Menginjak usia 20 tahun Arabella zivana Edward telah melalui satu malam yang kelam bersama pria asing yang tidak di kenal nya,semua itu terjadi akibat jebakan yang di buat saudara tiri dan ibu tirinya, namun siapa sangka pria asing yang menghabiskan malam dengan nya adalah seorang CEO paling kaya di kota tempat tinggal mereka. Akibat dari kesalahan itu, secara diam-diam Arabella melahirkan tiga orang anak kembar dari CEO tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda wistia fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Dari Masa Lalu
Sesampainya di rumah, amarah Julian meledak tanpa kendali. Suara pintu dibanting keras menggema di seluruh ruangan besar rumah keluarga Edward, membuat para pelayan yang sedang lewat buru-buru menunduk dan mundur ketakutan.
“Vania! Catherine! Keluarlah kalian berdua!” teriak Julian dengan suara berat dan penuh emosi.
Vania yang baru saja tiba lebih dulu, masih dengan wajah pucat dan mata sembab, keluar bersama ibunya.
“Ada apa, Julian? Kenapa harus berteriak seperti itu?” tanya Catherine panik, mencoba menenangkan suaminya.
Julian menatap keduanya tajam. “Kalian berdua sudah keterlaluan! Aku baru tahu kalau adikmu, Dani, selama ini menyelewengkan dana perusahaan! Uang itu digunakan untuk membiayai proyek-proyek bodoh kalian! Dan lebih parahnya lagi…”
Ia menghentikan kalimatnya, suaranya turun menjadi dingin dan tajam,
“Arabella sudah kembali.”
Wajah Catherine langsung pucat pasi. “A-apa? Mustahil… dia.....dia seharusnya sudah”
“Sudah apa, Catherine?” potong Julian keras. “Kau pikir aku tidak tahu semua rencana kalian? Dia datang ke rapat hari ini dan mempermalukan kita di depan semua pemegang saham! Semua orang tahu Arabella bukan hanya masih hidup, tapi juga menuntut kembali saham peninggalan ibunya dan kalian akan menanggung akibat dari semua kebohongan kalian!”
Vania menatap ibunya dengan ketakutan. “Mama… apa yang harus kita lakukan sekarang? Paman Dani juga yang menyuruh kita menandatangani dokumen itu, kan?”
Julian menghentakkan tangannya di meja. “Itu bukan urusanku! Sekarang Catherine, hubungi adikmu! Suruh dia datang malam ini juga! Aku ingin semua penyelewengan dana itu dijelaskan dan dikembalikan, kalau tidak" suaranya meninggi, penuh ancaman, “aku sendiri yang akan menyeretnya ke penjara!”
Catherine gemetar, tangannya bergetar saat mengambil ponsel. “Ju...Julian, tolong beri aku waktu sedikit saja, aku akan menghubungi Dani sekarang juga.”
Julian menatapnya tajam, rahangnya mengeras.
“Waktu kalian tidak banyak, Catherine. Kalau sampai uang itu tidak kembali… maka nama keluarga Edward akan hancur dan aku tidak akan segan mengorbankan siapa pun, termasuk kalian.”
Ruangan itu hening sesaat, hanya terdengar deru napas Catherine yang memburu.
Di luar, langit malam mulai gelap, seolah ikut menyembunyikan badai besar yang sebentar lagi akan pecah di keluarga Edward
Telepon di tangan Catherine berdering berkali-kali tanpa jawaban, hanya suara dentuman musik keras dari seberang yang sesekali terdengar sebelum sambungan terputus.
Wajahnya semakin pucat, sementara tangannya bergetar menahan panik.
“Dia… dia tidak mengangkat teleponku, Julian,” ucap Catherine lirih dengan nada gemetar. “Mungkin dia sedang sibuk...”
“Sibuk?” potong Julian dengan nada tinggi, matanya menyala penuh amarah. “Kau masih membelanya? Sibuk menghamburkan uang hasil curian, itu maksudmu?”
Vania yang duduk di sofa hanya bisa menunduk, takut menatap wajah ayahnya yang merah padam. “Papa… mungkin Paman Dani belum tahu kalau masalahnya sudah sampai sebesar ini,” ujarnya pelan mencoba menengahi.
Julian berbalik menatap putrinya tajam. “Kau pikir aku peduli, Vania? Semua ini berawal dari kelalaian kalian! Kau dan ibumu membiarkan dia memakai nama perusahaan untuk menutupi kedok busuk nya.Dan sekarang, saham kita jatuh bebas karena perbuatan bodoh kalian!”
Catherine mencoba mendekat, berusaha menenangkan Julian, namun pria itu menepis tangannya kasar.
