Anindita (40), seorang istri yang berdedikasi, menjalani kehidupan rumah tangga yang tampak sempurna bersama Bima, suaminya, seorang insinyur. Namun, semua ilusi itu runtuh ketika ia mencium aroma sirih dan parfum vanila murahan yang melekat di pakaian suaminya.
Bima ternyata menjalin hubungan terlarang dengan Kinanti, seorang siswi SMP yang usianya jauh di bawahnya dan merupakan teman sekolah putra mereka. Pengkhianatan ini bukan hanya merusak pernikahan yang sudah berjalan delapan belas tahun, tetapi juga melukai harga diri Anindita secara telak, karena ia dibandingkan dengan seorang anak remaja.
Dipaksa berhadapan dengan kenyataan pahit ini, Anindita harus memilih: berjuang mempertahankan kehormatan keluarganya yang tercoreng, atau meninggalkan Bima dan memulai hidup baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansan Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan Baru
Bima membawa Kinanti ke safe house Dani Wijaya, sebuah apartemen kumuh yang kini menjadi penjara emas mereka. Kinanti, yang sedang hamil dan rentan, harus tetap tersembunyi. Bima harus membuat keputusan: apakah ia dan Kinanti akan menjadi saksi kunci Anindita melawan GEI, ataukah mereka akan mencoba melarikan diri dari Indonesia selamanya.
"Kita harus menerima tawaran Anindita, Kinanti," ujar Bima. "Itu satu-satunya cara kita mendapatkan perlindungan hukum dan membuat ibumu serta Purbaya mundur. Kita akan aman di bawah perlindungan saksi."
Kinanti, yang kini lebih matang tetapi juga lebih takut, mengangguk setuju. "Aku akan melakukannya. Demi anak ini. Tapi aku tidak ingin sendirian, Mas Bima. Aku butuh teman."
Teman yang Diundang ke Dalam Bahaya
Kinanti memohon kepada Bima agar diperbolehkan menghubungi satu orang saja—teman masa SMA-nya, Rika. Kinanti bersikeras bahwa Rika adalah satu-satunya orang yang bisa dipercaya, dan kehadirannya akan mengurangi tekanan psikologis yang ia rasakan dalam pengasingan.
Meskipun ragu, Bima akhirnya setuju. Rika tiba di safe house dengan penampilan yang sangat berbeda dari Kinanti. Rika memiliki aura kebebasan, tawa yang lepas, dan sikap yang lebih berani. Ia tahu tentang skandal Kinanti dan Bima, tetapi ia memandang Bima dengan rasa ingin tahu, bukan menghakimi.
Kehadiran Rika memang mengurangi beban Kinanti. Namun, Rika juga membawa bahaya lain: distraksi bagi Bima.
Kebiasaan Buruk yang Kambuh
Selama beberapa hari di safe house itu, Kinanti sering merasa sakit dan harus beristirahat lama. Bima ditinggalkan sendirian. Keheningan, rasa bersalah atas kematian Rayhan, dan tekanan ancaman Ibu Kinanti mulai mencekiknya. Ia mendapati dirinya mencari pelarian lama: rasa divalidasi dan perhatian.
Rika, yang selalu ceria dan penuh perhatian, menjadi tempat Bima melampiaskan. Mereka mulai menghabiskan waktu bersama di dapur, mengobrol tentang segala hal, kecuali Rayhan dan GEI.
Suatu malam, Bima sedang meneguk alkohol yang ia selundupkan ke safe house. Rika mendekatinya, melihat kesedihan di matanya.
"Kau tidak harus menanggung semua ini sendirian, Mas Bima," bisik Rika, tangannya menyentuh lengan Bima. "Kau melakukan hal yang benar untuk Kinanti dan anak itu. Kau melakukan pengorbanan."
Kata-kata itu, pengakuan bahwa dia adalah korban yang berkorban—bukan penjahat—adalah narkotika bagi Bima. Rika memandangnya dengan empati dan keinginan, berbeda dengan tatapan menghakimi Anindita atau Kinanti.
Rika mewakili kebebasan tanpa tanggung jawab. Dalam momen kerentanan itu, Bima mencari pelarian dari semua rasa sakit yang ia sebabkan. Bima melakukan perselingkuhan baru dengan Rika, di safe house yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi Kinanti.
Pengkhianatan yang Terungkap
Perselingkuhan itu singkat dan didorong oleh keputusasaan. Namun, hal itu memiliki konsekuensi langsung.
Pagi berikutnya, Bima bangun dengan rasa jijik pada dirinya sendiri. Ia menemukan Kinanti berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan pandangan kosong. Kinanti memegang ponsel Bima.
"Kau membiarkan ponselmu terbuka, Mas Bima," suara Kinanti datar, tanpa emosi, tetapi penuh kerusakan. "Kau bilang ini demi anak kita. Kau bilang kau berubah. Tapi kau hanya... kau hanya melakukan hal yang sama lagi."
Di layar ponsel Bima, Kinanti menemukan pesan teks yang dikirim Rika pada pukul 3 pagi, yang kini menjadi bukti pengkhianatan yang tak terbantahkan.
Kinanti tidak menangis. Ia hanya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. "Aku kembali untukmu, Mas Bima. Aku mempertaruhkan nyawaku dan anak ini demi kau berubah. Tapi kau tidak pernah berubah. Kau hanya mencari pelarian yang berbeda."
Pengkhianatan ini menghancurkan Kinanti. Ia menyadari bahwa dia tidak lagi bisa mempercayai Bima. Anindita dan GEI mungkin adalah bahaya dari luar, tetapi Bima adalah bahaya yang selalu ada di sampingnya.
Kinanti segera mengambil tas ranselnya. "Aku akan melakukan kesaksian itu, Mas Bima. Aku akan mendapatkan perlindungan saksi itu. Tapi setelah itu, anak ini hanya akan punya satu orang tua. Dan itu bukan kamu."
Bima meraihnya. "Kinanti, tunggu! Aku minta maaf! Aku di bawah tekanan!"
"Tekanan?" Kinanti tersenyum pahit. "Aku hamil anakmu, Mas Bima. Aku yang di bawah tekanan. Dan aku tahu sekarang: kau adalah pria yang egois. Pergilah dan hadapi Anindita sendirian. Aku akan menjadi saksi yang dibutuhkan Anindita, bukan istrimu."
Kinanti meninggalkan safe house, meninggalkan Bima sendirian dengan pengkhianatan baru dan kesadaran pahit: ia telah menghancurkan satu-satunya kesempatan terakhirnya untuk mendapatkan penebusan.