NovelToon NovelToon
Sampai Cinta Menjawab

Sampai Cinta Menjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Penyesalan Suami / Percintaan Konglomerat / Nikah Kontrak
Popularitas:819
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

Demi kabur dari perjodohan absurd yang dipaksakan oleh ayahnya, Azelia Nayara Putri Harrison nekat meminta bantuan dari seorang pria asing yang ditemuinya secara tidak sengaja di jalan.

Namun pria itu bukanlah orang biasa—Zevian Aldric Rayford Steel, pewaris utama keluarga Steel; sosok yang dingin, ambisius, arogan, dan… anehnya, terlalu cepat jatuh hati pada wanita asing yang baru ditemuinya.

Saat Zevian menawarkan pernikahan sebagai jalan keluar dari imbalan yang dia minta, Nayara menyetujuinya, dengan satu syarat: pernikahan kontrak selama 2400 jam.
Jika dalam waktu itu Zevian gagal membuat Nayara percaya pada cinta, maka semuanya harus berakhir.

Namun bagaimana jika justru cinta perlahan menjawab di tengah permainan waktu yang mereka ciptakan sendiri? Apakah Zevian akan berhasil sebelum kontrak pernikahan ini berakhir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1 PROLOG (Awal pertemuan)

Disclaimer

Dalam cerita ini, terdapat beberapa dialog yang menggunakan bahasa Inggris. Untuk memudahkan pembaca, setiap dialog berbahasa Inggris akan disertai dengan terjemahan langsung dalam tanda kurung.

Apabila terdapat kekeliruan dalam terjemahan maupun tata bahasa (grammar), mohon dimaklumi. Segala bentuk kesalahan sepenuhnya merupakan kelalaian penulis yang hanyalah manusia biasa.

Semoga pembaca tetap dapat menikmati alur cerita serta makna yang ingin disampaikan. Terima kasih atas pengertian dan dukungannya. 🤍

Selamat membaca...

......................

ZEVIAN ALDRIC RAYFORD STEEL

Seorang pria tampan berusia 32 tahun, Zevian Aldric Rayford Steel, berjalan dengan langkah cepat, seolah setiap detiknya penuh tekanan. Postur tubuhnya tegap dan penuh kepercayaan diri, seakan dia adalah seorang atlet profesional yang selalu siap menghadapi tantangan. Dengan pakaian jas hitam yang rapi, sedikit membuka kancingnya di bagian leher, Zevian tampak seperti pria yang tak pernah lepas dari kesempurnaan.

Hidung mancung dan alis tegas yang terukir sempurna memberi kesan bahwa dia adalah sosok yang penuh kuasa dan kekuatan. Garis wajahnya tajam dan tegas, mencerminkan ketegasan dan ketidakpedulian pada apapun yang menghalangi jalannya. Matanya, yang tajam dan penuh kerahasiaan, memancarkan aura misterius, seolah dunia ini tak lebih dari permainan yang harus dia menangkan. Tidak ada yang bisa meragukan bahwa dia adalah seorang pemimpin, seseorang yang selalu berada di puncak.

Saat itu, dia tengah berjalan dengan tergesa-gesa menuju mobil mewahnya yang terparkir di luar gedung perusahaan. Angin malam yang menerpa rambut hitamnya yang sedikit berantakan hanya menambah kesan keanggunan pada dirinya. Tak ada satupun yang tampak bisa mengganggu ketenangannya, meskipun di dalam dirinya, ada ketegangan yang sulit dibendung.

Di sampingnya, Aditya Daniandra Prakarsa, sahabat sekaligus tangan kanannya, tak kalah tampan. Pria berusia 30 tahun ini selalu tampak elegan, meski hari itu dasinya terlihat sedikit berantakan, mirip dengan penampilan Zevian yang sedang terburu-buru. Aditya, yang memiliki wajah ras Asia dengan fitur halus dan senyum yang selalu terjaga, mengikuti langkah Zevian dengan penuh kewaspadaan. Seperti seorang bayangan, dia selalu siap sedia di samping Zevian—setia dan tak pernah lepas. Baju jas yang dikenakan Aditya juga tidak jauh berbeda, tetapi ada sesuatu yang lebih santai pada dirinya, meski tetap terlihat menarik dan memikat.

