My Love My Dokter

Di bawah gelap nya malam Dito duduk di tepian danau, pria itu merenung untuk sekedar melepaskan segela beban dalam hidupnya, di tengah kesunyian dan ketenangan terdapat sosok wanita, dia dan sang anak melihat mantan suami duduk sendirian dengan tatapan kosong menghadap danau, jujur hati kecilnya ingin menemani duduk disampingnya bersama sang anak, namun sayang rasa sakit yang dia berikan masih begitu membekas, hingga wanita itu mengurungkan niatnya.

"Mama itu papa Dito" Tunjuk Divan, membuat Risa tersadar dari lamunannya, dia segera menoleh kearah sang putra yang tengah menjilat es krim di tangan nya.

"Iya itu papa Dito, Divan udah gak Ingin sesuatu lagi kan, ayo pulang"Ajak Risa tak mau berlama-lama disana, dia takut ketidak sengaja nya bertemu Dito menjadi masalah, dan mengganggu kehidupan Dito dan sang istri.

"Endak, Ivan mau bakso boleh?" Tanya Divan masih sibuk menjilati es krim yang mulai mencair.

"Yaudah, itu ada tukang bakso beli situ aja yaa, habis itu pulang"Ucap Risa dengan lembut dan mengelus puncak kepala sang putra.

Ibu dan anak itu pun segera berjalan menuju penjual bakso yang sedang ramai itu, entahlah apa yang membuat nya Ramai, hingga Risa dan Divan kebingungan untuk sekedar mencari tempat duduk.

"Gak ada tempat lagi mas?"Tanya Risa kepada salah satu pelayan, membuat pelayan itu sedikit terkesima melihat kecantikan ibu satu anak itu.

"Ada sini duduk sama saya"Ucap seseorang dari belakang.

Risa pun menoleh ke arah sumber suara, dia pun sedikit terkejut melihat Nino duduk rapi di sebuah meja, tanpa menunggu jawaban dari sang mama, Divan langsung menghampiri sang papa dan duduk di pangkuan pria muda itu.

"Divan kangen papa?"Tanya Nino menghadiahi beberapa ciuman di pipi Divan.

"Heeh, Ivan angen papa"jawab Divan kembali ke kegiatan awalnya menjilat ice cream, membuat Nino gemas dan melahap Habis ice cream milik Divan yang tinggal sedikit itu.

"Yaah, abis" Ucap Divan dengan cemberut melihat ice cream miliknya tinggal stik nya saja.

"Hahahaha Entar papa beliin lagi, sekarang papa mau kangen - kangenan dulu sama Divan" Ucap Nino menoel pipi chubby Divan.

"Ama mama endak kangen?" Satu kalimat polos Divan keluar dari mulut tanpa dosa nya, membuat Risa salah tingkah di depan Nino yang sedang menatapnya.

"kangen juga dong, mama Risa lengan enggak sama papa Nino?" Tanya Nino balik kepada Risa, membuat wajah Risa tambah merah dibuatnya.

"Mama awab"ucap Divan ketika sang mama hanya terdiam mendengar pertanyaan Nino.

"Iya mama juga kangen"Ucap Risa dengan menatap tajam Nino yang sedang menjulurkan lidah kearahnya.

Tak beberapa lama bakso mereka telah di hidangkan, Nino memilih bakso beranak jumbo untuk dirinya dan Divan, sedangkan Risa dia memilih bakso iga mercon full gajih, membuat Nino yang tengah menyuapi Divan bergidik Ngeri, melihat limpahan cabe di mangkuk Risa.

"Apa kamu gak takut sakit perut, aku rasa itu sangat pedas?"tanya Nino melihat Risa memakan bakso penuh cabe itu dengan sangat lahap.

"Aku tuh sudah pengen dari lama saat kerja di korea, disana sangat jarang ada bakso Kalau pun ada pasti sangat mahal, makanya sekarang waktunya membayar penantian beberapa tahun ini, apa kamu mau?"Tawar Risa menyuapi Nino dengan potongan bakso berwarna merah, membuat sang dokter bergidik.

"No, aku ini saja"Jawab Nino segera menyelesaikan kegiatan makanya.

