Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Pemenang Mengambil Hadiahnya
Pedang ungu gelap milik Jiang Shen menahan hantaman mematikan yang hampir merenggut nyawa Lin Xueyin. Dentuman keras terdengar, logam beradu dengan logam, memantul ke seluruh pepohonan hutan Yulong, membuat burung-burung beterbangan ketakutan.
Kedua pria berseragam hitam itu mundur beberapa langkah, wajah mereka menunjukkan keterkejutan. Salah satu dari mereka mendengus, matanya menyipit tajam.
"Berani sekali kau ikut campur dalam urusan kami, bocah. Apa kau cari mati?!"
Jiang Shen tidak gentar, sorot matanya tegas, auranya perlahan melonjak. Ia bisa merasakan dari gerakan napas dan tekanan energi spiritual keduanya bahwa mereka berada di ranah Inti Emas level 2, sama seperti dirinya.
Lin Xueyin menoleh cepat, wajahnya masih menyisakan keringat dingin.
"Jiang Shen?! Kenapa kau ada di sini?"
Jiang Shen tidak mengalihkan pandangannya dari musuh, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
"Itu bukanlah hal yang penting saat ini. Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu diincar oleh dua pria aneh ini?"
Xueyin mengepalkan gagang pedangnya, wajah dinginnya sedikit melunak namun tatapan matanya tetap tajam.
"Nanti aku jelaskan. Tapi sekarang, kita harus mengalahkan mereka berdua terlebih dahulu."
Hawa di sekitar berubah tegang. Daun-daun kering berguguran ketika aura empat orang itu meledak bersamaan. Kedua pria berpakaian naga hitam itu menghunus pedang pusaka tingkat bumi mereka, bilahnya memantulkan cahaya api menyala-nyala.
"Kalian berdua bocah bodoh! Kami akan membakar kalian hidup-hidup!" teriak salah satu dari mereka. Api menjalar di sepanjang pedangnya, suhu udara seketika melonjak.
Jiang Shen pun menarik napas dalam, energi api melonjak dari inti emas di tubuhnya, menyalakan pedang ungu gelap yang ia genggam. Di sampingnya, Lin Xueyin mengangkat pedang pusaka tingkat Awan miliknya. Motif es biru yang tertanam di bilah pedang itu bersinar, hawa dingin memancar menekan panas api dari kedua musuh.
Pertarungan pun meledak.
CLANG! CLANG! CLANG!
Suara dentingan logam bertalu-talu, pedang beradu pedang, setiap benturan mengeluarkan getaran keras yang mengguncang pepohonan sekitar. Percikan api dan pecahan es beterbangan di udara.
Jiang Shen melawan salah satu pria, pedang mereka berbenturan berkali-kali. Gorila ekor emas yang ia hadapi semalam masih terpatri di ingatannya—dan kini, musuh di hadapannya lebih sulit, karena ini manusia, cerdas, penuh taktik. Pria itu berteriak sambil menghantamkan pedangnya dengan energi api yang semakin menggila.
"Aku akan membunuhmu, bocah! Rasakan amukan naga hitam!"
Jiang Shen mendorong balik dengan segenap tenaga, pedangnya berkilat ungu diliputi kobaran api. Darahnya mendidih, semangatnya membara. Ia berteriak keras, "Kalau kau ingin membunuhku, buktikan dengan nyawamu sendiri!"
Sementara itu, Lin Xueyin bertarung sengit dengan musuh satunya. Pedangnya berlapis es biru beradu dengan pedang api, dan setiap benturan menghasilkan dentuman keras, udara panas dan dingin saling berbenturan menimbulkan kabut tebal di sekitarnya. Meski sempat kelelahan, matanya tetap dingin, penuh keteguhan.
Musuh yang dihadapinya terkekeh jahat.
"Kau cantik sekali … sayang setelah ini wajahmu akan hangus terbakar api!"
Mendengar itu, sorot mata Xueyin berubah tajam bagai pisau. Dengan satu hentakan dingin, ia berteriak, "Mulut busukmu akan ku bungkam selamanya!"
Pertarungan makin sengit. Tanah retak akibat hantaman pedang, pepohonan terbakar oleh panas api, lalu membeku kembali oleh hembusan dingin es Xueyin.
Akhirnya, setelah puluhan tebasan, Jiang Shen melihat celah.
WUUUSH... SWISHH!
Dengan seluruh tenaganya, ia menyalurkan api ke pedangnya, cahaya ungu bercampur merah menyala. Pedangnya menebas keras, menghancurkan pertahanan musuh.
Sosok pria itu terbelalak, suara teriakan terakhir keluar darinya.
"Tidak mungkin! Sekte Naga Hitam … pasti akan membalaskan dendam kami—"
Pedangnya menembus dada, darah menyembur, tubuh pria itu jatuh tak bernyawa.