Keduanya berjalan cepat, seakan dunia mereka sedang menunggu untuk dihentikan dengan keputusan yang akan datang. Aditya, yang selalu mengamati Zevian dengan penuh perhatian, tampak seperti ingin mengajukan beberapa pertanyaan, namun dia tahu betul bahwa saat seperti ini, lebih baik tetap diam. Zevian, dengan wajah yang tak pernah menunjukkan ekspresi lebih dari sekadar ketegasan, berjalan lebih cepat, seolah ingin segera mengakhiri hari yang penuh dengan beban di pundaknya.

Zevian masuk ke dalam mobil Lamborghini hitam miliknya yang terparkir dengan sempurna di parkiran kantor, meskipun hari sudah hampir larut. Cahaya jalanan yang temaram menyinari mobil mewah itu, menciptakan gambaran kontras antara kemewahan dan kesunyian malam. Aditya ikut masuk tanpa banyak bicara, ekspresinya serius, seakan sudah terbiasa dengan keheningan yang menyertai Zevian. Mobil itu segera melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalan ibukota yang sepi, menciptakan sensasi kecepatan yang menambah ketegangan di udara. Jendela yang sedikit terbuka membiarkan angin malam menyentuh wajah mereka, namun keduanya tidak memperdulikan cuaca di luar. Perasaan yang membebani masing-masing lebih berat daripada dinginnya malam itu.

Tidak ada rasa takut dalam jiwa kedua pria itu—hanya keinginan untuk segera sampai di rumah, untuk bisa merasakan sedikit ketenangan setelah hari yang panjang dan penuh dengan keterikatan pekerjaan. Beban mental yang mereka bawa seolah terbungkus dalam hampa.

Langit malam terlihat sangat pekat, seperti kain hitam yang menutupi langit tanpa sedikit pun celah cahaya bintang. Cuaca mendung, awan gelap menggantung rendah, dan bulan tampak enggan menampakkan dirinya, menyisakan sepi yang hampir menenggelamkan kota.

Suasana di dalam mobil terasa semakin berat, dipenuhi dengan ketegangan yang tak terucapkan. Kedua pria ini, sahabat sekaligus bos dan bawahan, duduk terdiam di dalam mobil, meskipun begitu, ketegangan di antara mereka tak bisa disembunyikan. Mereka berdebat, suara mereka saling bertubrukan.

"Pelan-pelan saja! Kamu ingin mati, hah?" Ujar Aditya membentak dengan suara keras, penuh kekesalan. "Jika kamu membawa mobil seperti mencari mati, bukannya sampai ke rumah, kita malah sampai ke kuburan! Mau kamu?" Lanjut Aditya, yang duduk di kursi penumpang sebelahnya, hanya mendengus, menahan emosi. Namun, ia tak tahan untuk tidak berkomentar karena tindakan Zevian yang sangat berisiko. Mengerem mendadak, suara rem yang keras itu seolah memecah keheningan malam, membuat Aditya terkejut.

"Diamlah, bodoh!" Zevian hanya menjawab dengan suara penuh kekesalan. Aditya tahu betul bahwa temannya ini tidak sedang dalam mood yang baik. Ia menyeringai pelan dan menyesap napas panjang, merasa geram dan kesal dengan sikap Zevian yang tak pernah bisa tenang.

"Kamu gila, hah? Tadi mengebut, sekarang mengerem mendadak. Apakah otakmu tergilas hanya karena ibumu menjodohkan mu lagi?" Ocehan Aditya keras, dengan nada yang lebih tajam, meskipun di dalam dirinya ada sedikit perasaan cemas melihat sikap Zevian yang semakin tidak terkendali. Ekspresinya tampak seperti sedang mencoba menahan amarah yang semakin membuncah.

"Keluar, kau!" Zevian berkata dengan suara penuh ketegangan, tangannya tetap memegang setir dengan kuat. Keputusan itu seolah ingin menciptakan sebuah keputusan yang tidak bisa dibantah. Ia tidak mematikan mobilnya, hanya berniat mengertak sahabatnya itu, memperlihatkan kemarahan yang mendalam.

