NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:402
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sayang?

Eireen mendongakkan kepala, mau melihat wajah orang yang menarik dan memeluknya.

Namun, saat ia sadar, jika orang itu adalah Xav, tiba-tiba saja, kotak di atap, satu langkah di depannya terbuka, karena Aslan memencet tombolnya.

Satu per satu uang kertas yang terikat berlembar-lembar cukup tebal mulai berjatuhan ke bawah.

Xav menjadikan tubuhnya sebagai tameng, agar semua uang yang berjatuhan ke arah mereka tidak mengenai Eireen sama sekali.

Para perempuan yang melihat adegan itu sampai gigit jari, karena Xav seperti pangeran tampan, yang memeluk untuk melindungi.

"Wah!" Beberapa di antaranya terpana, dengan mulut ternganga, karena melihat adegan seperti di drama.

Melihat respon orang yang melihat mereka, Zeya kesal sendiri. "Harusnya ini jadi momen bayar hutang yang memalukan untuknya! Kenapa justru begini?!"

Tadinya, Zeya dan Aslan memang merencanakan, membayar hutang kepada Eireen dengan cara mempermalukannya, dengan membuatnya dijatuhi banyak uang dari atap, lantas disuruh memungut sendiri satu per satu seperti pengemis yang mengais-ngais uang.

Rencana mereka berantakan, karena Xav melihat kotak itu dan memilih melindungi Eireen dengan dramatis.

Padahal, bisa saja mereka menjauh, tapi, laki-laki itu memang mewarisi ketengilan ayahnya dan selalu ada saja kelakuannya.

Uangnya sudah habis berjatuhan, Xav melepas pelukan, ganti memegang kedua lengan Eireen, menatapnya. "Kau tidak terluka, kan?"

Wajah yang masih sama, tatapannya juga. Tapi, nada suaranya berbeda, sedikit lebih ramah, membuat Eireen tidak percaya, sampai perkataannya terbata. "O-oh, a-aku baik-baik saja."

"Baguslah!"

"Ehm." Eireen jadi kikuk, karena ia melihat sisi hangat yang 'ajaib' dari laki-laki yang tadinya dingin, kasar serta menyebalkan itu.

Xav bahkan mengambilkan tas Eireen yang terjatuh, membawakannya.

Untuk sesaat, Eireen benar-benar lupa akan keberadaan orang lain di sana. Mengingat, fokusnya hanya kepada laki-laki itu saja.

Sampai suara gemas para perempuan membuatnya terbangun dari lamunan.

"Ack, dibawakan dong tasnya!"

"Gila ya, biasanya laki-laki tidak suka kalau suruh pegang tas. Ini tanpa disuruh seperhatian itu."

Jangankan mereka, Eireen saja tidak menyangka, Xav akan melakukan hal seperti itu.

"Sepertinya, ada yang mau menjebakmu, Sayang?"

Mata Eireen membulat, kelopaknya berkedip pelan, seolah bertanya, 'Sayang? Kau panggil aku sayang tanpa kuminta?'

Gadis di depannya diam saja, takut orang-orang yang melihat curiga. Lebih-lebih, sekali melirik, Zeya dan beberapa orang sedang berjalan mendekat ke arah mereka.

Xav pun menangkup pipi Eireen, ekspresinya tampak seolah dia cemas. "Kenapa diam saja? Kau sungguhan tidak apa-apa, kan, Sayang?"

Eireen diam bukan karena sakit atau apa. Dia gugup sekali, karena wajah tampan Xav begitu dekat, menatap penuh perhatian kepadanya pula.

Debar jantungnya begitu aneh, belum pernah ia merasakan seperti itu, bahkan dengan Aslan sekalipun. 'Gila.. gila.. ada apa denganku? Kenapa begini sih jantungku?'

Namun, sekilas, sorot mata Xav menyadarkannya, jika laki-laki itu sedang bersandiwara, jadi ia harusnya tidak sampai terbawa perasaan begitu.

"Hei, kau..."

"Aku tidak apa-apa!" sela Eireen, kemudian tersenyum, mulai berakting juga.

"Yakin?"

Gadis itu menganggukkan kepala, masih tersenyum ramah. "Terima kasih, Sayang."

"Anything for you!" ucap Xav sambil mengusap kepala Eireen lembut.

Demi apapun, padahal jelas tahu pura-pura, tapi, detak jantung Eireen tetap saja berdebar dibuatnya.

Bahkan, pipinya mulai merona. Memang susah, kalau menahan diri agar tidak terbawa perasaan kepada laki-laki dengan wajah yang biasanya menyebalkan, tiba-tiba berubah lembut begitu.

Jangankan Eireen, tamu undangan perempuan yang di dekat mereka saja semakin gemas, mau merasakan menjadi seperti Eireen yang diperlakukan seperti itu juga.

Beda dengan Zeya, yang semakin kesal, karena Eireen dan Xav sungguhan seperti scene stealer di resepsi, dimana harusnya dia yang menjadi pusat perhatian semua orang.