Di sisi lain, Lin Xueyin juga menemukan momentum. Dengan teknik pedangnya yang halus dan dingin, ia memotong serangan lawan, lalu menusukkan bilah es ke jantungnya. Pria itu pun menatap tak percaya sebelum tubuhnya jatuh tersungkur ke tanah.
Hening.
Hanya suara angin hutan Yulong yang kembali berhembus, membawa aroma darah segar. Jiang Shen terdiam, menatap tubuh tak bernyawa di depannya.
Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah pertama kalinya ia membunuh manusia. Tangannya bergetar sedikit, namun matanya tetap tegas, seolah menegaskan keputusan yang ia ambil tidak akan pernah ia sesali.
Lin Xueyin menatapnya dengan sorot mata dalam. Wajah dinginnya menyimpan sedikit kelegaan. Ia tahu, jalan kultivasi adalah jalan berdarah—dan Jiang Shen baru saja melangkahkan kaki ke dalamnya.
...
Jiang Shen masih terengah-engah setelah pertarungan sengit itu. Pedang ungu gelapnya meneteskan sisa darah musuh sebelum ia mengayunkannya sekali ke tanah, membersihkan bilahnya. Pandangannya lalu beralih ke Lin Xueyin yang berdiri beberapa langkah darinya, wajahnya pucat karena kelelahan namun tetap terlihat begitu tegar.
Jiang Shen melangkah mendekat, menatap matanya dengan tulus.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya, nada suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.
Xueyin hanya mengangguk singkat, suaranya pelan, “Ya … terima kasih sudah membantuku.”
Jiang Shen menggeleng pelan sambil tersenyum tipis, “Seharusnya aku yang berterima kasih … karena kalau tidak bersamamu, mungkin aku sudah jadi mayat juga di sini.”
Mata Jiang Shen lalu beralih ke dua jasad pria berseragam hitam yang terbujur kaku di tanah. Tatapannya sedikit tajam saat ia melihat cincin ruang di jari mereka. Tanpa ragu, ia membungkuk dan mengambil keduanya.
Xueyin yang memperhatikan tingkahnya mengerutkan kening. “Hei, apa yang kamu lakukan?”
Jiang Shen berdiri kembali, memainkan cincin itu di jarinya dengan ekspresi tenang. “Bukankah pemenang berhak mengambil hadiah? Anggap saja ini … hadiah bagi sang pemenang.”
Xueyin tidak bisa menahan senyumnya, bibirnya melengkung tipis meski ia mencoba menahannya. Sinar bulan yang menerobos dedaunan membuat wajahnya semakin cantik saat tersenyum, dan Jiang Shen tanpa sadar mengucapkannya.
“Kamu … terlihat sangat cantik saat tersenyum.”
Xueyin langsung terdiam, matanya melebar sedikit, lalu wajahnya memerah begitu cepat. Ia membuang pandangan ke arah lain, suaranya agak meninggi, “Apa yang kamu katakan? Apakah kamu bodoh?”
Jiang Shen refleks menggaruk belakang kepalanya, wajahnya sedikit kikuk. “Ah … maaf, aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku.”
Xueyin makin salah tingkah, pipinya panas, jantungnya berdegup tak karuan. Ia buru-buru berbalik dan melangkah cepat. “Ayo pergi dari sini! Jangan sampai ada yang lebih berbahaya datang!”
Jiang Shen hanya bisa menghela napas pendek sambil tersenyum kecil, lalu mengikuti langkahnya dari belakang. Ia melihat punggung Xueyin yang tegas namun tetap anggun, namun jelas-jelas gadis itu mempercepat langkah agar wajahnya yang merah merona tidak terlihat.
Di sisi lain, Jiang Shen sempat berpikir, “Apa aku barusan mengatakan sesuatu yang salah? Kenapa dia terlihat marah?”
Namun sebenarnya Xueyin tidak marah sama sekali—ia justru masih berusaha menenangkan degup jantungnya yang berisik.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah tempat aman di pinggir danau. Suasana tenang, hanya suara gemericik air yang terdengar. Jiang Shen membuka cincin ruangnya dan mengeluarkan sebuah botol giok berisi ramuan penyembuh. Ia sudah menyiapkan sepuluh botol, dan tanpa ragu menyodorkan dua botol ke arah Xueyin.
“Ini untukmu, minumlah. Aku masih punya banyak.”
Xueyin menatap botol itu sejenak, lalu menerima dengan tangan halusnya. Senyumnya kali ini kecil namun tulus. “Terima kasih.”
Jiang Shen kembali menatapnya dan tanpa sadar bibirnya melengkung. Dalam hatinya ia berkata, “Dia memang … jauh lebih cantik saat tersenyum.”
Sementara Xueyin, masih memegang botol giok itu erat-erat. Pipinya kembali merona, tapi ia pura-pura menunduk agar Jiang Shen tidak melihat.
Suasana jadi hangat dan agak canggung, namun entah kenapa … justru terasa menyenangkan.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.