"Ohh, ayolah Zevian! Aku minta maaf, aku janji akan diam," seru Aditya, sedikit terkejut mendengar ancaman itu. Wajahnya yang biasanya tenang dan penuh perhitungan kini tampak sedikit panik. Tidak ada yang bisa menghalangi kebiasaan Zevian dalam membuat keputusan impulsif seperti ini. Bayangkan saja, diturunkan di tengah jalan, apalagi tengah malam. Kejadian semacam itu akan sangat merugikan, bahkan untuk seseorang yang sehat seperti Aditya.

"Jika kau bicara lagi, awas kau!" Ancam Zevian mengucapkan kata-kata itu dengan suara rendah, namun terdengar penuh ancaman. Tangannya yang terangkat menyalakan mobil dengan gerakan kasar, menambah kesan kekesalan yang tak terbendung. Wajahnya yang tampan, dengan garis rahang yang tegas, kini memancarkan aura kekesalan yang jelas. Matanya yang tajam menatap lurus ke depan, mencoba untuk tidak menghiraukan sahabatnya yang terus berkomentar. Bagaimana tidak, seharian ini ia sudah lelah dengan pekerjaan kantor, ditambah lagi dengan harus mendengarkan ocehan yang menurutnya sama sekali tak berguna dari Aditya. Kesabaran Zevian sudah hampir habis.

Mobil kembali melaju, kali ini dengan kecepatan lebih stabil dibandingkan sebelumnya. Mesin mobil meraung halus, menciptakan suara yang menenangkan dibandingkan dengan kegelisahan yang terjadi sebelumnya. Lampu jalanan yang temaram menambah kesan tenang di dalam mobil, namun masih ada ketegangan yang menggantung di udara. Keheningan yang sejenak menyelimuti di antara keduanya, seolah menjadi jeda setelah perdebatan kecil yang baru saja terjadi. Aditya yang biasanya selalu ceria dan suka menggoda, kini memilih untuk diam, merasakan atmosfer yang lebih tenang, meskipun dia tahu betul bahwa kebiasaan Zevian yang mudah tersinggung bisa membawa mereka ke situasi yang lebih rumit.

Namun, tanpa ada peringatan, suasana itu berubah dalam sekejap. Tiba-tiba, dari sisi jalan yang gelap, seorang wanita cantik berlari menghampiri mobil mereka. Kakinya yang melangkah cepat dan tergesa-gesa menyentuh aspal dengan desir suara yang terdengar jelas di telinga mereka.

Ckittt...

Suara rem yang diinjak mendadak menggema di telinga mereka. Zevian yang tak siap dengan kejadian itu terkejut, tubuhnya yang kekar dan tegap itu tampak lebih tegang dari sebelumnya. Matanya yang tajam menatap wanita itu dengan pandangan kesal, merasakan emosi yang campur aduk.

“Akhhh, shitt...” Zevian mengumpat sambil memukul setir mobilnya, tidak bisa menahan kemarahannya. Wajahnya yang sempurna itu kini terlihat penuh kerutan kesal. "Dasar bodoh! Bagaimana mungkin dia menyebrang di tengah jalan? Apa dia orang gila?" serunya dengan nada tajam, membentak ke arah luar mobil, meskipun wanita itu tak bisa mendengarnya.

Aditya yang sejak awal terlihat tenang, kini terkejut dengan sikap Zevian yang begitu emosional. Namun, seiring berjalannya waktu, matanya justru tertarik pada wanita cantik yang berlari mendekat. Tampilan wanita itu sangat mencuri perhatian. Rambutnya yang panjang dan gelap berkilau, bergoyang indah seiring dengan gerakan cepatnya. Wajahnya yang cantik, dengan kulit yang halus dan mata yang tampak penuh harapan, langsung menarik perhatian Aditya. Ia bahkan seakan terhipnotis oleh kecantikan wanita itu. Wanita itu terus menggedor kaca mobil, terdengar suara pukulannya yang pelan namun penuh keputusasaan.

"Tolong aku... aku mohon," ujarnya dengan suara yang terdengar lembut namun penuh dengan kegelisahan. Aditya, yang tak bisa menahan pandangannya, menatap wajah wanita itu dengan tatapan yang terpesona.

