Janetta Lee, dikhianati saat mengandung, ditinggalkan di jalan hingga kehilangan buah hatinya, dan harus merelakan orang tuanya tewas dalam api yang disulut mantan sang suami—hidupnya hancur dalam sekejap.
Rasa cinta berubah menjadi luka, dan luka menjelma dendam.
Ketika darah terbalas darah, ia justru terjerat ke dalam dunia yang lebih gelap. Penjara bukan akhir kisahnya—seorang mafia, Holdes Shen, menyelamatkannya, dengan syarat: ia harus menjadi istrinya.
Antara cinta yang telah mengkhianati, dendam yang belum terbayar, dan pria berbahaya yang menggenggam hatinya… akankah ia menemukan arti cinta yang sesungguhnya, atau justru terjebak lebih dalam pada neraka yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
“Jay Lin?” tanya Janetta dengan tatapan tajam.
“Aku Jay Lin. Ini Willy anakku. Aku sudah tahu apa yang terjadi. Apakah kau tahu, apa yang harus kau lakukan setelah melukai istriku?” jawab Jay tegas.
“Kalau kau mengira aku akan minta maaf, aku tidak akan melakukannya. Dan aku tak akan bertanggung jawab. Karena istrimu yang menyerangku dulu menggunakan nama ‘mafia’ untuk menakutiku. Memalukan, bukan?” balas Janetta dingin.
“Lalu apa maumu?” tanya Jay.
“Istrimu dan anakmu harus minta maaf pada anakku!” kata Janetta tegas.
“Sama sekali tidak mungkin. Tangan istriku cedera karena ulahmu,” bantah Jay.
“Kalau menolak minta maaf bukan masalah, kita bawa saja kasus ini ke pengadilan,” ujar Janetta.
“Kalau sampai ke pengadilan, aku pasti akan dibunuh oleh papa,” batin Jay terlihat panik.
“Kenapa diam saja? Aku akan lapor polisi sekarang juga. Istrimu menghina anakku, anakmu menyerang anakku, sedangkan aku hanya membela diri,” tegas Janetta.
“Janny, Willy, minta maaf!” perintah Jay dengan suara keras.
"Tidak!" jawab Janny dengan tegas." Dia sudah menyakitiku, dan anaknya juga melukai Willy. Mana mungkin kami yang harus minta maaf."
"Lakukan sekarang juga!" perintah Jay dengan nada tegas.
Janny dan Willy hanya bisa pasrah. Dengan raut wajah kecewa dan kesal, ibu dan anak itu lalu berpindah dari sana sambil mengucap permintaan maaf pada Xiao Han.
“Walau hari ini istriku dan anakku mengalah, bukan berarti aku akan diam saja,” kata Jay dengan nada ancaman.
“Tuan Lin, awasi anak dan istrimu dengan baik agar tidak menyusahkan orang. Terutama istrimu, jangan sampai menggigit orang sembarangan. Aku tidak punya banyak kesabaran. Dan aku juga tak peduli kau mafia dari mana,” jawab Janetta sambil menantang, mengenakan kacamata dan memegang tangan anaknya meninggalkan ruang guru.
Perjalanan.
Jay hanya diam menatap luar jendela, sementara istrinya, Janny, menahan emosi.
“Jay, kenapa kau menyuruh kami minta maaf pada jalang itu? Tanganku sakit karena ulahnya. Bukannya datang membela kami, malah membela dia,” kata Janny.
“Apa kau ingin masalah ini dibawa ke pengadilan? Kalau sampai papa tahu, kita bisa dibunuh olehnya,” jawab Jay.
“Kalau bukan karena aku anaknya, sejak awal aku pasti sudah mati di tangannya. Apa kau masih ingat kejadian tujuh tahun lalu?” sahut Janny.
“Aku ingat. Ini bukan sepenuhnya salahmu juga. Kau hanya memihak pada mamamu. Papamu yang memaksa dan mengancammu untuk ikut dengannya,” ujar Janny.
“Papaku cuma butuh penerus, dan penerusnya adalah Willy, bukan aku. Aku tidak ingin menimbulkan masalah lagi. Kau dan Willy juga harus menjaga sikap. Jangan menggunakan nama kita untuk mengancam orang,” ujar Jay tegas.
“Aku hanya ingin membuatnya takut,” jawab Janny.
“Wanita itu bukan orang biasa, auranya berbeda. Tatapannya menakutkan. Siapa dia sebenarnya?” Jay bergumam, masih menatap ke luar.
“Kau takut padanya? Dia cuma wanita biasa. Bukan siapa-siapa,” jawab Janny, meremehkan.
“Janny, jangan karena kau menantu bos mafia lalu bertindak sesuka hatimu. Posisi kita terancam dan bisa disingkirkan kapan pun. Kita hanya bertahan karena Willy,” kata Jay pelan.
Tak lama kemudian Jay bersama istri dan anaknya tiba di depan sebuah kediaman mewah yang dijaga ketat oleh beberapa pengawal mereka.
Jay melangkah masuk dengan langkah santai, sementara Willy berlari dengan cepat ke dalam kediaman megah itu.
“Kakek... kakek!” teriak Willy sambil menghampiri seorang pria yang duduk di sofa memegang koran. Raut wajah pria itu serius dan tatapannya tajam. Ia adalah Jones Lin, musuh ketat Holdes Shen.
“Willy, kenapa kakimu terluka? Apa yang terjadi?” tanya Jones.
“Shen Xiao Han yang melakukannya. Dia melukaiku lagi,” jawab Willy manja.
“Anak itu lagi? Kenapa kau selalu kalah darinya, padahal usiamu lebih tua?” ucap Jones kesal.
“Pa, Willy anak yang baik dan sopan, jadi dia tidak tega menyakiti temannya,” bela Janny.
“Sebagai keluarga mafia, mana bisa menjadi anak baik begitu saja. Kita harus menguasai segalanya. Harus jadi kuat. Sebagai orang tua, kau harus bisa mendidiknya menjadi kuat, bukan setiap kali kalau kelahi dia harus kalah,” jawab Jones dengan nada tegas.
“Pa, maaf. Aku akan membimbingnya,” ucap Jay.
“Jay, kau sangat mirip dengan ibumu yang lemah, sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Tapi jangan jadikan anakmu sepertimu. Anakmu harus kejam seperti aku, supaya bisa meneruskan garis kita,” ujar Jones.
“Baik, Pa,” jawab Jay.
“Dan kau... ada apa dengan tanganmu?” tanya Jones menatap tangan menantunya.
“Ibu dari Shen Xiao Han yang melukainya,” jawab Janny sambil menunduk.
“Tidak berguna sama sekali. Jay, kau harus mendidik istrimu agar bisa melawan. Sebagai istri dan anak mafia harus kuat dan bisa mengalahkan siapa pun, bukan menjadi korban,” tegas Jones.
“Iya, Pa. Aku mengerti,” jawab Jay.
“Willy, kakek akan melatihmu jadi kuat. Kalau anak itu menyerangmu lagi, jangan ragu patahkan tangannya!” perintah Jones.
“Baik, Kakek,” jawab Willy.
“Sebagai cucu keluarga Lin, kau tidak boleh ditindas,” ujar Jones tegas.
up lg dobel2.... lagii
semangatt thorr