 
                            Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Riza dan Albian, kerja sama?
Alden sedang berjalan menuju kontrakannya mencoba untuk menenangkan diri setelah kejadian tadi. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat dua orang yang sedang mengobrol di kejauhan.
Salah satu dari mereka adalah Albian. Terlihat jelas karena ia tidak membelakangi Alden. Tapi, yang Alden fokuskan bukanlah Albian, melainkan seseorang yang sedang berbicara di depan Albian.
Alden tahu itu bukanlah teman-teman Albian. Karena Alden sudah cukup familiar dengan mereka. Alden sendiri tidak bisa melihat jelas siapa pemuda itu karena posisinya yang membelakangi Alden.
Alden tidak ingin ikut campur. Terlebih itu adalah Albian, musuhnya sejak lama. Alden pun langsung beranjak meninggalkan tempat itu.
"Terserah lo mau ngelakuin apa. Yang penting dendam gue ke Alden terbalaskan."
Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba Alden mendengar suara Albian menyebut namanya, membuat langkahnya kembali berhenti.
Alden terdiam di tempat, ia yakin sekali bahwa ia tidak salah mendengar. Apa lagi yang sedang direncanakan oleh Albian?
"Tenang aja, gue bakal permudah lo. Lagian tu cowok miskin juga punya masalah sama gue. Gara-gara dia, cewek yang gue suka jadi menjauh." ujar seseorang di depan Albian.
Alden langsung membulatkan matanya, ia sangat terkejut. Suara itu sangatlah familiar di telinganya. Dan Alden tidak menyangka bahwa ternyata Albian tidak bertindak sendiri maupun bersama temannya, melainkan bekerja sama dengan seseorang yang pernah bertengkar dengannya.
"Riza?" gumam Alden lirih sambil menaikkan alisnya.
Alden merasakan emosinya mulai berpacu. Rahangnya mengeras dan tangannya terkepal, dua orang yang menjadi musuhnya ternyata diam-diam bekerja sama.
"Ini bayaran buat lo, sesuai yang dijanjikan."
Alden membalikkan tubuhnya dan benar saja, ia melihat Riza sedang menerima uang dari tangan Albian. Alden merasakan ketegangan di udara, ia menatap tajam ke arah dua pemuda itu.
Segitu bencinya Albian hingga menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan Alden. Alden sendiri pun tidak tahu apa penyebab Albian membencinya.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di SMP, terlebih Albian tau namanya, Albian langsung membenci Alden tanpa sebab. Bukan sekedar benci, tapi perundungan dan fitnah Albian lakukan tentunya bersama teman-temannya.
"Oke thanks, panggil aja gue kalo lo perlu." ujar Riza menepuk pundak Albian sebelum akhirnya berbalik pergi.
Sadar diperhatikan oleh Alden, Albian tersenyum sinis dan langsung menghampirinya. Alden hanya menatap tajam, ia tahu pasti bahwa pemuda di hadapannya itu sangatlah licik.
"Alden Alden... Udah lama gak jumpa. Apa kabar lo?" ujar Albian sambil menepuk pundak Alden.
Alden mengernyitkan dahi dan membersihkan bekas sentuhan Albian di pundaknya. Gerakan itu santai, tapi berhasil membuat Albian merasa kesal.
"Cih!"
"Jadi lo kerja sama dengan Riza?" tanya Alden pada akhirnya.
Albian tidak langsung menjawab, justru ia tertawa dingin dan menatap Alden dengan tatapan penuh kebencian. Albian menyipitkan matanya, membuat Alden semakin yakin dengan apa yang ia dengar sebelumnya.
"Kerja sama? Lo pikir gue butuh kerja sama buat ngalahin lo? Gue bisa ngalahin lo sendirian, men! Tapi Riza, dia juga punya dendam sama lo. So, kenapa enggak!" ujar Albian sambil menyunggingkan senyum sinisnya.
Tatapan Alden semakin tajam ke arah Albian. Tapi ia sama sekali tidak menunjukkan emosi apapun, walaupun sebelumnya sempat terbawa emosi karena perbincangan mereka.
"Jadi, lo cuma butuh Riza buat nambahin daftar orang yang benci sama gue?" ujar Alden sangat tenang sambil menaikkan sebelah alisnya.
Albian sangat terkejut melihat perubahan sikap Alden dalam menghadapinya. Alden yang dulu mudah terpancing sekarang justru terlihat biasa saja dengan Albian.