Saking kesalnya, saat sudah dekat dengan Eireen dan Xav, ia berteriak, "Hei, pembuat onar! Selalu saja kau buat resepsiku hancur ya!"

Mengenali suara itu, Eireen pun menoleh. Ia tatap Zeya, yang berdiri bersama dengan Aslan dan Anabia.

'Kurang satu yang menyebalkan. Dimana dia?' batinnya karena ibu Aslan tidak terlihat sama sekali di sana.

Bahkan Savero pun tidak terlihat juga. Tapi, itu lebih baik, jadi Eireen akan lebih leluasa kepada orang-orang yang berdiri di depannya sekarang ini.

"Iya, orang kok suka sekali buat rusuh, pakai bawa-bawa preman segala pula!" celetuk Anabia melirik Xav, yang memang badannya tinggi besar, kekar, dengan wajah seram yang masih ada bekas luka.

"Masa iya, preman? Lihat, pakaian, dari sepatu sampai atas branded semua!" Suara tamu undangan perempuan 'teman Zeya' membuat Anabia memperhatikan pakaian Xav dari bawah ke atas.

Sayangnya, dia tidak tahu merek-merek begitu. Jadi tampak sekali menebak-nebak. 'Apa iya?'

Eireen menyeringai. Ia usap-usap lengan Xav seolah membanggakan. "Mana tahu dia barang bermerek begini? Mantunya saja tukang hutang!"

"Apa kau bilang?!" Aslan yang naik pitam, karena dihina begitu.

"Iya, jangan seenaknya kau itu bicara, Eir! Mentang-mentang, denganmu dia berhutang, denganku dia lebih sukses, kau menuduhnya yang tidak-tidak begini." Zeya masih membanggakan diri dan suaminya.

Eireen tertawa mendengarnya. "Aku hanya bicara fakta! Tapi, bagaimanapun aku mengatakannya, orang bodoh dan polos memang beda tipis sih!"

"Bodoh? Siapa yang kau bilang bodoh, hah?!"

Zeya sudah mau beranjak, menyebrangi uang-uang berserakan di lantai, yang menjadi pembatas dirinya dan Eireen.

Namun, Aslan segera mencegahnya, memegang tangannya. "Tenang, Sayang."

"Bagaimana bisa tenang? Dia menghinaku bodoh!"

"Padahal aku tidak sebut nama, kok merasa? Ah... kalau kenyataan memang biasa lebih peka sih ya?" Lagi-lagi Eireen menyindir, membuat Zeya semakin memerah telinganya, karena marah.

"Kau..."

"Ck. Kampungan!' Kali ini Xav yang berceletuk, membuat perkataan Zeya tercekat.

Bukan hanya Zeya, Aslan, bahkan Anabia pun melotot, karena laki-laki yang belum mereka kenal itu begitu berani melontarkan kalimat hinaan begitu.

"Sayang.... kau diam saja? Preman itu menghinaku....!" rengek Zeya kepada Aslan, sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Xav.

"Tenang, Sayang. Aku akan melindungimu!" Aslan kemudian membusungkan dada, menatap seolah sedang menantang Xav. "Kau pasti akan tahu akibat mulut busukmu. Cepat minta maaf, atau..."

"Atau apa?" sela Xav sambil berjalan mendekat.

Nahas, tubuh tinggi kekarnya membuat Aslan mati kutu, bahkan reflek memundurkan langkah, takut, karena fisiknya kalah jauh.

"Stop, jangan mendekat kau preman pasar!" Aslan menunjuk ke wajah Xav. "Atau aku... akan lapor polisi karena kau telah mengganggu jalannya acaraku, bahkan menghinaku dan istriku!"

"Kau yang lebih dulu mau mencelakaiku dengan uang ini. Pakai sok-sok an mau lapor polisi segala!" sahut Eireen menahan geram, menunjuk uang yang bergeletakan di bawah lantai.

"Itu uang yang kau bangga-banggakan. Ya, itu hutangku kepadamu, bahkan kulebihi beberapa juta. Pungut itu kalau kau mau!" Aslan mendongakkan kepala, tangannya bergerak, menunjuk kaki, seolah ingin Eireen mengais uang di bawah kakinya.

"Heh." Eireen menghembuskan napas kesal. "Kau pikir aku sudi, hah? Kau yang harus pungut uang ini dan hitung, karena aku tidak yakin, kau membayar lunas sejumlah hutangmu! Pengkhianat sepertimu, mana bisa dipercaya?!"

"Terserah kalau kau tidak percaya, kalau mau ambil, tidak ya terserah. Yang penting, aku sudah bayar hutangku yang tidak seberapa itu!"

"Kau..."

Perkataan Eireen tercekat, saat Xav tiba-tiba mengambil uang di dekat kakinya. Aslan tampak puas. "Lihat, bahkan kekasih premanmu ini saja mengais uang sampai hijau matanya!"

Eireen mendekati Xav. "Sayang...!"

Ia mau protes, tapi melihat Xav mengamati uang itu, dan menoleh ke arahnya, Eireen jadi menatapnya penuh tanya. "Kenapa?"

