Di tengah hamparan alam semesta yang tak terbatas, jutaan dunia dan alam berputar dalam siklus abadi. Dari yang paling terang hingga yang paling gelap, dari yang paling ramai hingga yang paling sepi. Namun, di balik semua keindahan dan misteri itu, satu pertanyaan selalu berbisik di benak setiap makhluk: siapa sebenarnya yang berkuasa? Apakah manusia yang fana? Dewa yang dihormati? Atau entitas yang jauh lebih tinggi, yang bahkan para dewa pun tak mampu melihatnya?
Pertanyaan itu memicu hasrat tak terpadamkan. Banyak manusia, di berbagai dunia, memilih jalan kultivasi. Mereka mengorbankan waktu berharga, sumber daya, dan bahkan nyawa untuk satu tujuan: keabadian. Mereka menghabiskan usia demi usia, mengumpulkan energi langit dan bumi, hanya untuk menjadi lebih kuat, untuk hidup selamanya. Jalan menuju keabadian bukanlah jalan yang mudah. Keserakahan, ambisi, dan iri hati menjadi bayangan yang selalu mengikuti, mengubah sahabat menjadi musuh dan mengubah kedamaian menjadi kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Dunia Immortal dan Sekte Pedang Bulan
Malam merangkak naik, dan keheningan di dalam gua kecil itu hanya dipecah oleh gemeretak kayu bakar. Di depan api unggun yang hangat, Zhong Li duduk dengan tatapan kosong, mencoba mencerna segala informasi yang baru saja ia dengar. Di hadapannya, Guru Yuan dengan sabar menjelaskan tentang dunia tempat mereka berada.
"Ini adalah Alam Immortal, Tuan Zhong Li," kata Yuan, suaranya tenang. "Alam yang berada di atas Alam Manusia, tempat para kultivator mencapai keabadian. Banyak dunia dan sekte yang ada di sini, semuanya berlomba untuk mencapai puncak kultivasi."
Zhong Li mendengarkan dengan saksama. "Immortal... kultivator..." gumamnya. Sebagian ingatannya seakan kembali, samar-samar seperti mimpi. "Di alamku, kami menyebut kultivasi sebagai pencarian Jalan Besar, Jalan Dao."
"Benar sekali," sambung Yuan. "Di dunia ini, Jalan Dao itu dibagi menjadi beberapa tingkatan. Dimulai dari yang paling rendah: Tahap Dasar Qi, di mana seorang kultivator mengumpulkan energi spiritual langit dan bumi. Lalu ada Tahap Pembentukan Pondasi, di mana energi itu mengeras menjadi inti spiritual. Setelah itu, ada Tahap Inti Emas, Tahap Jiwa Baru Lahir, Tahap Transformasi Jiwa, dan seterusnya."
Li Wei, murid tertua, ikut menambahkan dengan bangga. "Tingkatan yang lebih tinggi seperti Tahap Mahadewa atau Tahap Leluhur Agung memiliki kekuatan yang luar biasa. Konon, dengan satu pukulan saja, mereka bisa menghancurkan gunung menjadi debu, mengeringkan samudra, dan bahkan membelah langit!"
Mendengar itu, Zhong Li hanya mengangguk pelan. Semua tingkatan yang disebutkan terdengar seperti tahap kultivasi awal di Alam Celestial tempat asalnya. Ia, sebagai Dewa Api Surgawi, berada di puncak piramida yang bahkan jauh di atas tingkatan Mahadewa. Namun, mengapa ia sekarang terperangkap di sini, tanpa kekuatan sedikit pun? Sebuah lubang hitam di ingatannya mengganggu pikirannya, membuatnya merasa frustrasi.
°°°
Pagi tiba, membawa cahaya mentari yang hangat. Guru Yuan dan murid-muridnya sudah bersiap untuk kembali ke sekte mereka. Luka-luka mereka telah dibalut dan energi spiritual mereka sedikit pulih.
"Tuan Zhong Li," ujar Yuan, mendekat dengan hormat. "Kami sangat berterima kasih atas pertolongan Anda. Tanpa Anda, kami semua pasti sudah tewas. Sebagai tanda terima kasih, kami mengundang Anda untuk ikut ke Sekte Pedang Bulan. Kami akan menjamu Anda dengan layak dan memberikan Anda pakaian yang pantas."
Zhong Li, yang masih bingung dengan keadaan dirinya, mengangguk setuju. Ia menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan untuk mengembalikan ingatannya dan mencari tahu apa yang terjadi padanya. Mengikuti mereka adalah pilihan terbaik untuk saat ini.
Guru Yuan mengeluarkan pedang terbangnya, yang memancarkan aura spiritual lembut. "Karena kekuatan Anda belum pulih, mari kita tumpangi pedang saya," katanya sambil mempersilakan.