“Cukup, Catherine! Aku sudah muak dengan semua alasanmu! Kalau sampai Dani tidak datang malam ini, aku sendiri yang akan memanggil polisi dan menyeretnya keluar dari sarang kotornya itu!”
Sementara itu, di tempat lain di sebuah klub malam dengan lampu redup dan musik berdentum keras Dani tertawa lepas, segelas minuman mahal di tangannya, dikelilingi oleh perempuan-perempuan muda yang menemaninya berjudi.
Ponselnya terus bergetar di atas meja, tapi ia hanya melirik sekilas dan mengangkat bahu.
“Ah, Catherine lagi…ada perlu apa dia menghubungi ku malam-malam begini, besok sajalah.” Ia meneguk minumannya dalam sekali teguk dan kembali menatap layar kartu di hadapannya. “Malam masih panjang, kenapa harus pusing?”ucap nya lantang
Sementara itu Nicholas cuma termenung di sebuah bar mini milik nya di Mansion mewah
Nicholas menghela napas panjang, pandangannya kosong menatap pantulan cahaya lampu kristal di permukaan anggur merah dalam gelasnya. Ia tampak lelah bukan lelah secara fisik, tapi seperti seseorang yang menanggung beban masa lalu yang tak pernah selesai.
Darren melipat tangan di dada, wajahnya terlihat jengkel namun tetap khawatir.
“Bro, kau ini kenapa, sih? Dari tadi cuma bengong, minum, bengong lagi. Kau bukan tipe yang gampang kehilangan fokus seperti ini.”
Xavier yang duduk di kursi seberang ikut menimpali dengan nada lebih tenang, “Aku tahu ekspresi itu. Pasti soal wanita.”
Nicholas menatap mereka sejenak, lalu tertawa hambar. “Kalian benar… aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.”
Ia meneguk lagi anggurnya sebelum menatap kosong ke depan. “Hari ini aku bertemu dengan seorang wanita… dan anak kecil yang memanggilku papa.”
Darren langsung menegakkan tubuhnya. “Apa? Serius?”
Xavier ikut mencondongkan badan. “Tunggu… jangan bilang itu anak dari masa lalumu?”
Nicholas terdiam lama, jemarinya menggenggam gelas begitu erat hingga buku jarinya memutih.
“Lima tahun lalu, aku membuat kesalahan besar. Aku pikir semuanya sudah berakhir waktu itu. Tapi hari ini… ketika aku melihat gadis kecil itu menatapku dengan mata yang sama seperti milikku…”
Ia menggeleng pelan, suaranya menurun.
“...aku ragu dia darah dagingku.”
Suasana langsung hening. Darren menatapnya tak percaya, sementara Xavier hanya menghela napas pelan.
“Dan wanita itu?” tanya Xavier akhirnya. “Siapa dia?”
Nicholas memejamkan mata sesaat, lalu menjawab lirih, “Arabella Edward.”
Kedua sahabatnya saling pandang kaget. Darren menepuk meja pelan.
“Arabella? Putri Julian Edward itu? Bukankah dia sudah…?”
“Ya,” potong Nicholas pelan. “Aku juga mengira dia sudah tiada. Tapi dia muncul hari ini di rapat pemegang saham
Hidup, kuat, dan… lebih indah dari yang aku kira”
Darren menegakkan tubuhnya, suaranya agak meninggi. “Tunggu dulu, Nick. Jadi kau pikir… dia wanita itu? Perempuan dari malam itu?”
Nicholas mengangguk pelan, matanya kosong menatap gelas di tangannya.
“Aroma parfumnya… sama persis. Parfum dengan wangi bunga melati dan vanila yang dulu menempel di kulitku berhari-hari. Saat dia berjalan melewati aku di parkiran tadi, aku langsung ingat aroma yang sama dengan gadis yang menghabiskan malam dengan ku lima tahun lalu
Xavier bersandar ke kursinya, menatap Nicholas dengan pandangan serius.
“Kalau dugaanmu benar, berarti… gadis kecil yang memanggilmu ‘papa’ itu”
Nicholas menatapnya perlahan, suaranya rendah dan serak.
“Mungkin anakku.”
Hening seketika menyelimuti ruangan. Hanya suara jam dinding dan deru angin dari jendela besar yang terdengar. Darren tertegun, sementara Xavier menatap Nick dengan sorot tak percaya.
“Nick… apa kau yakin?” tanya Darren akhirnya. “Bisa saja itu hanya kebetulan,kalau hanya aroma parfum aku rasa banyak wanita yang menyukai aroma melati dan vanilla,bukan cuma Arabella kan"?
Untuk kali ini Xavier sependapat dengan Darren