Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Sehari bersama Tante Icha.
"Benarkah ini buat Dhea, Tante?" tanya Dhea dengan tatapan matanya yang berkilauan. Dia memegang sepeda mini berwarna pink dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Marisa mengangguk mantap dengan senyum lembut tersungging di bibirnya.
Dhea meninggalkan sepeda itu, lalu menghambur memeluk Marisa dan membenamkan wajahnya di perut wanita yang memberikannya hadiah.
"Terima kasih, Tante," ucapnya tulus seraya menengadahkan wajahnya ke atas menatap Marisa dengan matanya yang bersinar penuh rasa syukur.
"Apa Dhea suka?" tanya Marisa seraya mengusap pucuk kepala Dhea dengan sayang.
Dhea mengangguk lalu mengeratkan pelukannya. Marisa menundukkan kepalanya lantas mengecup kepala Dhea lembut.
"Sayang, kita coba sepedanya, yuk!" ajak Marisa dan menghampiri sepeda.
Marisa mulai mengajari Dhea cara naik sepeda dengan sabar. Ia memegang bagian belakang sepeda dan membantu Dhea untuk menyeimbangkan dirinya. Dhea terlihat sangat bersemangat dan berusaha keras untuk mengayuh sepeda. Keseruan pun terjalin di antara mereka.
"Ayo, Sayang! Kamu bisa!" Marisa mendorong Dhea dengan penuh semangat.
Dhea mengangguk dengan yakin dan penuh percaya diri.
Marisa melepaskan pegangannya pada sepeda, dan Dhea berhasil mengayuh sepeda beberapa meter sebelum akhirnya terjatuh. Marisa tersenyum, lalu membantu Dhea bangun dan memeluknya.
"Jangan khawatir, Sayang. Dhea sudah berusaha dengan baik. Coba lagi, yuk!" Marisa mengajak Dhea untuk mencoba lagi.
Dhea mengangguk dan kembali naik ke sepeda. Dengan sedikit bantuan dari Marisa, Dhea berhasil mengayuh sepeda lebih jauh lagi. Marisa tersenyum bangga melihat Dhea yang semakin percaya diri.
"Yeeea...Dhea bisa, Tante!" serunya sambil tertawa lebar dan wajah berseri-seri.
Halaman belakang rumah Marisa dipenuhi dengan suara tawa Dhea yang ceria. Gadis kecil itu mengayuh sepedanya penuh semangat, rambutnya tergerai oleh sapuan angin. Marisa berdiri di pinggir, mengawasi Dhea dengan tersenyum lebar. Hatinya merasa bahagia melihat Dhea yang begitu gembira.
Marisa memutuskan untuk bergabung dengan Dhea. Ia berlari ke arah Dhea dan memeluknya dari belakang. "Tante sangat bangga padamu, Sayang. Dhea sangat hebat bisa dengan cepat belajar!" serunya memuji.
Dhea mengangguk sambil tertawa lebih keras, dan terus mengayuh sepedanya. Sampai akhirnya mereka berdua jatuh ke rumput, lalu tertawa bersama dengan saling berpelukan.
Lelah bermain sepeda, mereka pun beristirahat di teras. ART datang membawa minuman dingin yang langsung diserbu oleh Dhea dan Marisa.
"Ahh, segarnya!" seru Dhea sehabis meneguk minuman tersebut.
Marisa mengangguk setuju, lalu tersenyum sambil mengacak rambut Dhea dengan gemas.
"Terima kasih, Bi!" ucap Marisa seraya mengangkat gelas minumannya.
*
Setelah makan siang, dan beristirahat, Marisa mulai mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat kue ulang tahun. Dhea pun mendekat dan memperhatikan dengan seksama.
"Tante, ini apa?" tanya Dhea penasaran.
"Ini semua bahan-bahan untuk membuat kue," Marisa menyebutkan satu persatu nama barang tersebut pada Dhea.
"Dhea boleh ikut membuat kue, Tante?"
"Boleh, dong. Hari ini kan, Dhea ulang tahun, jadi kita mau bikin kue ulang tahun yang spesial untuk Dhea," jawab Marisa.
