Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cantik
“Woy, sorry lama.” Jawab Deeva setelah menggeser ikon telepon berwarna hijau hingga wajah sabahatnya yang sedang rebahan santai di atas bantal kuning si pooh terpampang nyata. Deeva lantas meletakan ponselnya di meja rias sementara dirinya mulai mengambil kapas dan membasahinya dengan make up remover. Melihat penampilan acak kadulnya sendiri membuatnya tertawa, super jelek. “Kacau banget yah gue.”
“Emang. Baru nyadar?” ejek Elisa. “calon lo ganteng banget apa? Sampe lo hapus-hapus tuh make up.”
“Hm gimana yah? Lumayan lah.” Jawab Deeva. “Eh ganteng juga lah.” Ralatnya kemudian.
“Pantes sampe lupa nggak ngabarin gue yah. Ketemu yang cakep langsung lupa sama temen sendiri. Padahal dari sore gue udah khawatir lo belum ngasih kabar. Taunya udah klepek-klepek sama calon suami.” Ucap Elisa. “Btw, siapa nih yang tadi katanya nggak mau dijodohin?” sindirnya kemudian.
Deeva mengambil ponselnya setelah selesai membersihkan wajah, kemudian rebahan diranjang dan mengobrol santai dengan sahabatnya. Semua tentang Shaka ia ceritakan, dari mulai orang yang ia kira Shaka saat menjemputnya hingga kesepakatan mereka, tak terlewat sedikit pun.
“Serius sebaik itu?” Deeva mengangguk mengiyakan. Wajah sedihnya saat berangkat pagi tadi sudah hilang berganti dengan senyum cerah karena calon suaminya ternyata memberinya kebebasan.
“Wah gue mau juga dong punya kakak.” Ucap Elisa. “Tapi hati-hati loh Deev, ntar lama-lama lo suka sama si kakak.” Ledeknya.
Deeva terkekeh, “nggak bakalan lah. Umur kita beda jauh, dia dua enam lah gue baru tujuh belas. Gue maunya sama yang seumuran, kayak Dir-“ Deeva tak melanjutkan kalimatnya.
“Jangan sebut namanya.” Sela Deeva sebelum Elisa bicara. “Udahan dulu yah, gue mau nyamperin kakak dulu, sekalian lanjut makan tadi belum selesai.” Pungkasnya kemudian menutup video call.
Deeva menuruni tangga dengan riang, dia menuju dapur. “Loh nggak ada Kak Shaka, Bi?” hanya ada Bi Sumi yang sedang mencuci piring disana.
“Mas Shaka sepertinya di taman belakang, Mba. Mau Bibi panggilin?” tanya Bi Sumi. Wanita itu buru-buru mencuci tangan dan menghampiri Deeva meski pekerjaannya belum selesai.
“Nggak perlu, Bi. Kasih tau aja taman belakangnya jalan mana? Aku belum hapal soalnya.”
“Bibi anterin aja kalo gitu.” Dengan sopan Bi Sumi mengantarkan Deeva. “Sebelah sana tamannya, Mba.”
“Makasih, Bi.” Ucap Deeva. Ia kemudian berjalan sendiri menghampiri Shaka yang sedang berjongkok seorang diri.
“Kak Shaka lagi ngapain?” sapa Deeva, “Oh sama kucing.” Lanjutnya begitu melihat kucing di depan Shaka. Rupanya lelaki itu sedang memberi makan seekor kucing berwarna hitam.
Deeva ikut berjongkok di samping Shaka dan melihat calon suaminya yang nampak begitu menyayangi si kucing.
“Kucingnya Kak Shaka?”
“Hm.” Jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah Deeva. Tangannya dengan lembut membelai kepala kucing yang tengan makan.
“Cewek apa cowok kak kucingnya?”
“Jantan atau betina kali, hewan jangan disamain sama manusia.”
“Ah iya maksudnya itu, Kak.” Jawab Deeva.
“Jantan dia.” Jawab Shaka, irit.
“Kucing mahal yah, Kak? Jenis apa?” tanyanya lagi basa-basi.
“Kucing kampung biasa, bukan kucing mahal. Lo suka kucing juga?” tanyanya seraya menengok. Ia cukup kaget melihat wajah Deeva tanpa riasan konyol seperti saat di ruang makan tadi. Meskipun ia sudah pernah melihat Deeva dari foto yang ditunjukan oleh sang kakek, tapi Shaka tak mengira jika aslinya lebih cantik dibandingkan dengan foto.
"Nggak terlalu suka Kak, biasa aja. Aku lebih suka ikan." jawab Deeva seraya mengelus kucing hitam di hadapannya.
“Kak? Kak Shaka? Nama kucingnya siapa? Biasanya yang melihara kucing suka di kasih nama loh. Kucing kakak ada namanya nggak?” Deeva menyenggol lengan Shaka karena sedari tadi lelaki itu hanya diam.
“Cantik.” Kata itu keluar begitu saja dari bibir Shaka.
“Hah? Namanya cantik? Bukannya kakak bilang tadi kucingnya cowok yah? Kok namanya cantik?” tanya Deeva.
Shaka gelagapan, ia buru-buru mengambil kucingnya dan memasukannya ke dalam kandang. “Kopoy. Namanya kopoy.”
“Tapi tadi kakak bilang namanya cantik.”
“Lo salah denger itu. Sekarang udah malem mending lo istirahat, pasti cape banget kan tadi abis perjalanan jauh.”
“Iya cape sih Kak, tapi belum ngantuk.” Jawab Deeva. “Tapi tadi aku nggak salah denger kok, kakak bilang cantik. Apa aku yang cantik yah?” ledek Deeva dengan senyum narsis.
“Nggak, nama kucing gue itu. Cantik.” Elak Shaka, ngengsi lah masa harus terang-terangan mengakui. Shaka bergidig ngeri, bocah di dekatnya tenyata tak tau malu malah memuji diri sendiri.
“Jadi yang bener nama kucingnya Kak Shaka itu Kopoy apa Cantik sih? Atau nama lengkapnya Kopoy Cantik?”
“Terserah lo aja lah.” Shaka lantas berjalan lebih dulu meninggalkan Deeva setelah memastikan kandang kucingnya tertutup dengan baik.
“Kak Shaka tungguin! Kok ditinggal sih.” Teriak Deeva. “Terus ini si cantik gimana? Nggak di bawa ke dalam rumah? Ntar kehujanan, udah mendung.” Lanjutnya.
Seketika Shaka menghentikan langkahnya, “ya ampun gue sampe lupa si kopoy.” batinnya. Ia segera berbalik kembali.
like nya guys like!!
komennya juga yah
Aku ya gitu seperti Deeva, malah tahan diem berhari-hari. mending diam, g nguras emosi.