"Apakah aku bermimpi, Zevian? Bagaimana mungkin ada bidadari surga di malam hari begini?" ucap Aditya, terpesona dan sedikit terkejut dengan penampilannya yang begitu sempurna. Nada suaranya seperti orang yang terbangun dari mimpi, terbius oleh kecantikan yang tampaknya datang dari dunia lain. Ia terus memandangi wanita itu dari balik kaca mobil dengan rasa takjub yang mendalam.

Duk... Duk... Dukk...

Suara pukulan tangan wanita itu di kaca mobil terdengar semakin intens, membuat suasana semakin tegang. Kaca mobil terus digedor, suara ketukan yang semakin cepat dan keras membuat Zevian merasa semakin terganggu. Namun, entah kenapa, hatinya yang keras dan biasanya dingin itu terasa sedikit tergerak. Sebuah dorongan aneh menggerakkan tangannya untuk menurunkan kaca mobil. Tatapan matanya yang tajam menatap wanita cantik itu yang kini terlihat sangat terdesak, wajahnya basah dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Rambut panjangnya yang tergerai tampak kusut, seolah melambangkan kekacauan batin yang tengah dia rasakan.

"Hei, kau gila ya? Mengapa menyebrang sembarangan?" Zevian bertanya dengan nada dingin yang biasa ia gunakan. Suaranya yang tegas dan dingin tidak menunjukkan rasa empati apapun. Matanya yang tajam tidak memedulikan kegelisahan wanita itu, meskipun hati kecilnya berkata lain.

Wanita itu, dengan wajah pucat, mata lelah, dan bibir yang sedikit bergetar, langsung menyatukan kedua tangan di depan dada, memohon dengan sangat.

"Tuan, kumohon... tolong aku... mereka ingin membawaku... aku tidak mau. Tolong, tuan, aku mohon..." ucapnya dengan suara gemetar penuh kegelisahan. Wajahnya yang cantik itu kini tampak sangat rapuh, dan air mata yang masih mengalir mengingatkan Zevian pada rasa terpukul yang tak bisa ia pahami.

Aditya, yang duduk di samping Zevian, memperhatikan dengan cermat reaksi sahabatnya. Mimik wajah Zevian yang biasanya dingin dan tenang tampak sedikit mendung, seolah ada sesuatu yang mengusik hatinya. Namun, Aditya sudah cukup mengenal sahabatnya itu. Ia tahu betul, meskipun wanita itu tampak begitu mendesak, Zevian pasti akan menolaknya. Begitu banyak wanita yang datang kepadanya, namun dia tidak pernah peduli.

Namun, yang terjadi selanjutnya benar-benar mengejutkan Aditya.

"Masuklah." Zevian mengucapkan kata-kata itu dengan nada yang tak biasa. Suaranya lebih lembut, namun tetap terdengar tegas. Tanpa banyak kata, wanita itu yang masih trembling, langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang dengan wajah yang penuh rasa terima kasih. Tatapan matanya yang semula penuh ketakutan kini sedikit lebih tenang, meskipun masih ada rasa cemas yang tertinggal.

Aditya menatap Zevian dengan heran. Pandangannya yang tajam seolah menuntut penjelasan, tetapi Zevian hanya membalas dengan tatapan malas.

"Kau serius?" tanya Aditya, dengan nada tidak percaya. Semua ini sangat bertentangan dengan sifat Zevian yang dikenal dingin dan egois. Perubahan sikap Zevian ini membuatnya semakin bingung.

"Kau diam." Zevian menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan yang sudah mulai kosong. Nada suaranya terdengar lelah, seolah tidak ingin terlalu banyak bicara.

Mobil kembali melaju, kali ini dengan kecepatan yang lebih stabil dan tenang. Lampu jalanan yang bersinar remang-remang membentuk bayangan panjang di sepanjang jalan. Namun, keheningan itu terasa cukup berat. Di dalam mobil, suasana terasa aneh. Meskipun Zevian hanya membawa wanita itu karena rasa empati yang tak terduga, Aditya masih merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Zevian kali ini.

Tanpa diduga, Zevian mengarahkan mobil ke sebuah penthouse mewah yang terletak di pusat kota. Penthouse yang terlihat begitu modern dengan lampu-lampu mewah yang menghiasi seluruh gedung. Aditya, yang duduk di sampingnya, hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Selama ini, dia tahu betul bahwa Zevian selalu menjaga jarak dari wanita mana pun, bahkan membentak sahabatnya sendiri jika mereka berusaha mengganggunya. Namun kali ini, ada perubahan yang nyata.

