Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Pergi ke KUA
.
“Kamu libur berapa hari Nduk?” tanya Bu Ningsih saat mereka makan malam berdua.
“Gak tahu, Bu. Mungkin empat atau lima hari,” jawab Aya. “Kenapa, Bu?”
“Terus nanti pas hari raya pulang lagi gak?” Wajah Bu Ningsih berubah sendu. Membayangkan putrinya tidak ada di rumah pas hari raya. Lalu melihat keluarga lain berkumpul lengkap.
“In Syaa Allah, pulang lagi, Bu.” Aya menggenggam lembut tangan ibunya. “Ibu jangan khawatir ya. Jangan sedih. Karena sebenarnya kepulangan Aya kali ini, ada yang ingin Aya sampaikan sama Ibu.”
Aya menatap teduh wajah wanita yang menghadirkannya ke dunia. Wajah itu sudah semakin banyak dihiasi kerutan halus.
Bu Ningsih menatap putrinya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Nduk? Kok serius banget?" tanyanya.
Cahaya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Ibu, sebentar lagi Aya akan menikah," ucapnya. “Jadi, sebenarnya kepulangan Aya ini untuk meminta restu pada Ibu.”
Bu Ningsih terkejut mendengar berita itu. Matanya membulat, mulutnya terbuka lebar. "Menikah? Dengan siapa, Nduk?" tanyanya dengan nada tak percaya.
Cahaya tersenyum. "Dengan Tuan Muda Marcel, Bu," jawabnya.
"Tuan Muda Marcel?” Bu Ningsih semakin terkejut. “Maksud kamu, tuan muda yang waktu itu ikut membantu menyelesaikan masalah kita dengan Yuda? Bukankah dia putra dari majikanmu?" tanyanya memastikan.
Cahaya mengangguk. "Iya, Bu. Benar tuan muda Marcel yang itu.
Aya mencintai Tuan Muda Marcel, dan Tuan Muda Marcel juga mencintai Aya." jawabnya. “Kami saling mencintai, Bu. Restui kami, ya?”
Bu Ningsih terdiam sejenak. Ia merasa bahagia sekaligus tak percaya. Bahagia karena putrinya akan menikah dengan pria yang baik dan kaya raya. Tak percaya karena putrinya yang hanya seorang gadis desa bisa mendapatkan hati seorang tuan muda.
"Tapi, Nduk... Apa kamu yakin? Apa keluarga Tuan Muda Marcel merestui hubungan kalian?" tanya Bu Ningsih dengan nada khawatir.
Cahaya tersenyum meyakinkan. "Ibu tenang saja. Keluarga Tuan Muda Marcel sangat baik. Mereka semua menyayangi Aya, bahkan sudah menganggap Aya seperti putri mereka sendiri," jawabnya.
Bu Ningsih menghela napas lega. Ia merasa lega mendengar penjelasan putrinya. "Alhamdulillah, Nduk. Kalau begitu, Ibu ikut senang," ucapnya.
Cahaya memeluk ibunya erat. "Terima kasih, Ibu. Aya sangat bahagia," ucapnya.
"Iya, Nduk. Ibu juga sangat bahagia. Semoga pernikahanmu nanti lancar dan bahagia selalu," doa Bu Ningsih.
“Kalau begitu, kita ke rumah Pak Amin. Kita minta tolong beliau membantu mengurus apa saja yang kamu butuhkan. Karena kita tidak tahu apa saja yang harus kita urus,” ucap bu Ningsih ketika pelukan mereka terlepas.
Pak Amin yang dimaksud oleh bu Ningsih adalah salah seorang tetangga yang selama ini baik terhadap mereka. Pak Amin dan Bu Rahayu istrinya tidak pernah memandang mereka sebelah mata.
“Apa harus sekarang, Bu?”
“Sekarang juga tidak apa-apa. Kalau siang Pak Amin malah pergi ke kantor,” jawab bu Ningsih. Karena Pak Amin adalah salah seorang pegawai kelurahan.
Mereka berdua pun bersiap untuk pergi ke rumah Pak Amin.
“Assalamualaikum…” ucap mereka berdua sambil mengetuk pintu rumah Pak Amin.
“Waalaikumsalam.” Terdengar sahutan dari dalam.
Tak lama kemudian pintu terbuka.
“Lho, ada Bu Ningsih dan Mbak Aya?” Bu Rahayu berseru kaget. “Mari masuk Bu, Mbak Aya,” ucapnya mempersilakan.
“Terima kasih, Bu Rahayu. Maaf malam-malam seperti ini mengganggu istirahat Ibu dan Bapak.” bu Ningsih merasa tak enak hati.
“Tidak apa Bu. Jangan sungkan, kami juga cuma lagi duduk-duduk sambil lihat tv saja kok.”
Setelah mempersilahkan tamunya duduk Rahayu pergi ke belakang.
“Ada apa Bu Ningsih, Mbak Aya sepertinya penting?” tanya Pak Amin sambil mengecilkan suara televisi.
“Iya Pak. Kedatangan kami ke sini mau meminta bantuan Pak Amin,” ucap bu Ningsih.
“Bantuan apa Bu? Sekiranya bisa pasti saya lakukan.”
