NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 – Kalung Misterius

Nayla menatap pantulan dirinya di cermin, senyumnya mengembang. Gaun putih tulang yang ia kenakan sudah terpasang sempurna.

Sedikit lagi, di hadapan orang tua dan Arga, ia akan mengucapkan "ya" dan melangkah ke babak baru dalam hidupnya. Rencana pernikahan yang ia susun rapi selama setahun terakhir terasa begitu nyata.

Ia sudah membayangkan rumah kecil dengan taman di belakang, suara anak-anak yang akan memanggil mereka "Ayah" dan "Ibu," hingga kerutan di wajah mereka saat menua bersama. Semuanya terasa begitu indah, begitu sempurna.

Ponselnya berdering. Nama Arga terpampang di layar. Nayla tersenyum dan mengangkatnya.

"Halo, sayang. Sebentar lagi aku sampai di rumah orang tuaku. Kamu sudah di jalan?" tanyanya lembut.

Namun, yang ia dengar bukanlah suara Arga. Suara seorang wanita. Suara Tania.

"Nayla, maaf. Arga ada di sini, di apartemenku. Dia bilang dia tidak bisa datang ke acara itu."

Nayla terdiam. Jantungnya berdetak kencang, menabuh genderang kecemasan di dalam dadanya. "Tania? Ada apa? Apa Arga sakit?"

Tania tidak menjawab. Yang terdengar hanyalah keheningan canggung, dan Nayla bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Firasat buruk yang selama ini ia tepis, kini datang menghantamnya.

"Aku akan ke sana," kata Nayla, suaranya bergetar.

Ia tidak peduli pada gaun pengantinnya yang indah atau pada tatapan aneh para tetangga. Ia memacu mobilnya secepat mungkin menuju apartemen Tania, yang hanya berjarak beberapa blok dari rumahnya.

Pikirannya kosong. Hanya satu pertanyaan yang terus-menerus terngiang, 'ada apa sebenarnya?'

Setibanya di sana, Nayla tidak perlu mengetuk pintu. Pintu apartemen Tania terbuka sedikit, seolah menunggunya. Dengan tangan gemetar, ia mendorongnya. Di dalam, keheningan mencekam. Namun, matanya tertuju pada sebuah foto di meja.

Foto Arga dan Tania. Mereka berdua berpelukan mesra. Ada tanggal di sana, satu bulan yang lalu.

Air mata Nayla tumpah. Bukan air mata sedih, melainkan air mata kemarahan. Ia merasa dibohongi. Ia merasa bodoh.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kamar tidur. Arga muncul. Wajahnya pucat, matanya memerah. "Nayla..." suaranya serak.

"Apa ini, Arga?" tanya Nayla, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menunjuk foto itu. "Apa ini?!"

Arga menunduk. "Maafkan aku, Nay. Aku tidak tahu harus bilang apa."

"Jawab aku, Arga. Siapa Tania untukmu?" tanya Nayla.

Tania muncul dari belakang Arga. Perutnya sedikit membesar. Nayla mundur selangkah, napasnya tercekat.

"Nayla, aku minta maaf," kata Tania, suaranya penuh rasa bersalah. "Arga tidak bisa datang ke pernikahanmu karena dia akan menikah denganku."

Dunia Nayla runtuh. Bukan hanya Arga, tetapi juga Tania, sahabatnya. Dua orang yang paling ia percaya, menusuknya dari belakang.

Nayla menatap cincin pertunangannya yang kini sudah tidak berarti. "Hidup macam apa ini? Sahabat... tunangan... semua berkhianat."

Sambil terisak, ia melepaskannya dari jari manis.

...----------o0o----------...

Butuh waktu lama untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak boleh hancur selamanya. Di tengah kekacauan itu, ia teringat pada satu tempat yang selalu membuatnya tenang: rumah neneknya di desa kecil di Jawa Barat.

Rumah itu sudah kosong sejak neneknya wafat setahun lalu. Namun, bagi Nayla, rumah itu bukan sekadar bangunan tua. Ada aroma kayu, suara serangga malam, dan kenangan manis masa kecil.