"Ini... sungguh aneh..." Aditya bergumam, masih mencoba mencerna apa yang baru saja ia saksikan. Tidak ada yang lebih jarang terjadi daripada Zevian memperlakukan seorang wanita asing dengan begitu baik. Kepribadiannya yang dingin dan tertutup seakan mencair begitu saja ketika berhadapan dengan wanita itu. Entah apa yang membuatnya berbeda, tapi Aditya bisa merasakan ada sesuatu yang tak biasa, yang membuatnya semakin penasaran.

Sesampainya di penthouse itu, Zevian keluar dari mobil dengan langkah tegap, diikuti oleh Aditya yang juga tampak keluar dengan ekspresi penuh keheranan. Namun, tatapan mereka tertuju pada wanita yang masih berdiri di dekat mobil dengan wajah yang penuh kebingungan. Dia menatap kedua pria itu dengan sorot mata yang ragu, seakan tidak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Keheningan di antara mereka cukup tebal, bahkan meskipun langit malam yang gelap menambah kesan misterius pada suasana sekitar. Hingga akhirnya wanita itu akhirnya berbicara, meskipun ada keraguan dalam suaranya.

"Tuan... terimakasih banyak, aku akan kembali," ujarnya sambil melangkah mundur, berniat untuk pergi meninggalkan kedua pria itu. Ekspresinya penuh dengan rasa terima kasih dan juga keputusasaan, seolah ingin menghindari konfrontasi lebih lanjut. Namun, Zevian, yang selalu tegas dan tak kenal basa-basi, langsung membalas dengan nada dingin dan sinis.

"Kau pikir itu gratis?" ujarnya dengan nada yang tajam. Tanpa peringatan, ia menarik tangan wanita itu dengan kuat, membuat wanita itu sedikit terkejut. Dia berontak, berusaha melepaskan diri, namun kekuatan Zevian yang jauh lebih besar membuatnya tak bisa melawan. Mimik wajahnya mencerminkan kesal dan geram, seolah merasa wanita itu tak tahu diri.

Aditya hanya bisa menatap kepergian gadis itu dengan ekspresi terheran. Pandangan matanya yang biasanya penuh kepercayaan diri kini dipenuhi dengan kebingungan. Namun, dia hanya menghela napas pelan sebelum mengikuti langkah Zevian.

Zevian, dengan gerakan cepat dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, menarik wanita itu masuk ke dalam lobby gedung dan mengarahkannya ke private lift. Wanita itu hanya bisa terdiam, tidak tahu harus berkata apa, karena apa yang terjadi begitu cepat dan mengejutkan. Aditya mengikuti mereka dengan langkah pelan, masih merenungkan sikap Zevian yang berbeda dari biasanya.

Ketiga dari mereka masuk ke dalam lift pribadi yang luas dan modern. Pencahayaan lembut di dalam lift menambah kesan mewah, namun suasana terasa sangat sunyi. Tak ada yang membuka suara. Zevian berdiri dengan tubuh tegak, wajahnya yang dingin dan serius, tidak menunjukkan tanda-tanda emosional apapun. Di sampingnya, Aditya hanya melirik sesekali, namun ia tahu bahwa sahabatnya itu lebih memilih diam daripada berbicara. Wanita itu, di sisi lain, hanya berdiri dengan tangan yang sedikit menggenggam pakaian di tubuhnya, tampak terluka dan bingung.

Ketika lift sampai di lantai 75, pintu terbuka dengan suara "ter-ing" yang halus. Zevian segera melangkah keluar, diikuti oleh wanita itu dan Aditya yang berjalan dengan langkah lebih berat, masih berpikir tentang keputusan sahabatnya yang aneh. Mereka berjalan melalui lorong panjang yang dihiasi dengan karpet mewah dan lukisan-lukisan indah yang menggantung di dinding. Suasana terasa sangat luar biasa dan elegan, seolah mengingatkan mereka bahwa mereka tengah berada di sebuah tempat yang sangat berkelas.