Setelah hampir setengah jam, mereka bertiga telah selesai dan memilih pulang ke rumah masing-masing, Nino pun mengantar kan Risa dan Divan sampai di depan mobilnya.

"Kamu hati hati yaa, Jangan ngebut" Ucap Nino membukakan pintu untuk Risa.

"Iya makasih, kamu juga hati hati dan terimakasih untuk traktiran nya malam ini" Jawab Risa dengan senyum ramahnya, membuat Nino gagal fokus untuk beberapa saat.

"Papa ivan Puyang dulu yaa, esok main Agi yaa dada" Teriak sang bocah dari dalam membuat Nino tersenyum.

"Yasudah papay Divan, Papay mamah" ucap Nino dengan senyum ketika mobil Risa mulai berjalan menjauh.

Nino pun hendak kembali ke mobilnya, namun sayang langkah nya terpaksa terhenti ketika melihat sosok Dito, pria itu hanya berdiri dan melihat dengan tatapan nanar kearah Nino.

Membuat Nino tersenyum dan segera kembali menuju mobilnya, di sepanjang jalan dia tak hentinya mengumbar senyum, mengingat kejadian demi kejadian bertemu dengan bocah kecil itu.

Hari-hari yang tadinya tegang dan menyedihkan, sedikit demi sedikit berubah semenjak dia bertemu Risa dan Divan, Nino terlalu bahagia hingga tanpa dia sadari mobil miliknya sudah sampai.

Dia pun segera turun dan masuk kedalam rumah bergaya Eropa clasic itu, tak seperti biasanya suasana rumah sangat sepi, tanpa adanya Maria dan Anton yang sedang di luar negeri.

"Bik apakah Rama sudah pulang?"Tanya Nino kepada salah satu maid.

"Tuan muda belum terlihat pulang dari semalam tuan"Jawab maid membuat Nino panik dan mencoba menghubungi nomor sang adik.

Namun sayang nomor Rama tidak aktif, Nino pun tak menyerah begitu saja dia langsung memerintahkan bawahannya untuk mencari, gak biasanya Rama pergi habis izin, membuat dia negatif thinking.

Namun belum berselang beberapa menit, terlihat sosok yang Nino cari muncul dari pintu depan, yang paling parahnya lagi Rama pulang dengan keadaan berantakan.

Dia hanya memakai celana dengan resleting sedikit terbuka, tubuh atasnya yang tanpa sehelai benang menampilkan kulit mulus penuh tanda kepemilikan.

"Apa yang kamu lakukan Rama!!!!"Teriak Nino menggema keseluruhan rumah, membuat seluruh maid segera berkumpul.

Rama tak menjawab, pria itu malah menatap kosong kerah sang kakak, Nino pun segera mendekat dan berniat memberikan hadiah pukulan.

Namun sayang sebelum kepalan tangan menghantam tubuh Rama, pria itu sudah terjatuh terlebih dahulu dan naas nya lagi Rama terjatuh dengan keras, membuat kepala bagian depan mengeluarkan darah segar.

Nino dan seluruh orang rumah seketika panik, tanpa pikir panjang pria itu mengendong tubuh sang adik menuju mobil yang sudah di siapkan sang sopir.

"Kerumah sakit Artanegara pak cepat"Perintah Nino membuat sang sopir segera menancapkan gas, dia pun melepas kemejanya dan melilitkan ke kepala Rama, agar tak keluar lebih banyak darah.

"Kamu yang berhutang penjelasan kepada ku Ram, sungguh berat sekali hidup mu harus memikul beban begitu berat" Ucap Nino membelai rambut keponakan yang sudah dia anggap adik sedari kecil.

Teman baiknya, saudara satu satunya, hingga sosok pelindung kecil yang selalu ada disaat dia bersitegang dengan sang papa.

Rama kecil memiliki watak yang keras dan seenaknya sendiri, membuat banyak orang tak suka jika berteman dengan dirinya, Rama pun tak pernah memikirkan itu, karena baginya taman yang baik iyalah teman yang sejalan dengan dirinya, bukan malah menjadi beban dan menyusahkan.

bersambung...........

jangan lupa like coment and faforit yaa