Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.
Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.
Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.
Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Efek Kemenangan
Keesokan paginya, suasana di seluruh akademi terasa berbeda. Berita tentang hasil ujian tahap kedua telah menyebar seperti api, dan nama "Tim Luna Velmiran" menjadi buah bibir di mana-mana.
Untuk pertama kalinya, Aluna merasakan bagaimana rasanya menjadi pusat perhatian. Dadanya sesak. Setiap tatapan yang tertuju padanya terasa seperti jarum kecil yang menusuk kulitnya. "Jika bukan karena tubuh ini sudah terbiasa, entah apa yang akan kulakukan..." batinnya, berusaha menenangkan diri.
Saat ia berjalan bersama Garam menuju kantin akademi, bisikan-bisikan mengikuti setiap langkah mereka seperti bayangan yang tak bisa dilepas.
"...itu Putri Velmiran. Kudengar dia sendiri yang memimpin timnya ke posisi tiga..."
"...apa benar Grand Duke Orkamor ada di timnya? Mereka tidak terlihat akrab sama sekali."
"...apa kalian lihat duo Brunegard itu? Si ksatria kembali lebih awal dengan tandu petugas medis..."
"...benarkah? Apa menurutmu Putri Velmiran..."
Luna mengepalkan tangannya. Setiap kata yang terdengar membuatnya semakin gelisah.
"Wow, kamu mendengarnya? Kau terkenal di akademi sekarang, Lady Aylin pasti bangga," bisik Garam dengan senyum geli. "Bagaimana? Kau suka?"
"Aku tidak sehaus perhatian itu untuk menyukai sesuatu seperti ini," gerutu Luna pelan, suaranya terdengar lelah. "Mereka memperhatikanku karena statusku, kan? Padahal di sampingku ada peringkat kedua."
Perhatian ini membuatnya tidak nyaman. Seperti ada beban berat yang menekan bahunya. Ini adalah jenis perhatian yang tidak pernah didapat oleh Luna Velmiran yang asli di dalam game. Ini adalah variabel baru yang berbahaya.
Di aula sarapan yang ramai, situasi menjadi lebih mencekam. Saat Luna dan Garam mengambil makanan mereka, beberapa siswa mencoba mendekat untuk memberi selamat atau sekadar bertanya dengan penasaran. Luna merasa seperti hewan yang dipamerkan di kandangnya.
Luna, dengan bantuan Garam yang bersikap galak sebagai tameng, berhasil melewati mereka dan menemukan meja kosong. Napasnya sedikit lega.
Namun, matanya tanpa sadar menyapu seluruh ruangan, mencari satu sosok. Dan ia menemukannya. Riven duduk sendirian di meja dekat jendela, seperti biasa. Tenang, dingin, dan benar-benar tak terjangkau. Beberapa gadis mencoba mendekatinya, namun mereka bahkan tidak berani masuk dalam radius tiga meter dari mejanya.
"Yah, wajar saja mereka tertarik dengan Riven-ku. Dia tampan, tinggi, dan seorang Grand Duke yang punya kuasa. Gadis-gadis itu mungkin merasa ragu karena selain benefit luar biasa itu, rumor buruk soal Riven dan Anti-fraksi juga beredar."
Tiba-tiba, mata biru safir itu terangkat dan bertemu langsung dengan mata Luna dari seberang ruangan.
Jantung Luna serasa berhenti berdetak. Dunia seolah berhenti berputar. Seluruh kebisingan aula seolah lenyap, hanya menyisakan detak jantungnya yang bergemuruh di telinga. Hanya ada tatapan intens dari pria itu, sebuah tatapan yang seolah bertanya, Kapan kita akan bicara?
Dengan panik, Luna langsung membuang muka, berpura-pura sangat tertarik pada roti panggang di piringnya. Wajahnya terasa panas, seperti terbakar api.
"Sial, sial, sial! Dia melihatku! Dia pasti menungguku! Apa yang harus kukatakan nanti!? 'Hai Grand Duke, jadi soal lamaran tidak langsungmu kemarin...' Begitu!?" Pikirannya berputar kacau.
"Kau baik-baik saja? Wajahmu seperti kepiting rebus," komentar Garam sambil mengunyah sosisnya, alisnya terangkat khawatir.
"Aku baik-baik saja!" jawab Luna sedikit terlalu cepat, suaranya naik satu oktaf.
Dari sudut lain aula, tatapan lain juga tertuju pada mereka. Darius Orphan menatap tajam ke arah meja Riven, lalu beralih ke Luna dengan ekspresi kesal yang tak tersembunyi.
Di sebelahnya, Alther Miraglen juga melirik sekilas, wajahnya datar namun sorot matanya menunjukkan rasa penasaran yang dalam.
"Alther Miraglen dan Darius Orphan..." Luna merasakan kecemasan baru merayap di dadanya.