Tak lama, mereka sampai di depan pintu yang tak lain adalah unit penthouse Zevian. Dengan gerakan terlatih, Zevian menempelkan kartu akses ke pembaca pintu, dan klik. Pintu pun terbuka dengan sangat halus, memberikan kesan seperti sebuah pintu yang mengarah ke dunia lain, dunia yang terpencil dari orang biasa.

Ketiganya masuk ke dalam unit penthouse yang mewah. Lampu-lampu yang elegan menyinari ruangan luas itu, memancarkan cahaya lembut yang menambah suasana tenang namun luxurious. Zevian langsung melangkah ke sofa tunggal yang terletak di tengah ruangan, tubuhnya tampak begitu tegas saat duduk, seakan setiap gerakannya penuh dengan kekuatan dan kontrol. Aditya, yang tak ingin ketinggalan, mengikuti dan duduk di kursi dekat jendela, sedikit jauh dari Zevian, meskipun masih terlihat dekat secara fisik.

Namun, wanita itu, hanya berdiri di hadapan mereka. Bahu yang sedikit terangkat, tubuhnya terlihat kaku meski dia berusaha untuk terlihat tenang. Tatapan matanya, yang semula tampak penuh rasa cemas, kini tertuju pada lantai, menunduk seolah takut memulai percakapan. Jantungnya berdetak lebih cepat di tengah keheningan yang menyesakkan itu, dan suasana di ruangan terasa berat bagi gadis itu.

Beberapa detik berlalu dalam diam. Ketegangan yang ada bisa dirasakan oleh semua yang berada di ruangan itu. Namun, akhirnya Zevian membuka suara, suaranya yang dingin dan tegas memecah keheningan.

"Siapa namamu?" tanyanya, suaranya mengalir tanpa emosi.

Gadis itu mendongak perlahan, terkejut mendapati tatapan Zevian yang tajam itu menatapnya. Mata mereka bertemu, dan dalam sekejap, dunia seperti berhenti. Tatapan itu begitu dalam dan penuh dengan rahasia, seolah mengandung berjuta-juta pertanyaan yang tidak terucap. Namun, sesaat kemudian, gadis itu menunduk lagi, wajahnya memerah karena kebingungannya. Nervous, ia mengucapkan namanya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Nayara, Tuan," ujarnya dengan nada penuh keraguan.

Wanita yang memiliki nama lengkap Azelia Nayara Putri ini adalah seorang wanita cantik dengan perawakan tubuh yang sempurna. Hidung mancungnya terlihat sangat cocok dengan wajahnya yang imut namun elegan. Rambut panjangnya yang tergerai indah memberikan kesan lembut pada penampilannya, dan bola matanya yang sedikit besar menambah daya tariknya. Kecantikannya begitu mempesona, meskipun kini dia merasa sedikit terasing dan tidak nyaman berada di ruangan ini.

Nayara, yang awalnya hanya ingin meminta tumpangan dari seseorang yang kebetulan lewat untuk menghindari kejaran bodyguard yang dikirim oleh ayahnya, kini malah terperangkap di dalam penthouse ini. Kehidupan yang tak pernah dia bayangkan, bertemu dengan dua pria asing yang sama sekali tidak dia kenali, membuatnya semakin bingung dan cemas. Namun, di balik semua itu, ada perasaan terima kasih yang menguat dalam dirinya—meskipun dia merasa terperangkap, dia tahu bahwa tanpa bantuan mereka, dia mungkin sudah berada dalam bahaya.

Zevian, yang memandang gadis itu dengan ekspresi datar, dalam hati, sebenarnya memikirkan hal yang berbeda.

"Namanya sungguh indah," gumamnya dalam hati, meskipun tidak ada yang bisa melihatnya. Pandangannya tetap tajam dan tak tergerak, seolah dia tidak tertarik untuk menunjukkan apapun. Aditya yang sudah lama diam, kini membuka suara, suara penasaran terdengar dari bibirnya.

"Ze... kamu mau apa?" dia bertanya, terheran dengan sikap Zevian yang kali ini berbeda. Namun, Zevian sama sekali tidak menghiraukannya. Seolah dunia di sekitarnya hanyalah Nayara dan pertanyaan yang mengganggu pikirannya. Zevian kemudian beralih fokus kembali pada gadis itu, suara dinginnya memecah keheningan yang ada.

