Memiliki watak yang berbeda dengan saudaranya yang lain, membuat Erina sulit diatur. Bahkan ia tidak mengindahkan permintaan orang tuanya untuk segera menikah. Ia lebih memilih tinggal di luar negeri dan sibuk dengan karirnya. Hingga pada suatu saat, ia tidak menyangka bisa berjumpa dengan seseorang yang dapat menaklukkan hatinya. Pertemuan mereka yang tidak disengaja mampu merubah kehidupan Erina. Meski awalnya ia tidak tertarik namun akhirnya ia yang tidak bisa menjauh darinya.
Laki-laki tersebut adalah seseorang yang juga sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Namun setelah bertemu dengan Erina, ia mulai merubah pandangannya terhadap seorang wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Setelah menutup telponnya, Rasyad mengambil piring dari tangan Erina. Dan dengan tidak sengaja jari tangannya menyentuh jati tangan Erina. Sontak Erina terkejut. Ia langsung menyingkirkan tangannya.
"Maaf."
"Eh iya, tidak apa-apa. Kalau begitu saya kembali ke apartemen dulu. Semoga cepat sembuh."
Erina berjalan cepat keluar dari apartemen Rasyad.
Hal tersebut tidak luput dari pandangan Rasyad.
"Keburu amat neng, takut ada setan ya." Batin Rasyad sambil menggelengkan kepala.
Ia pun memakan pangsit buatan Erina.
"Enak juga kalau ada yang masakin gini. Eh, apa aku tidak keterlaluan sama dia? Ah nggak deh kayaknya."
Rasyad mengulum senyum. Akhir-akhir ini ia sering membatin.
Setelah selesai makan, Rasyad minum obat lalu shalat Dhuhur. Setelah itu, ia tidur lagi karena ia memang kurang enak badan.
Sedangkan Erina saat ini tengah berbaring di tempat tidurnya. Ia sedang memikirkan dirinya yang akhir-akhir ini sering sekali bersangkutan paut dengan Rasyad.
"Kata Ayah, tidak ada hal yang kebetulan dalam dunia ini. Semua yang terjadi pada diri kita, itu sudah dituliskan oleh Allah. Ah... kenapa aku mikirnya terlalu dalam." Batinnya.
Lama-lama Erina pun terlelap dalam tidurnya.
Sore harinya.
bangun tidur Erina merasakan nyeri perut karena datang bulan. Untungnya ia selalu menyediakan pembalut untuk berjaga-jaga kalau dirinya haid. Masalahnya haid Erina tidak teratur kadang maju kadang mundur. Jadi ia harus waspada kalau sewaktu-waktu kehabisan stok pembalut. Ia juga minum obat untuk pereda nyeri.
"Rasyad... apa dia sudah sembuh?"
Baru saja Erina memikirkannya, ternyata orangnya menelpon. Erina langsung mengangkat telponnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam.
Terdengar suara, Rasyad yang lemah.
"Kak, kamu tidak apa-apa?"
"Tolong, tolong aku. Rasanya dadaku berdebar hebat."
"Hah... eh iya iya. Tunggu sebentar. "
Erina cepat-cepat memakai jilbab dan outernya.
Tanpa permisi Erina membuka pintu apartemen Rasyad. Ternyata Rasyad sedang duduk bersandar di sofanya. Ia panik melihat Rasyad tidak baik-baik saja. Padahal tadi kelihatannya sudah membaik.
"Kak, gimana?"
"Panggilkan dokter!"
"Dokter di sini agak susah kalau dipanggil. Mending kita langsung ke rumah sakit. Ayo saya antar. Pakai jaketnya. Mana jaketnya?"
"Di kamar."
Rasyad mengambil jaket ke kamar. Erina tidak berani menyentuh Rasyad. Rasyad sangat memahaminya.
"Kak, kamu bisa jalan sendiri, kan?"
"Hem bisa, kamu tidak perlu memapahku. Cukup mendampingiku. Kalau aku pingsan, seret saja."
Dalam keadaan genting, Rasyad masih saja bicara omong kosong. Mereka pun melangkah pergi meninggalkan apartemen.Nampak Rasyad berjalan agak sempoyongan, sehingga Erina harus memperhatikannya.Erina mengantarkan Rasyad ke rumah sakit. Sebenarnya ada dokter yang praktek tidak jauh dari apartemen. Namun kalau hari libur, prakteknya pun tutup. Mereka berangkat ke rumah sakit naik taxi.
Anggap saja, mereka sedang berbahasa Prancis.
"Pak ke rumah sakit Paulo."
"Baik nona."
Taksi pun meluncur ke tempat tujuan. Hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai di rumah sakit. Setelah membayar taksi, mereka pun turun.
"Terima kasih, pak."
"Sama-sama."
Mereka langsung ke IGD. Rasyad ditangani langsung oleh dokter praktek. Setelah diperiksa ternyata Rasyad alergi obat. Mungkin kandungan obat yang Rasyad minum berbeda dengan kandungan obat miliknya sehingga menyebabkan reaksi yang berlebihan pada tubuhnya. Rasyad langsung dirujuk ke poli Dermatolog. Erina masih setia mendampinginya.