Marisa dan Dhea duduk di lantai dapur beralaskan tikar plastik, bersiap untuk membuat kue ulang tahun. Mereka berdua mengenakan celemek dan topi dapur, siap untuk memulai.
"Siap membuat kue ulang tahun yang lezat, koki kecil?" tanya Marisa sambil senyum.
"Siap, Tante!" jawab Dhea dengan mata berbinar.
Marisa menuangkan tepung ke dalam mangkuk besar. Dhea langsung menyelamkan tangannya ke dalam tepung lalu dengan iseng melemparkannya ke arah Marisa.
"Aaah...! Tepungnya berterbangan!" teriak Marisa sambil tertawa.
Dhea tertawa dan melemparkan tepung lagi. Marisa membalas dengan melemparkan tepung ke arah Dhea. Mereka pun tertawa bersama sambil bermain tepung sampai puas.
Selanjutnya, Marisa dan Dhea mulai membuat adonan. Mereka berdua mengaduk dan mencampurkan semua bahan-bahan.
"Tante, ini buat apa?" tanya Dhea seraya menunjuk toples berisi gula.
"Nanti kita tambahkan ke adonan. Tapi jangan terlalu banyak ya, Sayang. Dhea kan, sudah manis," jawab Marisa sambil tersenyum, lalu menoel hidung Dhea, membuat gadis kecil itu tersipu malu.
Setelah adonan jadi, Marisa membaginya menjadi dua bagian, lalu memasukkannya ke dalam oven.
"Kenapa membuat kuenya dua, Tante?" tanya Dhea sambil mengerjab bingung.
"Yang satu kita makan bareng, yang satu lagi buat Dhea sama Ayah di rumah," tutur Marisa.
"Waahh...! Makasih, Tante." Dhea bertepuk tangan dengan gembira. Lalu memeluk Marisa dengan manja dan mencium kedua pipinya.
"Makasih, tante sayang Dhea banyak-banyak?" ucap Marisa dengan tulus.
"Dhea juga sayang Tante banyak-banyak," sahut Dhea tak mau kalah.
Beberapa saat kemudian kue matang, mereka pun mulai menghias kue dengan krim yang telah dipersiapkan sebelumnya. Marisa mengoleskan krim pada pipi Dhea, membuat Dhea tertawa dan berusaha membalas.
Dhea mencolek pipi Marisa dengan jari yang berlumuran krim. Marisa tertawa dan membalas dengan mencolek pipi Dhea lagi.
Mereka berdua terus bermain dan tertawa, membuat dapur menjadi tempat yang penuh dengan keseruan dan kegembiraan. Kue ulang tahun mereka menjadi semakin spesial dengan sentuhan cinta serta kebahagiaan.
*
Di sisi lain.
Reza bersama Agus dan Bagas memilih untuk melanjutkan perjalanan menuju mess. Namun, kecurigaan itu membuat rasa penasaran tak terbendung di dalam benak ketiganya.
"Kira-kira ada apa di barak Pak Mandor ya, Za?" tanya Agus.
"Aku mulai curiga dia melakukan sesuatu untuk kepentingannya sendiri. Lihat saja tingkahnya sekarang sok berkuasa," komentar Bagas.
"Ssttt... ini hanya antara kita bertiga saja. Jangan sampai kecurigaan kita bocor dan terdengar sama yang lain," kata Reza memperingatkan.
"Lebih baik kita melakukan penyelidikan diam-diam. Tapi ingat, jaga sikap kita supaya mereka tidak curiga sama kita," sambung Reza kemudian.
"Oke, siiip." Kedua pria itu menyahut serempak.
"Ayah...!" seru Dhea dengan wajah berseri berdiri di depan kamar bersama Marisa.
Agus dan Bagas tersenyum penuh arti sambil menepuk pundak Reza, lalu masuk ke kamar mereka masing-masing.
Sementara Reza tersenyum canggung dan menghampiri keduanya.