"Hemm, kenapa orang-orang itu mengejar mu? Kamu bukan penjahat kan?" tanya Zevian, bimbang, seolah ingin memastikan kebenaran dari kata-katanya. Mendengar itu, Nayara langsung menggeleng cepat, tatapannya gugup dan gelisah.

"Tentu bukan, Tuan... itu bodyguard ayahku," ujarnya, suaranya jujur, namun juga penuh dengan rasa takut. Mendengar jawaban itu, Zevian mengernyitkan keningnya, bingung dan tak sepenuhnya memahami situasi yang sedang terjadi.

"Bodyguard ayahmu?" tanya Zevian lagi, suaranya terdengar lebih dalam dan penuh ketertarikan. Tatapannya yang tajam seperti menembus lapisan kenyataan, mencoba menggali lebih dalam tentang kebenaran yang tersembunyi.

"Iya, Tuan!" jawab Nayara dengan tegas, meskipun ada keraguan yang mengintip di matanya. Suaranya sedikit gemetar, namun dia berusaha untuk tetap tenang. Zevian, yang masih merasa ada sesuatu yang janggal dalam cerita ini, mengarahkan pandangannya pada gadis itu dengan ekspresi yang sulit dibaca.

"Saya tidak paham, jelaskan," ujar Zevian, nada suaranya masih dingin, namun kali ini ada sedikit paksaan di dalamnya, seolah menuntut jawaban yang lebih jelas. Nayara menghela napas sejenak, merasa cemas, tetapi akhirnya dia membuka mulut. Matanya menatap ke bawah sejenak, merasa sedikit kecewa dengan situasi yang harus dia hadapi, tetapi dia tak punya pilihan selain menjelaskan.

"Ayahku menjodohkan aku dengan seorang pria, dia anak dari rekan bisnisnya. Aku tidak mau, oleh sebab itu aku kabur dari rumah. Mereka mengejarku atas perintah ayahku, dan dengan acak aku melihat mobil Anda, jadi aku langsung minta tolong," ujar Nayara dengan suara pelan, tapi pasti. Wajahnya yang cantik kini terlihat lebih serius dan gugup, seolah menyembunyikan emosi yang lebih dalam.

Zevian terdiam sejenak, mencerna semua informasi yang baru saja didengarnya. Dalam diamnya, dia mendalami wajah gadis itu, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ada rasa iba yang muncul entah dari mana, meskipun dia berusaha menutupi perasaan itu dengan kebekuan wajahnya.

"Jadi kamu kabur dari perjodohan?" tanya Aditya, kebingungan dan sedikit heran dengan situasi yang tiba-tiba terjadi. Dia melirik Zevian sejenak, merasa heran melihat sikap sahabatnya yang tidak biasa terhadap gadis itu.

"Iya, Tuan, aku tidak mau di jodohkan." jawab Nayara, kali ini suaranya lebih mantap, seolah menyadari bahwa dia sudah tidak bisa mundur lagi. Pandangannya kembali mengarah ke lantai, wajahnya kini lebih sabar, tapi keletihan terlihat jelas di matanya. Zevian yang masih duduk dengan posisi tegak di sofa, kembali bertanya, suaranya yang dingin dan tegas tidak berubah.

"Berapa usiamu?" tanya Zevian, matanya tidak lepas dari wajah Nayara, memperhatikan setiap gerakan kecilnya.

"24 tahun, Tuan," jawab Nayara dengan jawaban pasti. Senyum kecil tersungging di wajahnya, meskipun hanya sekilas, seperti mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia masih muda, meskipun hidupnya sudah dipenuhi dengan tanggung jawab yang begitu besar.

"Masih berkuliah, benar?" tanya Zevian lagi, matanya sedikit terangkat, mencerminkan ketidaksabaran untuk mengetahui lebih lanjut.

"Eum... Iya, Tuan, benar," Nayara menjawab dengan yakin, meskipun ada sedikit kekhawatiran di dalam hatinya. "Aku mahasiswa kedokteran," tambahnya, kali ini suaranya terdengar lebih mantap dan penuh bangga.