Xav menyeringai, kemudian melempar uang itu ke arah Aslan, hingga mengenai wajahnya.

PLAK!

Sudah seperti tertampar dengan kerasnya, hidung Aslan sampai berdarah. Zeya berteriak, "Argh... kau berdarah sayang...!"

Eireen menahan tawa, agaknya ia cukup puas. Anabia ikut panik, takut juga, karena Xav sama bar-barnya dengan Eireen. "Kau... beraninya menyakiti menantuku!"

"Kulaporkan kau ke polisi sekarang juga!" imbuhnya sambil mengeluarkan telepon genggam, mau menghubungi polisi.

Eireen mau mencegah, biar Xav yang sedang kabur tidak diketahui keberadaannya oleh keluarga karena laporan polisi itu.

Tapi, Xav justru menantang dengan berkata, "Laporkan saja, panggil polisi ke sini sekarang juga! Pasti mereka senang, mendapat tangkapan tidak terduga."

"Dengan barang bukti nyata!" imbuhnya sambil melirik ke arah uang-uang tergeletak di lantai.

Eireen mengernyit, berpikir. Sementara Aslan, justru menatap Xav. 'Apa dia tahu sesuatu tentang uang ini?'

"Baiklah, aku akan lapor sekarang juga!" Anabia sudah melapor polisi agar segera datang.

Xav tampak santai, Eireen yang menatapnya, berbisik. "Yakin tidak apa-apa?"

"Ehm. Apa yang perlu kukhawatirkan, Sayang? Harusnya orang lain..." Xav melirik ke arah Aslan, saat menyebut orang lain. "yang khawatir sekarang ini."

Eireen semakin penasaran saja, entah apa rencana Xav. Sedangkan Aslan, seolah tidak takut. "Khawatir apa? Kau yang akan menyesal, kalau polisi datang!"

Xav menyeringai. Ia mau bicara, tapi suara perempuan lebih dulu terdengar. "Aslan... aduh anakku kenapa berdarah begitu...?!"

Eireen menoleh, ternyata Azusa datang bersama dengan seorang laki-laki tua berjas hitam yang bergaya parlente.

"Dia, Bu....! Gara-gara kekasih premannya Eireen!" Aslan mengadu.

Azusa seketika menatap Eireen dan Xav. "Kalian... beraninya!"

Ia bergerak, mendekati laki-laki tua parlente yang datang bersamanya. "Kalian tidak tahu apa... kekasihku ini siapa?"

Eireen dan Xav mengernyit, sama-sama tidak kenal. Azusa kesal, memamerkan kekasih tua barunya. "Ini Pak Saros Aozora Naladhipa, salah satu mantan jaksa terkenal dan calon wakil walikota terpilih!"

Eireen dan Xav tetap tidak kenal ekspresinya, membuat Azusa semakin kesal saja. "Lihat... mereka tidak menghargaimu, Sayang!" adunya kepada Saros.

Laki-laki parlente itu menatap melangkahkan kaki, menatap Xav. "Kau kurang ajar ya, menyakiti calon anak sambungku, bahkan tidak menghornatiku juga?!"

"Kau tidak kenal siapa kekasihku ini?!" Eireen justru yang menyahut ketus.

"Dia pejabat rendah, mana tahu aku siapa." Xav masih menatap santai.

"Apa katamu? Pejabat rendah? Memangnya kau siapa, berani berkata seperti itu padaku?!" Saros naik pitam.

Xav hanya menyeringai. Saking kesalnya, Saros segera menyuruh pengawalnya. "Cepat tangkap mereka, beri pelajaran!"

Empat orang laki-laki mendekat, Eireen sudah bersiap, menghadapi. Namun, Xav justru tampak tenang, mengeluarkan telepon genggam, menghubungi seseorang. "Oh... Pak Menteri? Belum lama berulah, anak buah Anda berulah lagi ini bagaimana?!"

"Heh. Lihat dia, sok-sok an pura-pura telepon menteri segala!" tunjuk Anabia, kepada Xav penuh curiga.

"Baiklah... Gedung M dekat Hotel C Jalan S, saya tunggu Anda datang segera," ucap Xav ke ujung sambungan telepon.

"Menteri? Menteri siapa yang kau panggil ke sini, hah?! Menteri gadungan? Mana ada menteri bisa dipanggil seenak jidatmu?!" Kini giliran Saros yang bertanya dengan nada ketus, meremehkan.

"Lihat saja, nanti kalau dia datang, kupastikan, kau akan berlutut di kakiku!" kata Xav kemudian menoleh, menampik tangan pengawal Saros yang mau memegang dan menangkap Eireen.

"Sentuh dia, kalian semua mati saat ini juga!" tandasnya, sambil menatap mengancam.

Eireen merinding, tapi, hatinya berbunga-bunga, karena begitu dilindungi oleh Xav. Seolah, ia tidak peduli jika itu sandiwara, ia sudah terlanjur terbawa rasa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!