NovelToon NovelToon
TINI SUKETI

TINI SUKETI

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Cintamanis / Tamat
Popularitas:13.7M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Tidak cantik, tidak menarik, tidak berdandan apik, tidak dalam keadaan ekonomi yang cukup baik. Namun, hidupnya penuh polemik. Lantas, apa yang membuat kisah hidupnya cukup menarik untuk diulik?

Tini Suketi, seorang wanita yang dijuluki sebagai legenda Desa Cokro yang melarikan diri. Kabur setelah mengacaukan pesta pernikahan kekasih dan sahabatnya.

Didorong oleh rasa sakit hati, Tini berjanji tak akan menginjak kampungnya lagi sampai ia dipersunting oleh pria yang bisa memberinya sebuah bukit. Nyaris mirip legenda, tapi sayangnya bukan.

Bisakah Tini memenuhi janjinya setelah terlena dengan ritme kehidupan kota dan menemukan keluarga barunya?

Ikuti perjalanan Tini Suketi meraih mimpi.

***

Sebuah spin off dari Novel PENGAKUAN DIJAH. Yang kembali mengangkat tentang perjuangan seorang perempuan dalam menjalani hidup dengan cara pandang dan tingkah yang tidak biasa.

***

Originally Story by juskelapa
Instagram : @juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Musuh Baru

Tini menatap lekat wajah anak laki-laki itu. Ia lalu duduk di tangga, persis di sebelah anak laki-laki Maisaroh. “Nama kamu siapa?” tanya Tini.

“Namaku Ardi, Mbak.” Ardi mengamati wajah wanita yang duduk di sebelahnya.

“Ardi, ibu kamu itu temen saya. Kami sama-sama pelayan di restoran. Yang nganter-nganter makanan. Yang nyatet-nyatet pesanan tamu. Sekarang jam kerja ibu kamu belum berakhir. Sebentar lagi pasti keluar.”

“Enggak boleh liat ke dalem? Aku kepingin ngeliat ibu kerja,” jawab Ardi, memandang wajah Tini.

Tini menggeleng-geleng. “Enggak, nggak boleh. Jangan. Nanti ibu kamu malah ditegur sama atasan. Atasan kami itu galak. Sering ngomel kalau saya dan ibu kamu sedang ngobrol.” Tini meringis mendengar ucapannya.

Ardi mengangguk tanda mengerti. Bocah laki-laki yang sesaat lalu terlihat akan bangkit berlari ke dalam, kemudian kembali duduk mendekap lututnya.

“Sekolah kelas berapa?” tanya Tini.

“Aku kelas empat, Mbak.” Ardi menjawab itu dengan hanya menoleh sekilas pada Tini.

“Badan kamu panas?” tanya Tini seraya memegang dahi Ardi. Tini lalu mengangguk sebelum anak laki-laki itu sempat menjawab. Badannya memang terasa sedikit panas di bawah punggung tangannya. Tini lalu meraih tasnya dan merogoh dompet tempat ia menyimpan uang.

Tini mengambil sepuluh lembar uang pecahan lima puluh ribu, lalu memasukkannya ke dalam genggaman tangan Ardi.

“Buat apa, Mbak?”

“Pegang aja. Jangan dikasih ke siapa-siapa di sini. Kalau ada yang nanya-nanya kamu, bilang ibu kamu sebentar lagi datang. Itu uang buat berobat, buat makan enak. Kamu makan yang banyak, beli buah juga. Ibu kamu lagi kerja di dalem. Sebantar lagi pasti keluar. Ditunggu aja, ya. Jangan ke mana-mana, lho. Saya masuk dulu,” jelas Tini seraya bangkit dari duduknya.

“Ibu namanya siapa? Nanti ibuku pasti nanya, uangnya dari mana.” Ardi kembali memandang segulung uang yang berada di dalam genggamannya.

“Wah, kamu ini. Dikasi duit malah manggil saya, Ibu.” Tini berdecak-decak.

“Jadi, Mbak aja?” tanya Ardi polos.

“Mbak aja. Saya merasa lebih muda.” Tini terkikik sebentar. “Bilang aja ke ibu kamu, dikasi teman ibu yang sering bercanda di kamar mandi. Ibu kamu pasti tau. Ya, udah. Mbak masuk dulu, ya. Hati-hati di sini.” Tini lalu melambai dan masuk ke dalam.

Beberapa hari kemudian, Tini sudah melupakan kejadian soal bertemu dengan anak Maisaroh. Ia bekerja seperti biasa dan masuk seperti biasa. Tetap bertemu Pak Alie dan fokus menambah pundi-pundi uangnya.

Ternyata, Maisaroh tidak masuk selama beberapa hari. Pak Binsar mengatakan kalau Maisaroh izin untuk merawat anaknya yang sedang sakit. Dan dua hari kemudian, saat Tini sedang berdandan di kamar mandi, ia melihat Maisaroh masuk melalui pantulan cermin.