Sampai di sana, Rasyad memberikan sampel obat yang ia konsumsi sebelumnya. Dan memang jantung Rasyad tidak kuat. Makan dokter pun memberikan obat yang sesuai. Beruntung ia tidak perlu opname. Namun harus dilakukan perawatan yang intensif di rumah.
"Obat yang tadi jangan diminum lagi. "
Ujar dokter dalam bahasa Prancis.
"Baik dok." Jawab Erina. Karena Erina tahu sepertinya Rasyad tidak bisa berbahasa Prancis.
Rasyad memang suka keliling dunia, namun ia hanya menguasai tiga bahasa. Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang, karena ia memang sering ke Jepang.
"Kalian pasti pengantin baru ya? Anda nampak sangat khawatir pada keadaannya" Tanya dokter.
Sontak Erina langsung menyangkalnya.
"Tidak-tidak, saya bukan istrinya."
"Oh masih calon."
"Duh, bukan juga dok. Ya sudah dok, kami pamit dulu. Terima kasih."
Erina tidak menyangka jika dokter akan salah paham akan hubungan mereka.
Rasyad mencerna obrolan dokter dan Erina. Namun ia tidak paham.
"Kak, maaf sudah menyusahkanmu." Sesal Erina. Ia tahu ini di luar keinginannya. Namun semua terjadi begitu saja.
Rasyad justru mengabaikan permintaan maaf Erina. Karena baginya juga bukan salah Erina. Mereka ngobrol sambil berjalan keluar rumah sakit.
"Apa yang dokter katakan tadi? Sepertinya kamu sangat serius menyangkalnya."
"Hah... itu, tadi dokter cuma tanya apa kamu merasa mual atau muntah gitu. Ya, saya jawab tidak. Benar kan jawaban saya?"
Erina terpaksa berbohong, karena ia tidak mungkin menjelaskan yang sebenarnya. Ia takut akan semakin canggung.
"Hem... gitu? Tapi kenapa aku rasa kamu berbohong."
Sejenak Erina menghentikan langkahnya. Ia menelan salivanya sendiri.
"Hei, ayo pulang!" Tegur Rasyad.
"Eh iya... "
Erina mempercepat langkahnya. Akhirnya mereka pulang naik taksi. Saat di tengah perjalanan, handphone Rasyad berdering. Ternyata panggilan video dari sang Mama. Rasyad tidak mengangkatnya. Erina melirik Rasyad.
"Kenapa tidak diangkat?"
"Em, nanti saja."
Namun handphone Rasyad berdering lagi sampai berkali-kali Rasyad tidak mengangkatnya. Mama menjadi sangat khawatir. Tidak biasanya Rasyad begitu. Rasyad segera mengirim pesan pada Namanya dan mengatakan bahwa ia sedang di luar bersama orang penting, jadi tidak bisa diganggu. Meski begitu, Mama masih khawatir. Naluri seorang ibu memang sangat kuat. Namun mama tetap mendo'akan Rasyad baik-baik saja.
Tidak lama kemudian, kini handphone Erina yang berdering. Ternyata dari sang bunda.
"Tolong jangan bersuara." Ujar Erina kepada Rasyad.
Erina pun segera menerima panggilan.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam.
"Dek, dari tadi bunda chat nggak dibalas. Kamu ngapain?"
"Eh itu Bunda, Erina lagi nganter teman me rumah sakit."
"Oh iya, pantesan bising sekali. Lagi di jalan ya? "
"Iya bun.
"siapa temannya yang sakit, Friska?"
"Bukan, itu tetangga apartemen, bun."
"Sakit apa temannya? "
"Alergi obat, bun."
"Ya sudah, kita lanjut nanti ngobrolnya. Salam sama temannya ya. Bunda do'a kan semoga cepat sembuh."
"Iya, bun. Terima kasih. Assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikum salam."
Setelah mengakhiri telponnya, Erina menghela nafas panjang.
Rasyad meliriknya.
"Kenapa?" Tanya Erina.
"Tidak... aneh aja lihat kamu. Kayak ketakutan gitu."
Bukan takut lagi, tapi memang sangat takut. Baru kali ini ia jalan berdua dengan laki-laki selain keluarganya meskipun ke rumah sakit. Kalau Ayahnya tahu, bisa-bisa Erina langsung dibawa ke KUA.
"Malah bengong. Ayo turun, sudah sampai."
"Eh iya."
Rasyad membayar taksi. Setelah itu mereka naik lift dan kembali ke apartemen masing-masing. Sebelum itu Rasyad mengucapkan rasa terima kasih kepada Erina.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semoga kalian berdua segera saling membuka hati, apalagi kedua ortu kalian dah memaksa kalian untuk tinggal bersama ?? Hayo kita semua dah siap nungguin kalian berdua belah duren 🤣🤣🤣🤩🤩🤩🙏