Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Bana
"Raden Mas.."
"Dalem, Dek Ayu."
"Eh, udah ganti aja manggilnya." Ledek Anaya sambil menghenyakkan tubuh di sofa, di sebelah suaminya.
"Iya dong, biar mesra." Kekeh Raden Mas Mahesa.
"Ada apa, Sayang?." Tanya Raden Mas Mahesa yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Setelah acara pesta panen, aku boleh ke rumah di sana? Aku rindu Ayah, ingin berkunjung ke makam beliau, sekalian menghadiri acara kirim doa empat puluh hari di sana." Pinta Anaya pada suaminya.
"Pasti boleh, nanti aku temani kalau mau menginap di sana." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Matur nuwun njih, Kang Mas." Ujar Anaya sambil memeluk suaminya.
"Kamu manggil apa tadi, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa.
"Kang Mas." Jawab Anaya sambil terkekeh.
Raden Mas Mahesa pun tersenyum mendengar panggilan baru dari istrinya itu.
"Gak punya camilan, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa yang tiba - tiba ingin makan camilan.
"Masih ada stok pastry di kulkas. Mau aku buatkan camilan?." Tawar Anaya yang di jawab anggukan oleh suaminya.
"Yasudah, tunggu di sini saja. Jangan ikut ke dapur, aku jadi gak bisa masak kalau Kang Mas tempeli terus." Ujar Anaya pada Raden Mas Mahesa.
"Njih, Sayangku." Jawab Raden Mas Mahesa yang terkikik.
Raden Ayu Anaya segera menuju ke dapur dan mulai membuat camilan sore untuk suaminya. Tiga puluh menit kemudian, ia sudah kembali dengan membawa bolen pisang coklat juga teh bunga rosella.
"Silahkan di nikmati, Kang Mas." Ujar Raden Ayu Anaya sambil meletakkan makanan dan minuman di hadapan suaminya.
"Matur suwun, Sayangku." Jawab Raden Mas Mahesa yang langsung menghentikan pekerjaannya dan meletakkan Tab di atas meja.
"Hmm, Maa Syaa Allah, enaknya." Puji Raden Mas Mahesa setelah mencicipi bolen buatan istrinya. Tak lupa ia pun menyuapi istrinya dengan bolen yang ia cicipi.
"Alhamdulillah kalau suamiku suka." Jawab Raden Ayu Anaya.
"Ini teh rosella?." Tanya Raden Mas Mahesa.
"Iya, ini teh rosella yang di campur gula batu." Jawab Anaya sambil memberikan cangkir berisi teh pada suaminya.
"Apa khasiat teh rosella ini." Tanya Raden Mas Mahesa setelah menyeruput teh rosella buatan istrinya.
"Banyak sekali, Kang Mas. Bisa menurunkan kolestrol, menjaga kesehatan jantung, mengontrol kadar gula darah, sebagai anti oksidan dan menjaga kekebalan tubuh." Jelas Anaya yang di jawab anggukan oleh Raden Mas Mahesa.
"Aman di konsumsi dalam jangka panjang?." Tanya Raden Mas Mahesa lagi.
"Menurut penelitian yang pernah di lakukan, gak ada efek samping pada orang yang minum teh rosella setiap hari sebanyak tujuh ratus mili liter selama enam bulan." Jelas Anaya.
"Raden Ayu..."
"Dalem, Kang Mas."
"Kamu kok gak minta di ajak honey moon?." Tanya Raden Mas Mahesa.
"Memangnya Raden Mas ada waktu luang? Aku gak mau pekerjaan Raden Mas jadi terbengkalai nantinya." Jawab Anaya.
"Tentu saja aku selalu ada waktu untuk istriku." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Wah! Di sini ternyata. Widih, enak nih kuenya." Raden Mas Madana langsung mencomot kue yang ada di piring.
"Kue ku! Gak sopan kamu ini main ngambil aja." Omel Raden Mas Mahesa.
"Ya Allah, nyuwun, Raden Mas. Setunggal niki mawon. (Ya Allah, minta Raden Mas. Satu ini saja.)" Kata Raden Madana.
"Mau ngapain kesini?." Tanya Raden Mas Mahesa pada adiknya.
"Mau ngajak Raden Ayu jalan - jalan." Gurau Raden Madana.
"Gak boleh!." Ketus Raden Mas Mahesa yang melarang adiknya.
"Lihat tu Raden Ayu, suamimu!. Kamu betah hidup sama pria kayak dia yang apa - apa di larang?." Tanya Raden Madana sambil mengompori kakak iparnya.
"Gak usah ngompori Raden Ayu ya, kamu!. Kalo perginya jelas kemana, pasti aku izinin. Kalo sama kamu sih udah pasti gak jelas perginya kemana." Sergah Raden Mas Mahesa.
"Aku di suruh Ibu ngajak Raden Ayu ke kandang kuda buat lihat kuda disana, sekalian berkuda lapangan." Jawab Raden Madana.
"Raden Mas kan mau pergi dengan Romo." Imbuh Raden Madana.