"Makin tenang ya lo sekarang." ujar Albian dengan senyuman liciknya. "Tapi, gue cuma pengen lo tau. Lo akan jatuh dan hidup lo gak akan pernah bahagia."
Alden tidak menunjukkan reaksi apapun terhadap ancaman yang baru saja dilontarkan oleh Albian. Alden yakin bahwa kehidupan itu berputar, dan semua itu sudah diatur oleh sang maha pencipta. Biarlah semua berlalu sesuai kehendaknya, yang Alden perlukan hanya bagaimana cara ia menyikapinya.
Alden tidak mengatakan apa-apa, ia justru memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata yang keluar dari mulut Albian. Tentu saja itu membuat Albian merasa frustasi.
"Asal lo tau, Albian. Kebencian hanya akan menyakiti diri lo sendiri. So, kenapa kita gak damai aja? Ngapain sih bermusuhan, gak ada faedahnya juga." ujar Alden santai.
"Damai sama lo?! Cih, jangan harap!" ujar Albian mencengkeram erat kerah baju Alden. Matanya melotot penuh kemarahan. "Gue gak akan pernah lupa sama apa yang lo lakukan!"
Alden yang masih terlihat sangat tenang, kini justru tersenyum miring. Ia tidak pernah melakukan apa-apa kepada Albian, tapi perkataan Albian seolah semuanya dimulai oleh Alden.
"Ingat, urusan kita belum kelar!" Albian melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Alden dengan kasar, membuat Alden terhuyung sedikit.
Tanpa kata lagi, Albian pun pergi meninggalkan Alden yang masih berdiri tenang di tempatnya. Alden menghela nafas kasar, walaupun ia sudah bersikap tenang tapi ia tidak bisa membohongi bahwa dirinya juga marah dengan tindakan Albian yang arogan.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Alden duduk di tepi tempat tidurnya, ia memijat pelipisnya yang terasa sangat berat. Hari ini saja ia dihadapkan dengan masalah yang bertubi-tubi.
Alden tidak pernah mencari masalah dengan orang lain, tapi sepertinya pandangan itu tidak berlaku pada mereka. Nyatanya, setiap langkah yang Alden ambil selalu saja ada badai yang menimpa.
Alden pun berdiri dengan niat hati ingin mengambil air minum di dapur. Baru sampai depan pintu, tiba-tiba ponselnya berdering. Akhirnya Alden mengurungkan niatnya untuk pergi ke dapur.
Alden meraih benda pipih itu di atas kasurnya. Ia merasa heran, tidak biasanya Fathan menelponnya seperti ini.
"Halo bro," ujar Alden ketika mengangkat panggilan telepon.
"Halo bro, apa kabar? Besok lo free? Udah lama gak jumpa, ya ngobrol-ngobrol santai aja lah." terdengar jawaban Fathan dari seberang telepon.
Alden memikirkan sejenak, pikirannya memang terasa sangat terbebani saat ini. Mungkin, dengan nongkrong bersama Fathan akan membuatnya sedikit rileks.
"Gak begitu baik sih. Besok bisa lah, gue juga pengen ngobrol sama lo." jawab Alden, suaranya terdengar sedikit berat.
"Buset, lagi ada masalah berat kayaknya. Kenapa lo?" sahut Fathan dengan nada meledek dari seberang telepon.
Alden menggosok-gosokkan jari di pelipisnya, ia tahu bahwa yang dikatakan Fathan benar adanya. Tapi, Alden sendiri bimbang harus memulai dari mana.
"Halo bro, lo masih hidup?" ujar Fathan setelah Alden hening beberapa saat.
Alden tersenyum kecil, menyadari bahwa ia telah melamun cukup lama. Terlebih candaan Fathan membuat beban pikirannya sedikit terangkat.
"Masih, masih. Sorry, gue cuma lagi mikir aja."
Terdengar suara tawa Fathan dari seberang telepon, dan tawa itu perlahan-lahan mengikis beban pikiran Alden. Persahabatan yang sempat renggang ternyata masih bisa kembali hangat seperti sediakala.
"Haha, mikirin apa sih bro? Jangan mikir yang berat-berat, ntar lo stres!" lagi-lagi Fathan meledek dengan suara tawa yang masih sangat terasa.
Keduanya pun larut dalam perbincangan di telepon. Setelah beberapa saat, panggilan berakhir, meninggalkan seutas senyum di sudut bibir Alden. Alden bisa melupakan sejenak masalah yang ia hadapi. Dan Alden berharap, kedepannya ia bisa lebih bijak lagi dalam menghadapi segala sesuatu yang akan datang.
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