan dinginnya logam itu membuatnya sedikit merinding.

"Bagus. Sekarang, bidik target di depanmu," perintah Damian. Ia berdiri di belakang Anya, membimbing tangannya dengan lembut. Jari-jari mereka bersentuhan, dan Anya merasakan sengatan aneh menjalar di seluruh tubuhnya.

"Fokus pada targetmu. Jangan biarkan pikiranmu terpecah. Bayangkan bahwa target itu adalah musuhmu," bisik Damian di telinga Anya. Suara berat Damian membuat bulu kuduk Anya meremang.

Anya mencoba memfokuskan pandangannya pada target yang berada di ujung ruangan. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia membayangkan wajah Revan di target itu, kebenciannya membara.

"Tarik pelatuk dengan lembut. Jangan tergesa-gesa," bisik Damian lagi. Anya menarik pelatuk dengan perlahan.

DOOR!

Suara letusan yang memekakkan telinga menggema di seluruh ruangan. Anya tersentak kaget, pistol di tangannya bergetar hebat. Peluru itu melesat dari target.

Damian terus memberikan arahan dengan sabar, Anya tak menyerah ia mencoba lagi dan lagi.

Namun nihil ia sama sekali belum bisa membidik target tepat sasaran.

"Sepertinya aku tidak ada bakat dalam hal ini!" ucap Anya merasa kecewa dan lelah.

Damian tersenyum tipis, "Ini hal yang wajar dalam latihan apa lagi ini hari pertama kamu, aku yakin jika kamu bisa meningkatkan kualitas fokusnya kamu bisa," ujar Damian memberi semangat.

Anya mengangguk ragu lalu kembali bersemangat kali ini ia benar-benar mencoba untuk fokus, ia harus bisa.

Anya sudah siap dengan senjata di tangannya siap membidik target di hadapannya.

"Kau siap?" tanya Damian memastikan.

Anya mengangguk pasti, lalu kembali fokus kedepan.

"Sekarang," instruksi Damian.

Anya menarik pelatuk dengan perlahan.

DOOR!

Peluru melesat cepat dengan tempat sasaran. Nafas anya tengah-tengahnya. Anya terkejut. Ia tidak menyangka bahwa ia bisa menembak dengan tepat.

"Bagus, Anya. Tembakan yang bagus," puji Damian. Senyum bangga menghiasi wajahnya.

Anya tersenyum tipis. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri. Ia telah berhasil melewati rasa takutnya dan melakukan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Sekarang, coba lagi," ujar Damian sambil memberikan pistol lain kepada Anya.

Anya terus berlatih menembak dengan berbagai macam senjata.

Ia belajar cara membidik dengan tepat, cara menembak dengan cepat, dan cara mengganti magasin dengan efisien. Damian terus membimbingnya dengan sabar dan telaten, memberikan pujian ketika Anya berhasil dan memberikan koreksi ketika Anya melakukan kesalahan.

Di sela-sela latihan, Anya mencuri-curi pandang ke arah Damian. Ia tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa tertarik pada pria itu. Damian begitu karismatik, begitu kuat, dan begitu misterius. Ia ingin tahu lebih banyak tentang Damian, tentang masa lalunya, tentang apa yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini.

Namun, Anya juga merasa takut. Ia takut jika ia terlalu dekat dengan Damian, ia akan kehilangan kendali. Ia takut jika ia membiarkan dirinya jatuh cinta pada pria itu, ia akan terluka.

Setelah beberapa jam berlatih, Anya merasa lelah dan berkeringat. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di sudut ruangan dan menghela napas panjang.

Damian menghampirinya dan memberikan sebotol air dingin.

"Kau hebat, Anya. Kau belajar dengan sangat cepat," ujar Damian sambil tersenyum.

"Terima kasih," jawab Anya singkat. Ia menerima botol air itu dan meneguknya dengan rakus.

"Kau punya potensi untuk menjadi apa pun yang kau inginkan," jawab Damian dengan tatapan yang intens.

"Kau memiliki kekuatan, keberanian, dan kecerdasan. Kau bisa melakukan apa saja jika kau mau." lanjutnya.

Anya terdiam sejenak. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Kata-kata Damian membuatnya merasa termotivasi, tetapi juga membuatnya merasa takut.

"Aku tidak tahu, Damian," ujar Anya akhirnya.

"Aku hanya ingin membalas dendam dan bebas dari Revan."

Damian menghela napas pelan. "Aku tahu, Anya. Tapi, balas dendam bukanlah segalanya. Kau harus memikirkan masa depanmu. Kau harus memikirkan apa yang ingin kau lakukan setelah kau membalas dendam."

"Kau tidak perlu memikirkannya sekarang," ujar Damian dengan lembut. "Kau punya waktu untuk mencari tahu apa yang kau inginkan. Yang terpenting adalah kau harus tetap kuat dan jangan menyerah." lanjut Damian.

Anya mengangguk. "Terima kasih, Damian," ujar Anya dengan tulus.

Damian tersenyum. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Anya dengan lembut. Anya merasakan sengatan aneh menjalar di seluruh tubuhnya.

"Jangan berterima kasih, Anya. Aku hanya ingin membantumu," ujar Damian dengan suara yang berbisik.

Anya menatap Damian dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan. Ia tidak tahu apa yang diinginkan Damian darinya. Ia tidak tahu apakah ia bisa mempercayai Damian.

Tiba-tiba, suara dering telepon memecah keheningan. Damian meraih ponselnya dengan cepat.

"Maaf, aku harus mengangkat telepon ini," ujar Damian. Ia berbalik dan berjalan menjauh dari Anya.

Anya berdiri dan berjalan menuju jendela. Ia menatap pemandangan di luar, mencoba menenangkan diri. Ia merasa bingung, takut, dan bersemangat pada saat yang bersamaan.

Sementara itu, Damian sedang berbicara di telepon dengan nada yang serius.

"Apa? Revan dibebaskan dengan jaminan?" tanya Damian dengan nada tidak percaya.

"Siapa yang berani menjaminnya?" Nada bicaranya berubah menjadi dingin.

# Bersambung ....

1
Rita
mulai penasaran yah
Rita
mengerti kekhawatiran Damian soalnya yg dihadapi berbahaya
Rita
lg bantuin nenek kakak Anya nya
Rita
untung ada yg nolong
Rita
milikmu tapi g dijaga layaknya pasangan yg disayang dicintai ini mlh bikin trauma
Apriyanti
lanjut thor 🙏
Apriyanti
lanjut thor 🙏😄
Apriyanti
knp gak lgsg kamu ungkapin aja Damian KLO kamu mencintai Anya,,biar Anya gak salah paham,, lanjut thor 🙏
Rita
semoga berhasil lolos
Rita
sdh ditraining
Rita
istri atau boneka
Rita
duh Van kerjaan mu marah2 mulu awas meledak
Rita
jgn takut Anya lawan
Rita
firasat itu
Marsya
penyesalan Revan sudah terlambat
Rita
kmu sdh terlalu menyakiti
Rita
hayoloh
Marsya
semangat Thor karyanya sangat menarik,
Rita
tinggal ungkapin aja drpd salah paham lagian rumah tangga Anya sdh salah dr awal
Rita
ternyata sdh lama suka /mengagumi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!