"Kamu paham jika di dunia ini tidak ada yang gratis?" ujar Zevian dengan nada dingin yang menggema di ruang yang hening. Matanya tajam, seperti pedang yang siap menembus, membuat suasana mendadak tegang. Senyum tipis yang tak terlihat di wajahnya membuat kata-katanya terasa penuh ancaman. Nayara menelan ludah, sedikit tertekan dengan kalimat itu. Perasaan cemas kembali merayapi hatinya.

"Aku harus apa?" tanyanya dengan suara gemetar yang mencoba terdengar tenang, meskipun di dalam hatinya bergejolak. Dia tak tahu apakah pria itu menginginkan uang sebagai imbalan atau sesuatu yang lebih, dan rasa bingung itu terasa berat di dadanya. Tatapannya tak lepas dari Zevian, berharap bisa menemukan jawaban yang bisa menenangkan ketakutannya.

Aditya yang sejak tadi diam, menoleh cepat ke arah Nayara, kemudian melirik Zevian sesaat. Wajahnya sepertinya menunjukkan ketidakpastian, tetapi rasa ingin tahu lebih kuat daripada rasa khawatir.

"Kamu akan tahu nanti," jawab Zevian sambil berdiri dan melangkah mendekat ke arah Nayara. Setiap langkahnya terasa penuh dengan keyakinan dan kekuatan, seolah dia sudah menguasai seluruh ruang di sekitarnya. Suaranya rendah, namun setiap kata yang keluar terasa seperti sebuah perintah yang tak bisa ditolak.

"Kamu mau menginap di sini atau pulang, terserah. Tapi yang pasti, you are mine," katanya pelan, tepat di telinga Nayara. Suaranya yang berat, dipenuhi dengan kepastian yang dingin, membuat bulu kuduk Nayara meremang. Nafas hangat yang menyentuh kulitnya membuat jantungnya berdebar lebih cepat, tak tahu harus berbuat apa.

Nayara hanya bisa diam, terperangkap dalam wajah tak terbaca Zevian yang baru saja menyentuh batas kenyamanannya. Hidungnya mencium aroma parfum pria itu, begitu dekat, dan sesuatu yang tak bisa dijelaskan membuat tubuhnya terasa kaku.

Zevian tanpa banyak bicara, berbalik dan melangkah menuju tangga, meninggalkan Nayara yang masih terdiam, serta Aditya yang sepertinya mulai paham dengan situasi ini. Tatapan Aditya yang penuh pertanyaan membuatnya sejenak ragu, tapi akhirnya dia ikut bangkit.

"Menginap saja di sini, dia mengizinkanmu, bukan?" kata Aditya, suaranya sedikit lebih ringan, tetapi masih ada nuansa kekhawatiran dalam nada bicaranya. "Besok baru pulang, ini sudah larut. Kamu bisa pilih kamar manapun yang kamu mau," tambahnya dengan suara yang sedikit lebih santai. Kemudian, dia melangkah pergi menuju salah satu kamar di sudut ruangan, meninggalkan Nayara sendiri. Nayara berdiri dalam kebingungan, pikiran berlarian mengingat kata-kata Zevian yang masih terdengar jelas di telinganya.

"You are mine..." Kalimat itu terus terngiang, membuat hatinya kembali berdebar. Tanya-tanya tentang siapa pria itu, dan bagaimana mungkin dia merasa seolah-olah memiliki dirinya tanpa alasan yang jelas.

Setelah beberapa saat terdiam, Nayara akhirnya memilih untuk benar-benar menginap. Lagipula, sudah sangat larut malam, dan dia tidak yakin bisa kembali ke rumah dengan keadaan seperti ini. Jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam, seolah mengingatkannya bahwa waktu telah berlalu tanpa bisa ditarik kembali.

Langkahnya terasa berat saat menuju ke arah pintu kamar yang menurutnya benar. Pintu itu terbuka, dan dia merasa sedikit lega karena akhirnya menemukan tempat untuk tidur. Namun, begitu dia duduk di ujung ranjang, rasa bingung dan khawatir kembali datang. Wajah Zevian, dengan tatapan tajam dan kalimat yang menggetarkan itu, kembali menghantui pikirannya.

"Bagaimana bisa dia berkata seperti itu, padahal aku bahkan tidak tahu namanya?" hatinya bergejolak, namun dia hanya bisa menundukkan wajah, menyelimuti dirinya dengan pikiran-pikiran yang kacau.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!