Darius Orphan dan Alther Miraglen adalah sahabat sejak kecil. Wajar jika mereka bersama. Tapi... melihat mereka bersama berarti fokus Iselyn bukan pendekatan agresif kepada Alther Miraglen.
"Ini membingungkan, rute siapa yang ia pilih?" Kepalanya mulai pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan.
Iselyn secara resmi sudah melewatkan dua rute saat ini. Casanova Zean Arthea dan Penyihir jenius Darius Orphan. Aman bagi Luna untuk berpikir Iselyn tidak berada di rute dua pria tersebut.
"Kalau begitu sisanya ada... Elion Stravin, Haris Brunegard, dan Alther Miraglen. Tapi kalau dia tidak mendekati Alther yang pasif...." Luna memandang ke arah Iselyn yang satu meja dengan Valen. Mata mereka bertemu. Si tokoh utama itu menatap Luna dengan senyum tipis yang sulit diartikan. Bulu kuduk Luna meremang. "Apa yang barusan itu...?"
Setelah sarapan yang menegangkan itu, semua murid baru dikumpulkan di lapangan utama untuk pengumuman ujian tahap ketiga.
Dekan Oldyang berdiri di podium, tatapannya menyapu seluruh siswa dengan aura yang menekan. "Selamat telah melewati dua tahap pertama," katanya dengan suara berat yang menggema. "Ujian hari ini akan berbeda. Tidak ada tim. Tidak ada kerja sama. Ujian tahap ketiga adalah Ujian Individu!"
Gemuruh terdengar di antara para siswa.
"Jangan khawatir, tidak ada monster yang harus kalian lawan. Kalian hanya perlu menjawab pertanyaan dan menampilkan bakat terbaik kalian."
"Ujian individu..." pikir Luna. Ini adalah kesempatannya. Kesempatan untuk menghindari Riven... atau berbicara dengannya tanpa gangguan.
Saat para siswa mulai digiring menuju gerbang yang megah, Luna merasakan seseorang berjalan di sampingnya. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa orang itu. Aroma mint dan kertas yang familiar sudah cukup.
"Luna Velmiran," suara Riven terdengar pelan, namun tegas, memotong kebisingan di sekitar mereka. "Kita perlu bicara."
Luna berhenti berjalan, jantungnya berdebar kencang. Ia menatap Riven, yang kini berdiri di hadapannya, menghalangi pandangannya dari yang lain. "Soal yang terjadi di dalam menara..."
"Aku harap kau tidak terlalu memikirkannya," potong Riven. Ia menatap lurus ke mata Luna, ekspresinya serius.
"Apa yang kau tunjukkan di dalam menara... kepemimpinanmu, kecerdasanmu, keberanianmu... dan perasaanmu padaku... itu semua membuatku... terbawa arus."
Luna tertegun. Dadanya sesak mendengar kata-kata itu. Pujian tulus dari Riven Orkamor: sesuatu yang tak pernah ia bayangkan akan ia dengar. Namun ada sesuatu dalam nada bicaranya yang terasa... salah. Seolah ia sedang menyalahkan dirinya sendiri.
Riven selalu berpikir secara teori, dan dalam teorinya yang keliru, menyatakan perasaan kepada orang lain adalah suatu pemaksaan kehendak. Logikanya salah, tapi begitulah karakternya. Ia membunuh perasaannya sendiri sebelum sempat tumbuh.
Luna menghindari tatapan Riven, dan untuk pertama kalinya, Riven benar-benar memikirkan dampak dari sikapnya. Putri dari keluarga Velmiran, fraksi bangsawan. Sedangkan dirinya, anak haram kaisar, Anti-fraksi. Ada benteng besar yang tampak mustahil untuk ditembus.
Namun, Riven juga tahu seberapa besar perasaan Luna padanya.
Kasusnya berbeda dengan Iselyn dalam permainan yang bertepuk sebelah tangan. Dengan Luna... dia bisa memperjuangkannya.
~Urusan perabotan dan wangi-wangian
Kuserahkan pada s'leramu yang lebih maju
Tapi tata ruang, aku ikut pertimbangkan~🎶
🤣
love you,Je t'aime, Te amo, Saranghae, liebe🫶🏻
sampaikan pesanku untuk Luna Thor "hati hati Lunaa😖"
ijin Thor
aaaaa kenapa sedikit sekali rasanya ini terlalu pendek, sudah kuduga aku harus menabungg nya, tapi karena jari ini terlalu gatal sehinga.. ah sudahlah😖🫠🫠🫠
makasih kakk, love sekebon deh🫶🏻✨
~maaf ngelunjak🫰🏻🫰🏻
semangat kakk, aku tunggu up selanjutnya, nggk sabar apakah ada adegan bucin nya raven ke Lunaa😍💪