Zhong Li mengangguk, lalu naik ke pedang terbang. Di sampingnya, murid-murid lain juga menaiki pedang mereka masing-masing. Dengan anggun, mereka melesat ke udara, meninggalkan lembah yang penuh kenangan buruk itu. Selama perjalanan, Zhong Li hanya bisa mengamati pemandangan di bawahnya dengan tatapan kosong. Ia pernah melintasi galaksi dan melompati bintang, namun kini ia harus menumpang pedang terbang kecil milik kultivator tingkat rendah. Ironi ini membuatnya merasa seperti ia telah jatuh ke jurang paling dalam.
°°°
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di Sekte Pedang Bulan. Sekte itu terletak di atas sebuah gunung yang puncaknya diselimuti kabut, dengan bangunan-bangunan kayu tradisional yang tertata rapi. Para murid dan guru yang lain menyambut kedatangan mereka dengan lega dan gembira. Namun, ekspresi mereka berubah menjadi keheranan saat melihat Zhong Li, pria asing berambut perak dengan tanda api di dahinya.
Guru Yuan segera mengumpulkan murid-muridnya dan berbisik, "Kita tidak boleh mengungkapkan identitas Tuan Zhong Li sebagai dewa. Kehadirannya bisa membawa bahaya yang tak terduga. Kita akan memperkenalkan dia sebagai kultivator pengembara yang menyelamatkan kita."
Li Wei dan yang lain mengangguk mengerti. Mereka tahu, dunia kultivasi penuh dengan keserakahan. Jika ada yang tahu ada dewa yang terjatuh tanpa kekuatan, banyak yang akan mencoba memanfaatkannya.
Guru Yuan kemudian membawa Zhong Li ke hadapan Ketua Sekte, seorang pria tua bijaksana bernama Shao Feng. "Ketua, izinkan saya memperkenalkan Tuan Zhong Li. Beliau adalah seorang kultivator pengembara yang kebetulan lewat dan menyelamatkan kami dari serangan Raja Serigala Ungu Petir."
Ketua Shao Feng, dengan matanya yang tajam, mengamati Zhong Li. Ia bisa merasakan aura luar biasa yang tersembunyi di dalam tubuh pria muda itu, aura yang begitu kuat hingga tak terlihat. Ia tersenyum tipis. "Selamat datang di Sekte Pedang Bulan, Tuan Zhong Li. Kami berhutang nyawa padamu. Silakan, masuklah dan beristirahat. Perjamuan akan segera dimulai."
Zhong Li hanya mengangguk sebagai balasan. Setelah itu, ia diantar oleh seorang pelayan ke sebuah kamar untuk berganti pakaian.
°°°
Di dalam kamarnya, Zhong Li menemukan satu set pakaian Hanfu yang sudah disiapkan. Ia mengambil Hanfu itu, memandanginya dengan pandangan yang aneh. Pakaian itu berwarna putih bersih dengan corak garis biru gelap di bawahnya, terbuat dari sutra berkualitas tinggi. Ia dengan canggung mengenakannya, merasakan kain lembut itu di kulitnya. Tanpa sengaja, ia lupa mengenakan dalaman, membuat lekukan otot di dada dan perutnya sedikit terlihat dari balik pakaian putih tipisnya.
Setelah selesai, ia keluar dari kamar dan berjalan menuju aula perjamuan yang sudah ramai. Sepanjang perjalanan, banyak murid sekte yang melihatnya terpaku. Mereka melihat keagungan yang memancar dari dirinya, meskipun ia hanya seorang kultivator biasa. Dengan rambut perak yang terurai, tanda api di dahinya, dan postur tubuhnya yang sempurna, ia tampak seperti makhluk surgawi yang turun ke dunia fana. Para murid perempuan terutama, banyak yang merona dan berbisik kagum.
Sesampainya di aula, Guru Yuan menyambutnya dengan senyum lebar. "Mari, Tuan Zhong Li, duduklah di sini!"
Perjamuan dimulai dengan makanan lezat yang memenuhi meja. Zhong Li duduk dengan anggun, cara makannya berbeda dari yang lain. Ia makan dengan tenang dan perlahan, seolah ia sedang menghadiri jamuan di istana surgawi. Ia tidak banyak berbicara, hanya sesekali menjawab pertanyaan dengan singkat.
Setelah beberapa saat, ia merasa cukup. Perjamuan itu, meskipun lezat, tidak bisa mengisi kekosongan yang ia rasakan. Ingatannya yang hilang terus menghantuinya. Ia berdiri, membungkuk sedikit kepada Guru Yuan dan Ketua Shao Feng.
"Terima kasih atas jamuannya," ucapnya dengan suara tenang. "Saya kembali ke kamar untuk beristirahat."
Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan berjalan keluar dari aula, meninggalkan semua orang yang terdiam dalam kebingungan. Kepergiannya yang tiba-tiba membuat perjamuan yang meriah itu seolah kehilangan sebagian cahayanya. Di balik pintu yang tertutup, Zhong Li berjalan kembali ke kamarnya, matanya masih memancarkan kebingungan yang mendalam. Jauh di dalam dirinya, ia merasa ada sebuah kekuatan yang menunggu untuk bangkit. Ia hanya perlu mengingat... siapa dirinya yang sebenarnya.