NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Era Kolonial / Nyai
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1. AKU, TRANSMIGRASI?

^^^September 2025^^^

Rambut hitam leganya dikumpulkan menjadi satu sebelum ditarik tinggi ke atas, diikat kuat. Pencahayaan mentari pagi semakin tinggi bertahta di atas sana, beberapa buku menumpuk di atas meja penginapan.

"Wih, udah rapi aja kamu!" seru gadis berambut sebahu saat ia keluar dari kamar mandi.

Sekar tersenyum lebar, ini hari pertama ia terjun meneliti langsung tanaman langka, yang dikabarkan menjadi tanaman obat untuk segala penyakit kanker. Sebagai tamatan dari agroteknologi, Sekar amat bersemangat. Ada beberapa tim yang bergabung, termasuk tim dari biologi.

"Harus cepat, katanya ada beberapa tim luar negeri juga terjun meneliti. Jika itu mamang terbukti, maka tamanan ini akan diperebutkan untuk diteliti," sahut Sekar dengan manik mata berbinar-binar.

"Ya, ya! Aku tau," balasnya.

Sekar melangkah ke arah tumpukan buku, tak sengaja menyenggol salah satu novel dengan sampul warna gelap. Sekar menunduk dan meraih buku novel dan kembali berdiri tegak, ia mendesah kasar. Sekar termasuk orang yang suka membaca buku, tak terkecuali buku novel. Novel era kolonial di tangannya disarankan oleh salah satu teman online satu komunitas pembaca, yang katanya ada nama tokoh yang sama seperti namanya. Saat ia beli dan baca, Sekar sungguh kecewa dengan alur cerita yang membuat tokoh dengan nama yang sama dengan namanya memiliki sifat bodoh serta cinta uang setalah dilanda patah hati. Pada akhirnya malah mati mengenaskan, karena kesombongan dan kebodohan.

Tepukan di bahu mengalihkan fokus Sekar dari sampul novel ke arah teman satu timnya, gadis berlesung itu ikut melirik novel yang ada di tangan Sekar.

"Kenapa? Ada apa dengan buku novelnya?" tanya Vio penasaran.

Kepala Sekar menggeleng tak berdaya. "Ceritanya lumayan bagus cuma agak mengesalkan karena ada namaku di sana, sialnya jadi Nyai dan mati mengenaskan. Penulisnya seakan punya dendam dengan nama 'Sekar', buku ini bikin aku nyesel saat baca di tengah jalan," keluh Sekar.

Buku novel diambil alih, dahinya berkerut saat melihat judul novel. "'Kemelut Cinta dan Luka', dari judulnya udah jelas nggak enak dibaca bagi yang penyuka cerita happy ending. Tapi, dari covernya menarik buat dibaca. Boleh aku pinjam?" tanya Vio antusias.

Kepala Sekar mengangguk, dan mendesah kasar ia memilih meraih tas ranselnya. Terlanjur malas untuk melanjutkan bacaan untuk dua bab terakhir, Sekar melangkah ke arah sepatu bootsnya.

...***...

Ada tali pembatas yang telah dipasangkan melindungi tanaman yang akan diteliti, ada beberapa kelompok yang terbentuk semuanya tentu saja mengincar tanaman yang sama, Sekar melirik dari kejauhan. Berada di hutan paling dalam, ia melewati beberapa pemukiman lama. Ada beberapa kerangka rumah lama, yang entah berdiri di tahun berapa.

Ada banyak profesor serta pemimpin tim tengah berdebat tak jauh dari mereka. Beberapa kali Vio—teman satu kamar Sekar memukul nyamuk yang menghisap darahnya, ada pula yang menguap lelah. Meskipun hutan rimbun dan hijau, mereka tidak selamat dari serangan nyamuk di siang hari.

"Kenapa mereka masih belum selesai memutuskan tim siapa yang berhak untuk mencoba lebih dahulu?" bisik Vio setelah menggaruk bentol di tangannya.

Sekar yang juga merasa kelelahan dan ingin menjadi orang pertama meneliti pun merasa resah, apalagi adanya tim peneliti dari luar negeri membuat persaingan semakin sengit.

"Apakah nggak sekalian aja bikin undian biar pada nggak ribut kayak gitu," celetuk Sekar sedikit mendengus.

Vio melebarkan pupil matanya, ia mengangguk menyetujui usulan brilian Sekar. "Ya, kamu benar. Ayo kita ke sana buat kasih jalan tengahnya sama para Profesor itu."

Vio sontak saja menarik tangan Sekar, keduanya membelah kerumunan orang-orang di depan sana. Semakin keduanya menyelinap masuk, semakin keras suara bertengkar para profesor. Dengan berbagai bahasa serta makian yang melengking, tidak ada yang mau mengalah.

Baru saja Sekar merasa lega saat berhasil membelah kerumunan namun, kericuhan di kerumunan depan tak meraka berdua sadari. Dorongan dan tarikan membuat keseimbangan Vio dan Sekar langsung oleng, Sekar terdorong keluar dari kerumunan, kepalanya membentur batu besar dan tergelincir memasuki sumur tua berlumut tebal.