"Selamat malam, Mas Reza. Saya mengantarkan Dhea, maaf ya, kami keasyikan bermain sampai lupa waktu," ucap Marisa seraya menangkupkan kedua tangannya.
"Oh, tidak apa-apa, Bu. Kebetulan saya juga baru pulang," jawab Reza sambil mengusap lehernya meskipun tidak gatal.
Suasana mendadak canggung, keduanya bingung mau ngobrol apa hingga suara Dhea mengurai kecanggungan di antara mereka.
"Ayah, lihat deh. Tante Icha membelikan Dhea sepeda baru dan membuatkan kue ulang tahun," kata Dhea dengan bangga sambil menunjukkan kedua hadiahnya pada Reza.
"Wah...! Benarkah?" Reza menghampiri Dhea sambil tersenyum lebar, lalu mencium kening anaknya.
"Selamat ulang tahun ya, Sayang," kata Reza dengan suaranya yang lembut.
"Terima kasih, Bu. Maaf, jadi merepotkan Anda," ucap Reza dengan tulus. Dia benar-benar merasa tidak enak hati pada Marisa.
"Tidak merepotkan sama sekali kok, Mas. Apa yang saya lakukan hanya untuk menyenangkan hatinya. Iya kan, Dhea?" ucap Mariza sambil mengerling ke arah Dhea.
Dhea mengangguk sambil tersenyum seolah mengerti maksud Marisa.
"Kalau begitu saya pamit ya, Mas. Selamat malam," kata Marisa sambil tersenyum, lalu mengusap kepala Dhea dengan sayang.
"Terima kasih, Bu. Hati-hati di jalan."
"Terima kasih, Tante."
Reza dan Dhea berkata serempak sambil melambaikan tangannya.
Marisa membalasnya dengan lambaian tangan, kemudian masuk ke dalam mobilnya dan perlahan meninggalkan halaman mess.
*
Malam harinya Dhea dan Reza duduk saling berhadapan. Di tengah mereka terdapat meja lipat kecil dan kue ulang tahun berada di atasnya. Sambil menikmati kue tersebut, Dhea menceritakan keseruannya sehari bersama Marisa dengan wajah berseri-seri dan penuh semangat. Dari belajar naik sepeda sampai membuat kue bersama.
Reza hanya bisa mendengarkan cerita Dhea dengan tersenyum dan tatapan matanya yang teduh. Tak mungkin baginya mematahkan semangat anaknya yang sedang berbahagia. Dia juga berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan bersalahnya karena lupa hari ulang tahun anaknya.
Ponsel Reza berdering mengalihkan perhatian mereka. Nama Rinjani tertera di layar. "Dari ibu," katanya lalu memberikannya pada Dhea.
Dhea lantas menerimanya dengan senang hati.
"Halo, Dhea. Selamat ulang tahun ya, Sayang," ucap Rinjani dari seberang telepon.
"Maaf ya, ibu tidak bisa memberikan kado buat Dhea. Sekarang Dhea kan, jauh," lanjutnya menambahkan.
"Nggak papa kok, Bu. Dhea sudah dapat hadiah dari Tante Icha. Dhea dibikinin kue ulang tahun juga dibeliin sepeda baru. Tante Icha, baiiik banget deh, Bu. Orangnya cantik dan lembut. Kami..." Dhea terus nyerocos menceritakan kedekatannya dengan Marisa.
Di seberang sana, Rinjani mulai merasa cemburu dan tidak nyaman mendengar cerita Dhea tentang Marisa. Dia merasa ada yang mengganjal di hatinya, merasa bahwa Marisa telah mengambil perhatian dan kasih sayang Dhea.
Menyala deh, Jan.🤗
masih mending Sean berduit, lha Farhan?? modal kolorijo 🤢
Siapa yg telpon, ibunya Farhan, Rinjani atau wanita lain lagi ?
Awas aja kalau salah lagi nih/Facepalm/
maap ya ibuu🙈🙈
Rinjani....kamu itu hanya dimanfaatkan Farhan. membuang Reza demi Farhan dan ternyata Farhan sudah mencari mangsa yang lain😂