Tini diam, tak mengajak wanita itu bicara. Ia fokus menyelesaikan dandanannya. Saat sedang menggoreskan pensil alis untuk menebalkan alis matanya yang tipis, Maisaroh menoleh pada Tini.

“Bukan gitu cara makenya. Bisa terlalu tebal. Apalagi pensil alisnya warna item. Kenapa nggak beli spidol sekalian?” sungut Maisaroh, mengambil pensil alis dari tangan Tini.

“Ya, aku bisanya kayak gini. Kalau kamu mau ngajarin, ya, ajarin. Jangan ngejek,” tukas Tini.

Maisaroh berdecak, kemudian mengambil tisu basah dari dalam tasnya dan menghapus alis Tini yang hitam tebal seperti lintah yang menempel.

“Biar tingginya rata, kamu harus ukur pakai pensil alismu dulu. Terus dikasi titik.” Maisaroh memiringkan pensil alis dari garis telinga Tini paling atas, hingga ke atas sudut mata.

Tini diam menyimak saat Maisaroh memiringkan kepalanya dan memberi titik di kedua ujung alisnya, kiri dan kanan.

“Kamu bedaknya pakai apa?” tanya Maisaroh.

“Kelly,” jawab Tini. “Aku sudah lama pakai bedak ini,” jawab Tini.

“Tapi kalau keringetan, muka kamu belang-belang kayak zebra. Sudah ada uang, beli kosmetik yang bener. Biar aku ajarin dandan,” kata Maisaroh.

“Aku nggak pinter milihnya. Enggak ngerti,” jawab Tini. Tangan Maisaroh menggambar alis yang ramping dan proporsional untuk membentuk raut wajah Tini.

“Kamu mau aku temenin?” tanya Maisaroh.

“Mau, kalau nggak merepotkan.” Cara jitu menyingkirkan musuh adalah dengan menjadikannya teman.

Tini merasa lebih baik dekat dengan Maisaroh. Seseorang yang tidak dikenalnya, kemudian menjadi musuh, lalu menjadi temannya. Dibanding dengan seorang teman yang begitu dekat, namun hanya dalam waktu semalam menjadi musuhnya.

“Hari Minggu siang, aku temenin kamu beli makeup. Biar aku pilihin yang cocok dan nggak mahal,” ucap Maisaroh.

Tini bersorak dalam hati. Walau kemarin-kemarin ia tak menyukai Maisaroh, tapi Tini memang tidak benar-benar membenci wanita itu.

Bagi Tini, ia tak ada alasan membenci Maisaroh. Ia tak punya urusan pribadi, selain urusan mengusap burung Pak Ali yang fenomenal.

Malam itu, wajah ini terlihat berbeda. Makeup-nya terlihat lebih ‘kota’. Maisaroh memakaikan sedikit bedak dan memoleskan lipstiknya ke bibir Tini.

Tini mematut wajahnya di depan cermin dengan raut terkesima. Ia merasa cantik sekali.

“Itu udah maksimal. Wajah kamu segitu aja jadinya,” ucap Maisaroh.

“Kamu mau bantu orang tapi nggak lupa menghina, ya.” Tini melirik Maisaroh yang langsung tertawa. “Ardi sudah sehat?” tanya Tini.

“Sudah. Dia minta beli mainan dari uang yang kamu kasi. Katanya dari Mbak. Ada yang nggak mau dipanggil ibu.”

Tini dan Maisaroh bertukar pandang melalui cermin. Kedua wanita itu lalu tertawa terbahak-bahak. Mulai malam itu persahabatan antara Tini dan Maisaroh dimulai. Tak ayal, Tini semakin betah bekerja di karaoke itu. Jam kerjanya tak menentu. Ia bisa datang sore dan pulang pukul sembilan malam. Bisa datang pukul sembilan malam dan pulang lewat tengah malam.

Apa yang dilakukan Tini, ternyata menarik perhatian salah satu penghuni kos yang letak kamarnya di seberang kamar Mak Robin.

Kerap pulang malam, jam bangun tidur Tini pun menjadi lebih siang. Ia menggunakan sebagian besar waktu paginya untuk tidur. Pukul sepuluh pagi, Tini baru membuka pintu kamar dengan sebuah cangkir yang berisi teh di tangan. Ia lalu menarik kursi plastik dan duduk di depan jendela kamar Mak Robin.

Pukul sepuluh biasanya Mak Robin akan keluar dan menitipkan anak pada Tini. Wanita itu akan memasak atau mencuci pakaian, sementara Tini seperti keharusan memangku dan memegangi Robin yang sedang aktif-aktifnya.

Wanita yang kira-kira berusia lebih tua dari Mak Robin, keluar dari kamarnya sedang menggandeng anak. Tini baru kali itu melihat, bahwa ternyata Mak Robin ternyata memiliki saingan. Wanita yang sudah tua, tapi memiliki anak kecil.