Dengan langkah berat, Nayla memutuskan untuk meninggalkan hiruk pikuk kota. Ia menyalakan mobilnya, meninggalkan apartemen penuh kenangan, menuju desa tempat hatinya mungkin bisa sembuh.

Rumah neneknya masih sama: dinding kayu yang sedikit mengelupas, jendela berukir khas Sunda, dan halaman yang dipenuhi bunga melati. Aroma tanah basah setelah hujan sore menyambutnya.

"Sudah lama sekali aku tidak pulang ke sini…" gumam Nayla sambil membuka pintu dengan kunci yang masih ia simpan.

Di dalam, debu menempel di meja, kursi, dan lemari tua. Tapi ada rasa hangat. Ia menyalakan lampu minyak kecil di ruang tamu, karena listrik rumah sudah lama diputus.

Malam itu, setelah membersihkan sebagian ruangan, Nayla beristirahat di kamar neneknya. Kasur empuk meski sudah tua masih bisa dipakai. Ia menarik napas panjang.

"Akhirnya… sedikit tenang."

Namun, ketika hendak merapikan bantal, tangannya menyentuh sesuatu yang keras di bawah kasur.

"Apa ini?"

Nayla menarik benda itu. Sebuah kotak kayu kecil, tertutup rapat. Di atasnya terukir simbol-simbol kuno yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dengan penasaran, ia membuka kotak itu perlahan.

Di dalamnya, tergeletak sebuah kalung tua. Rantai peraknya sudah sedikit kusam, tapi liontinnya… entah terbuat dari batu apa, berwarna hijau zamrud, berkilau meski hanya diterpa cahaya redup.

Nayla mengernyit. "Kalung siapa ini? Kenapa nenek menyimpannya di bawah kasur?"

Ia menggenggam kalung itu, merasa ada energi hangat menjalari kulitnya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ada rasa aneh, seolah kalung itu mengenalnya.

"Terlalu indah untuk dibiarkan berdebu," gumamnya. Ia menaruh kalung itu di atas meja samping tempat tidur, lalu merebahkan diri.

Malam semakin larut. Angin desa berhembus lembut, membawa suara jangkrik. Nayla terlelap dengan kalung itu berada tak jauh darinya.

Namun tidurnya tidak biasa.

Ia bermimpi.

Dalam mimpinya, ia berada di tengah hutan lebat. Pohon-pohon tinggi menjulang, terdengar suara gamelan samar-samar dari kejauhan. Ia berjalan tanpa arah, hingga sampailah ia di sebuah lapangan luas di depan keraton megah.

Di sana, seorang pria berbusana kerajaan berdiri menunggunya. Rambut hitam panjang, mata tajam namun penuh kerinduan, pakaian kebesaran dengan hiasan emas dan kain batik kuno.

"Nayla terperanjat. "Siapa… kau?"

Pria itu tersenyum lembut, lalu melangkah mendekat. Tangannya terulur seolah ingin menyentuh wajah Nayla. "Akhirnya… kita bertemu lagi, Puspa… cintaku…"

Suara itu dalam, berwibawa, dan penuh kasih.

Puspa? Nayla menatap pria itu, bingung. "Aku… Nayla… bukan Puspa."

Namun, pria itu tidak bergeming. Senyumannya tetap sama, hangat namun menyedihkan. "Aku mengenal matamu. Kau adalah Puspa."

Detik itu juga, dada Nayla terasa sesak, seolah ada tangan tak kasat mata yang mencengkeram paru-parunya. Sebuah kilasan memori asing tiba-tiba menghantam pikirannya, bukan sekadar gambaran, melainkan sebuah sensasi yang terasa nyata.

Ia melihat sosok perempuan berbalut kemben kain putih yang lusuh dan kotor. Rambutnya terurai, wajahnya dipenuhi air mata dan jelaga. Perempuan itu diikat pada sebuah tiang di tengah lapangan, nyala api mulai menjilat-jilat kakinya. Asap tebal mengepul, menyesakkan napas. Ia tidak bersuara, hanya menangis, menatap lurus ke arah seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.