“Begini Pak. Cahaya ini mau menikah. Saya mau minta tolong Pak Amin untuk mengurus apa saja yang dibutuhkan karena saya sendiri tidak paham.” Bu Ningsih pun menjelaskan maksud kedatangannya.
"Wahh, jadi Cahaya mau menikah dengan orang kota ya?" goda Pak Amin setelah Cahaya selesai menjelaskan semuanya.
Setelah itu obrolan ringan berlanjut
Pak Amin menjelaskan dokumen apa saja yang harus dibawa oleh cahaya, dan menjanjikan bahwa akan mengantarkan mereka besok pagi ke KUA.
*
Keesokan harinya, bu Ningsih dan Cahaya berangkat ke KUA dengan diantarkan oleh Pak Amin. Di dalam mobil, suasana terasa hangat dan akrab. Cahaya mengagumi pribadi Pak Amin dan Bu Rahayu. Walaupun orang kaya mereka tidak pernah membeda-bedakan.
Sesampainya di KUA, mereka disambut oleh seorang petugas.
"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa petugas KUA.
"Siang, Pak. Kami mau mengurus berkas-berkas pernikahan," jawab Pak Amin mewakili Cahaya dan ibunya.
"Oh, baik. Silakan isi formulir ini terlebih dahulu," ujar petugas KUA sambil memberikan beberapa lembar formulir.
Cahaya, dibantu oleh Pak Amin mengisi formulir tersebut dengan teliti. Setelah selesai, mereka menyerahkan kembali formulir tersebut kepada petugas KUA.
Petugas KUA memeriksa formulir tersebut dengan seksama. "Baik, formulirnya sudah lengkap. Jadi Bu Ningsih ini janda? Lalu siapa yang akan menjadi wali Mbak Cahaya?" tanya petugas KUA.
Cahaya dan Bu Ningsih terdiam sejenak. Hal ini tidak mereka pikirkan sebelumnya.
"Begini, Pak... Ayah saya sudah lama meninggal. Saya juga tidak punya saudara laki-laki. Apa bisa diwakilkan?" tanya Cahaya dengan nada bingung.
Petugas KUA menjelaskan bahwa dalam Islam, wali nikah haruslah seorang laki-laki yang memiliki hubungan nasab dengan calon pengantin wanita.
"Karena Mbak Cahaya tidak memiliki saudara laki-laki, maka wali nikah harus dari nasab ayah. Apakah Mbak Cahaya masih memiliki kakek, paman, atau saudara laki-laki dari dari pihak ayah?" tanya petugas KUA.
Cahaya menggelengkan kepalanya. Selama ini ia hanya hidup dengan ibunya. Dia bahkan tak tahu siapa ayahnya dan siapa keluarga ayahnya.
Petugas KUA terdiam sejenak. Ia berpikir keras mencari solusi untuk masalah ini. "Kalau begitu, Mbak Cahaya bisa mengajukan permohonan wali hakim ke pengadilan agama," ujarnya.
"Wali hakim itu apa, Pak?" tanya Cahaya.
"Wali hakim adalah orang yang ditunjuk oleh pengadilan agama untuk menjadi wali nikah bagi seorang wanita yang tidak memiliki wali nasab," jelas petugas KUA.
Cahaya dan Bu Ningsih mengangguk mengerti. Tapi mereka juga bingung bagaimana mengurusnya.
Pak Amin yang mengerti kegelisahan mereka berbicara kepada petugas KUA. Pak Amin meminta pihak KUA saja yang mengurus semuanya terkait dengan penunjukan wali hakim. .
"Baik, kami yang akan mengaturnya. Semoga semuanya lancar, ya," ucap petugas KUA.
Cahaya dan Bu Ningsih menghela nafas lega lalu mengucapkan terima kasih. Setelah dirasa semua beres mereka pun bersiap untuk pulang.
Cahaya dan Bu Ningsih baru saja hendak melangkah keluar dari kantor KUA, ketika tiba-tiba Bu Ningsih berbalik menghadap petugas yang tadi melayani mereka. Ada kegelisahan yang tergambar jelas di wajahnya.
"Maaf, Pak, saya mau tanya lagi," ucap Bu Ningsih dengan nada ragu.
Petugas KUA yang sedang membereskan berkas-berkas di mejanya kembali menoleh. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Bu?" tanyanya ramah.
"Begini, Pak. Saya hanya ingin bertanya sesuatu," kata Bu Ningsih sambil melirik Cahaya.
“Silakan, Bu.”
"Bagaimana jika ternyata seorang mempelai wanita masih memiliki ayah kandung? Apakah juga boleh diwakilkan oleh wali hakim?"
Cahaya terkejut mendengar pertanyaan ibunya. Ia menatap ibunya dengan tatapan bingung. Apa maksud ibunya menanyakan hal itu? Apakah ibunya memiliki sesuatu yang selama ini disembunyikan darinya?
Begitupun dengan Pak Amin yang kembali mengikuti langkah Bu Ningsih. Pria itu menatap Bu Ningsih dengan kening berkerut.
anginnya booo!! itu twmpat tinggi banget/Sweat/
dinginnya sampe bikin bibir kering pecah2 aaayy... bisa2nya kau bilang suka/Curse/
kami = aku dan orang-orang selain kamu