“Kamu ternyata yang anak baru di sini, ya? Jarang keliatan. Kerjaannya apa? Dunia malam?” Wanita itu tiba-tiba menghampiri Tini dan berkata yang mengejutkan.

“Iya, dunia malam. Kenapa? Ibu di dunia pagi?” Tini balik bertanya.

“Kerjaan nggak bener. Apa nggak sebaiknya nyari kerjaan yang bener? Nanti di akhirat gimana? Hidup bergelimang dosa,” tukas ibu di hadapannya.

Tini yang merasa nyawanya baru saja berkumpul dan teh yang dibuatnya belum sempat diteguk, merasakan emosinya naik ke puncak kepala. Mak Robin melihat gelagat aneh itu dari kejauhan. Ia buru-buru datang menghampiri dan mengambil Robin dari tangan Tini. Ia khawatir kalau Tini menjadikan Robin sebagai senjata untuk melempar wanita itu.

“Semua manusia, ya, bergelimang dosa. Kalau bergelimang wijen, itu onde-onde!” sergah Tini.

To Be Continued

1
Rita Ariani
semua karya kak jus emang bagus👍
Fauzi Hans
saya udh 3x baca novel nie gk bosen"..lucu cerita'y😄😄..
semangat ya kak buat novel cerita yg keren&lucu .💪💪
Teh Mbak Sri
Mantebbb..
Geng Kandang Lantai Satu sudah terbentuk..
Dg ketua...Mak Robin..
Siap beraksi...
Teh Mbak Sri
Ajaran Pak Paijo aja udah mantebb.
Apalagi di tambah bimbingan dari Mak Robin...
Mantebbb...Joss Gandhos pokoke..
🤣🤣🤣
Teh Mbak Sri
Meskipun udah kakek renta..
Yg kemana-mana cuman bawa gantungan kunci...
Jika uangnya banyak...
Tetep jadi rebutan dapetin kuncinya..
Mantabbbb Njuuuuussssss...
hi.hi.hi.hi.hi..
Teh Mbak Sri
Duet Somplak menciptakan sejarah..
Hanya di sponsori oleh rokok murahan..
he.he.he..
juskelapa
Zaman Tini Suketi nggak ada CCTV ya. Novel ini sekitar awal tahun 2000-an.
Teh Mbak Sri: Tak ada CCTV.
Tak ada Hacker.
Tak ada Tim keamanan.
Tak ada Cek, Kartu item.

Itu yg bikin karyamu jadi unik & asiiik...
Apalagi didukung artis2 asli didikanmu...
Karakter kuat..tapi rata2 Somplakkk.
kik.kik.ki.kik..

👍👍🙏🙏
total 1 replies
Teh Mbak Sri
Baca lagi ahhhh...
Entah yg keberapa kali...gak perduli.
Legenda Suketi..
Bisa jadi obat stress..
Atau malah ikut stress bareng Suketi..
Biarlah Njuss yg tanggung jawab.😎
ha.ha.ha...
Teh Mbak Sri: Nasib..Nasib...
Mau ngapalin ilmu Suketi..
Ehhhh...malah ketahuannn..

Semangat Besti...
total 2 replies
Nenti iis Fatimah
ini yang ketiga kalinya aku baca Tini Suketi meskipun udah tau endingnya tp bacaannya tetep menghibur
Teh Mbak Sri: Cieeee...
Mau ngapalin ajaran Suketi ya ??
Kita senasib...kik.kik.kik..
total 1 replies
Rynnn
kemana aja aku selama Iniii,
tahun 2025 baruuu Nemu novel sekeren,segokil ini.....parahhhhh👏parahhhhh 👏🥹..
ceritaaaa nyaaa, seruuu 😍....
the best is the best pokok nyaaa🥰😍....
trima kasihhh author untuk cerita yg super duper keren ini...Bakalan kangen dengan Tini Suketi n the genk...ahhhhh mang Dayat jugaaa....
Rasanya baru baca udahh selesai aja Hmmmm,,
Quality yg ngak bisa d boongin..
Luar Biasa🥰🔥
Kareema humaira ☆⃝𝗧ꋬꋊ
/Facepalm//Facepalm/
Kareema humaira ☆⃝𝗧ꋬꋊ
anjirr /Facepalm//Facepalm//Speechless/
meleleh hati adek bang
Kareema humaira ☆⃝𝗧ꋬꋊ
anjirrrr ngakakk/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Kareema humaira ☆⃝𝗧ꋬꋊ
jasa mengusap burung /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Jeong Nari
bagusss bgtt wajib bacaa semua karya author juskelapa, ⭐⭐⭐⭐⭐❤
Jeong Nari
kann jadi nangis/Cry/,
Jeong Nari
aaa jadi kangen ko Dean, udah baca 3x, jdi pengen balik lagi/Sob//Kiss/
JM_joe92
sukaaaa
🍀 chichi illa 🍒
sukaaa
Wandi Fajar Ekoprasetyo
mang Dayat ini baik sekali ya aslinya 🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!