Pria itu, yang sama persis dengan sosok di hadapan Nayla, berteriak-teriak histeris, berusaha menembus kerumunan orang-orang bersenjata yang menghalanginya. Matanya memerah, air mata mengalir deras di pipinya. Ia berusaha meraih perempuan itu, tetapi sia-sia.

Lalu, sebuah suara bergema, tajam dan penuh wibawa. "Jaga wibawamu, Pangeran. Gadis itu anak dukun! Tidak pantas untukmu!"

Perempuan itu menggeleng lemah, tangisnya semakin menjadi-jadi. Ia menatap mata Pangeran itu, seolah ingin menyampaikan pesan terakhir. Kilasan itu begitu cepat, tetapi Nayla bisa merasakan setiap detik penderitaan, setiap tetes air mata, dan setiap hembusan rasa sakit yang terasa begitu personal. Itu adalah pengkhianatan yang jauh lebih kejam dari yang ia alami di kehidupan ini.

Nayla terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat dingin membasahi keningnya. Kilasan mimpi itu masih terbayang jelas. Ia menoleh ke meja samping tempat tidur. Kalung hijau zamrud itu berkilau terang, seolah hidup dan menantang. Tangannya gemetar saat meraihnya.

"gara-gara gagal nikah kenapa jadi mimpi aneh begini…?"

1
SENJA
terserah nayla katanya 😂😂😂
SENJA
laaah yah memang sejarah kan gitu banyakan mitos, legenda dan bualan di banding berdasarkan penelitian, bukti konkrit dan sebagainya 😳😌
SENJA
wakaaka pasti bingunglah kamu ga masuk dalam mimpi 🤣
SENJA
naaah ga jelas kan ini cowok! usir nay! tuman nih orang ga tau malu! 🥴😤
SENJA
ck ... jangan lemah hati oiii ga bener itu orang 😤
SENJA
ahhh payah lu cemen! balas dulu penderitaan puspa! ratain kadipaten jagatpati 😳
Naniksay Nay: bentar kak..... nanti aja rata2innya🤣.....
total 1 replies
SENJA
terserah apa citamu tapi balas dulu kematian puspa! jagatpati harus mati jugalah
SENJA
hukum semua harusnya yang ada di kadipaten itu wira 😳
SENJA
jadi tempat puspa dibakar itu ibu kota kadipaten atau ibu kota galuh? lupa aku 😂 wilayah jagatpati ya?
SENJA
kamu harus tindak tegas itu jagatpati, ga beres ini 😤
SENJA
wilayah yang suram 🥱 kalau di jepang di jaman feodal juga mungkin ini wilayah Shinbata Katsuie yang kaku dan kejam 🥴 beda dengan wilayah Kinoshita Tokichiro yang bebas lepas apa adanya 😂
SENJA
naaah iya harus tegas! mau wilayah jagatpati kek kalau ga beres yah tegur 😌🥱
SENJA
sekarang jagatpati lagi keblinger 😂😂😂
SENJA
di wilayah sunda mungkin gelarnya rakeyan jadinya, kalau di jateng jatim dan wilayah lain rakai atau rakryan yah 🤔
Naniksay Nay: Tergantung pada literatur yang dibaca kak
Sejauh yang saya tahu, “Rakryan” dan “Rakeyan” merupakan dua bentuk ejaan yang sama-sama merujuk pada gelar kebangsawanan di Kerajaan Sunda.
Namun, “Rakryan” lebih sering digunakan dalam sumber-sumber historis, sedangkan “Rakeyan” kadang muncul dalam konteks yang lebih umum atau sebagai bagian dari nama tokoh tertentu.
Gelar tersebut digunakan di kerajaan-kerajaan Jawa dan Sunda pada masa lampau
total 1 replies
Naniksay Nay
🤭diawasi pun licin kaya belut kak🙏
SENJA
naaah ini harus extra pengawasannya 🤭😂
SENJA
daaaan ada kencana si ular beludak 😌
SENJA
kaya reels gitu yah di otak langsung 🤭
SENJA
kaya kamu nay 😁
Yoseph Kun
balik lah guys. puspa mau dibakar... dia wanita. bukan singkong 🤣🤣🤣
Naniksay Nay: 🤭bentar bara api nya belom besar
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!