Teriak Vio dan beberapa orang mengaung, tubuh Sekar langsung terbenam semakin dalam ke dalam seumur. Napasnya tercekat, gelembung kecil keluar dari lubang hidung dan mulutnya. Darah segar dari kepala belakangnya terlihat jelas, pandangan mata Sekar kabur.

Kedua tangan dan kaki Sekar yang bergerak-gerak semakin melemah, tubuhnya terbenam semakin dalam. Siapa yang menyangka jika Sekar harus mati di sumur tua, mati muda.

...***...

^^^April 1926^^^

BYUR!

Tubuh Sekar menggelepar duduk dari posisi tidurnya, tubuh bagian depan basah sementara bagian belakang tak kalah basahnya. Sekar menatap terduduk dengan keadaan linglung, bisik-bisik lirih orang-orang di sekitar yang mengerumuni dengan aroma terik matahari tercium jelas.

"Bu—bukannya aku sudah mati?" tanya Sekar serak, ia menyentuh kepala belakangnya yang terbentur batu besar.

Riuh di sekitarnya tak ia sadari, sampai senggolan di pahanya membuat Sekar kembali sadar sepenuhnya. Dahi Sekar berlipat di saat ia memperhatikan wanita berkulit gelap dengan pakaian aneh, pakaian yang digunakan di acara tertentu saja.

"Kamu sudah sadar," ucapnya terlihat mencemooh Sekar, "kalau sudah sadar, silakan pergi. Kami tidak menerima wanita rendahan seperti Anda Nyai."

"Hah? Nyai apaan sih," gumam Sekar mengerutkan dahinya.

Sekar menengadah menatap orang-orang yang perlahan bubar, pria yang berdiri dengan sorot mata meremehkan dengan kemeja menguning dan sarung batik tanpa alas kaki itu mendesah berat.

"Kamu harusnya sadar diri Sekar, kamu sudah menjadi Nyai. Aku tidak akan pernah lagi menjadi milikmu, begitu pula sebaliknya. Jangan pernah bertingkah seperti ini lagi, jika sampai suamimu itu tau. Aku bisa masuk ke dalam daftar kerja rodi. Lepaskan cinta yang tak akan pernah terjadi itu," tuturnya sebelum mendengus, ia melangkah meninggalkan Sekar yang terduduk di tanah kuning dan basah setelah Sekar disiram satu tong tanah liat berukuran sedang.

Sekar mengedipkan kedua kelopak matanya, atensinya mengedar menatap sekitar. Sepanjang mata memandang rumah kayu dari bambu, dengan halaman luas. Jalanan tanah tanpa aspal berdebu, pakaian orang-orang terlihat tradisional. Beberapa pohon menjulang tinggi, Sekar masih mencoba memahami situasi dan kondisi saat ini, ia mengulum bibirnya yang kering.

"Apa yang terjadi? Apakah ini area syuting film jadul? Ah, masa tiba-tiba aku pindah tempat dari hutan ke sini?" monolog Sekar bertanya-tanya sendiri.

Suara derap langkah kaki terdengar jelas mendekati Sekar dengan panik membantu Sekar berdiri. Gadis berkulit hitam legam tanpa alas kaki itu merapikan rambut Sekar yang kusut dan basah, bergumam panik.

"Nyai! Harusnya Nyai tau kalau Aji tidak akan pernah mau berhubungan dengan Nyai. Nyai harus berhenti sampai di sini, aku mohon Nyai! Kit—kita semua bisa mati di tangan Tuan Johan," ucapnya panik.

Sekar menepis tangan gadis remaja di depannya, dahinya berlipat. Dua nama yang seakan akrab terdengar, 'Aji' dan 'Johanes' pernah ia lihat tapi di mana. Kepala Sekar berdenyut saat dihantam oleh ratusan ingatan, ia terhuyung dan ditangkap oleh Ratna dengan cepat.

Keduanya adalah nama di tokoh novel fiksi yang Sekar baca, tidak mungkin jiwanya memasuki novel fiksi kolonial yang mana tokoh dengan nama yang sama seperti namanya berakhir tragis dengan kematian di tangan istri sah dari sang suami.

"..., jangan katakan padaku, kalau nama suamiku adalah Johanes Van Rijn? Dan lelaki yang ta—tadi adalah Aji Darsa!" Sekar tergagap dengan manik mata bergetar.

Ratna mengangguk dua kali, dahinya berkerut melihat Nyai-nya malah tampak aneh. Setelah bertemu Aji—mantan kekasih yang dicintai.

'Alamak! Aku transmigrasi jadi Nyai!' Sekar menjerit dalam hati sebelum kembali tumbang membuat Ratna berteriak keras meminta bantuan.

Bersambung...

Halo, Kakak-kakak. Sebelumnya author ucapin selamat datang dan bergabung dengan cerita fantasi era kolonial satu ini. Ini kali pertama author bikin cerita era kolonial, semoga bisa menghibur kakak-kakak yang baca. Jangan lupa like-nya untuk bikin author semakin semangat buat up-date. Subscribe biar selalu dapat pembaruan bab, dan terakhir di kasih rate bintang lima sebagai bentuk kasih sayangnya sama cerita satu ini.

🫰🏻😉😉😉

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!