"Berdua saja?." Tanya Raden Mas Mahesa.
"Enggak lah, sama Raden Ajeng Meshwa dan beberapa abdi dalem yang berjaga."
"Kamu mau, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan sumeringah oleh istrinya.
"Yasudah, ajak Mbak Tika untuk menemanimu." Kata Raden Mas mengizinkan.
"Matur suwun, Kang Mas." Ucap Anaya yang tampak riang.
"Cium dulu kalo gitu." Pinta Raden Mas Mahesa.
Tanpa berpikir lagi, Anaya langsung saja mengecup kedua pipi suaminya dan di akhiri dengan Raden Mas Mahesa yang mengecup singkat bibir istrinya.
"Astaghfirullah! Duo bucin ini kok ya gak inget tempat. Aku masih di depan kalian loh!." Omel Raden Madana sambil mencomot lagi bolen di piring.
"Oo, maaf. Kamu gak kelihatan soalnya, Raden." Ledek Raden Mas Mahesa.
"Loh! Kok kamu ngambil lagi? Mau ngomong mung setunggal! (Tadi bilang cuma satu!)." Omel Raden Mas Mahesa sambil mengamankan piring yang hanya tersisa satu bolen.
"Lah, niki setunggal to, Raden Mas. (Lah, ini satu to, Raden Mas.)" Ujar Raden Madana sambil menunjuk bolen yang sudah ia gigit.
"Sudah - sudah, kalian berdua ini kenapa kerjaannya rebutan saja, sih! Besok aku buatkan lagi, Raden Mas." Kata Anaya yang melerai.
"Yasudah, aku pergi dengan Raden Madana dan Mbak Tika ya, Raden Mas." Pamit Anaya sambil menyalami suaminya.
"Iya, hati - hati, Dek Ayu. Tolong jaga Raden Ayu ya, Raden Madana." Pesan Raden Mas Mahesa.
"Tenang saja Raden Mas, Raden Ayu pasti aman bersamaku." Jawab Raden Madana.
Sesampainya di kandang kuda, Anaya dan dua saudara iparnya langsung berganti dengan pakaian berkuda. Alat - alat pengaman pun mereka kenakan dengan benar.
"Ini kuda milik Raden Mas Mahesa, namanya Bana." Ujar Raden Madana yang berdiri di depan sebuah kuda hitam besar dengan sedikit corak putih di bagian dada.
"Maa Syaa Allah, gagah sekali." Kagum Anaya.
"Iya, inilah Raden Mas Mahesa versi kuda." Kekeh Raden Madana.
"Sepertinya menurut dengan Raden Ayu. Tapi gak sembarangan orang bisa menunggangi. Dia hanya menurut saat ditunggangi Raden Mas saja." Ujar Raden Ajeng Meshwa yang sudah menarik kudanya.
"Boleh aku coba menunggangi Bana?." Tanya Anaya.
"Raden Ayu yakin berani? Aku takut di marahi Raden Mas." Jawab Raden Madana.
"Lebih baik naik ini aja, Raden Ayu. Namanya Yumi, dia lebih kalem dan jinak dengan orang baru." Kata Raden Madana kemudian.
"Tapi aku ingin menunggangi Bana, Raden." Kukuh Anaya sambil menatap manik mata kuda milik suaminya.
"Tapi-"
"Aku yang tanggung jawab kalau Raden Mas Mahesa marah." Anaya memotong ucapan Raden Madana.
"Yasudah kalau Raden Ayu memaksa. Tapi harus hati - hati, ya." Pinta Raden Madana walaupun ia tetap saja resah. Tentu dia takut kakak iparnya ini kenapa - napa dan membuat Raden Mas Mahesa mengamuk.
Pada akhirnya Anaya pun menunggangi kuda hitam gagah milik suaminya setelah Raden Madana mengizinkan.
Siapa sangka jika Anaya ternyata bisa mengendalikan kuda besar itu. Raden Ajeng Meshwa dan Raden Madana pun di buat takjub saat melihat betapa anggunnya Raden Ayu Anaya ketika menunggangi Bana.
"Wah, Raden Ayu memang luar biasa. Gak cuma tuannya yang di buat tunduk, Bana juga bisa ditaklukan." Puji Raden Madana.
"Benar Raden! Bana aja gak mau sama Raden Madana padahal lebih sering ketemu Raden Madana ketimbang Raden Mas. Mungkin ada bau - bau Raden Mas Mahesa di tubuh Raden Ayu." Kata Raden Ajeng Meshwa sambil tertawa.
"Gimana gak bau Raden Mas, wong Raden Ayu ketempelan Raden Mas Mahesa setiap hari." Sahut Raden Madana.
"Ngawur! Memangnya Raden Mas Mahesa itu demit, suka nempelin." Kata Raden Ajeng Meshwa.
"Kamu aja yang gak tau, Dek Ajeng. Raden Mas itu sesepuhnya demit. Demit aja sungkem kalo udah ketemu Raden Mas." Gurau Raden Madana yang membuat mereka tertawa.