NovelToon NovelToon
Melahirkan Anak Rahasia CEO

Melahirkan Anak Rahasia CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Kembar
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nanda wistia fitri

Menginjak usia 20 tahun Arabella zivana Edward telah melalui satu malam yang kelam bersama pria asing yang tidak di kenal nya,semua itu terjadi akibat jebakan yang di buat saudara tiri dan ibu tirinya, namun siapa sangka pria asing yang menghabiskan malam dengan nya adalah seorang CEO paling kaya di kota tempat tinggal mereka. Akibat dari kesalahan itu, secara diam-diam Arabella melahirkan tiga orang anak kembar dari CEO tersebut

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda wistia fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Sore itu, setelah menyelesaikan rapat di kantornya, Nicholas melangkah keluar sambil menatap jam tangan.

Ia tahu waktu pulang sekolah anak-anak Arabella sudah hampir tiba.

Tanpa pikir panjang, ia langsung mengendarai mobil menuju sekolah elit tempat ketiga anak itu belajar.

Udara sore terasa hangat ketika Nicholas tiba di sana. Namun langkahnya terhenti begitu melihat sosok Arabella yang sudah lebih dulu datang.

Wanita itu sedang menuntun Michelle yang memeluk pinggangnya erat, sementara Dimitri dan Michael berjalan di samping, membawa tas kecil mereka.

Nicholas menarik napas dalam, lalu menghampiri.

“Bella,” panggilnya pelan.

Arabella menoleh, sedikit terkejut tapi cepat menguasai diri.

“Aku tidak menyangka, Tuan Nicholas masih punya waktu untuk datang ke sekolah ini,” ucapnya datar.

Nicholas tersenyum tipis. “Bella, berikan aku sedikit waktu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”

Arabella menatapnya dengan waspada. “Tentang apa?”

Tatapan Nicholas berpindah pada ketiga anak itu Dimitri dan Michael yang menatapnya dengan dingin, serta Michelle yang justru memandangnya penuh cahaya di mata mungilnya.

Setelah hening beberapa detik, Arabella berkata lembut, “Kalian masuk ke mobil dulu, ya sayang. Mama mau bicara sebentar dengan Paman Nick.”

Ketiga anak itu saling pandang, lalu menurut.

Dimitri menggandeng tangan Michelle sementara Michael menatap Nicholas sejenak sebelum berlari kecil menuju mobil.

Begitu pintu mobil tertutup, suasana di antara Arabella dan Nicholas menjadi hening.

“Katakan cepat kau punya waktu sepuluh menit.”

Suara Arabella tegas, datar matanya menempel pada jam yang tergantung di dasbor mobil.

Nicholas menarik napas panjang. Wajahnya kusut, ada kerutan penyesalan yang tak bisa disembunyikan.

“Aku… aku harus bilang jujur, Bella,” suaranya serak. “Lima tahun lalu, di hotel… pria yang memperlakukanmu dengan tidak semestinya itu aku.”

Hening menutup mereka. Angin sore bermain di antara daun, hanya bunyi langkah kecil terdengar dari halaman sekolah. Kata-kata itu seperti batu besar yang dilempar ke permukaan danau riaknya merambat jauh.

Nicholas menatap anak-anak yang duduk di dalam mobil,matanya kembali memerah saat beralih pada Arabella. “Tentang ketiga anak itu… mungkin mereka darah dagingku.”

Jantung Arabella berdegup kencang, tetapi wajahnya tetap terkendali. Ia menahan emosi, lalu membalas dengan nada yang dingin dan pasti.

“Nick, jangan bawa-bawa mereka.” Suaranya landai namun tak tergoyahkan. “Aku tidak peduli siapa papa biologis mereka,Mereka adalah anak-anakku, dan aku tidak akan membiarkan siapapun termasuk kau mengganggu hidup kami.”

Nicholas tertegun. Ada lubang hampa di matanya, namun ia tidak mendorong lebih jauh. Ia tahu tidak ada kata di dunia ini yang bisa membatalkan dosa masa lalunya dengan mudah.

“Aku tidak bermaksud mengganggu, apalagi mengambil anak-anakmu, Bella. Mereka adalah anak-anakmu. Aku bukan sekedar ingin mengakui aku mau membuktikannya. Kalau kau izinkan, kita lakukan tes DNA. Biar semuanya jelas sekali dan untuk selamanya.”

Kata-kata itu memenuhi udara di antara mereka. Angin sore mengibas helai rambut Arabella yang di gerai. Di wajah pria itu tampak ada tekad bukan tuntutan, melainkan kebutuhan untuk menutup luka yang tak pernah ia obati.

Keraguan melumat Arabella dari dalam. Bayangan terburuk bermunculan cepat kalau ternyata Nicholas benar ayah mereka, apakah ia akan datang mengambil anak-anaknya? Menikahi Vania demi pengakuan dan posisi? Melepas semua yang sudah ia bangun sendiri? Pikiran-pikiran itu berputar panas dalam kepalanya sampai dadanya terasa sesak.

Ia menghela napas panjang, menahan amarah dan ketakutan agar suaranya tetap terkendali.

“Nick,” katanya akhirnya, suara lembut tapi tegas, “kalau memang kau ingin membuktikan, lakukanlah. Tapi dengarkan ini baik-baik tes itu hanya untuk kebenaran. Bukan tiket untuk merombak hidup kami.”

Nicholas mengangguk cepat, hampir lega. “Aku mengerti. Kalau hasilnya menunjuk ke aku, aku akan bertanggung jawab. Bukan untuk mengambil mereka darimu tapi untuk menjadi bagian dari hidup mereka, dengan cara yang kau tentukan.”

“Aku setuju asalkan ada aturan jelas,” lanjut Arabella dengan nada yang lebih kendali. “Tes ini harus dilakukan secara profesional dan rahasia. Kau tidak boleh membawa kabar atau membuat langkah lain termasuk mengumumkannya pada Vania atau keluargamu tanpa persetujuanku. Aku tidak mau anak-anakku jadi alat permainan politik dari orang-orang yang serakah.

Ada kilat kelegaan di wajah Nicholas. Ia menatap Arabella, suara rendah namun pasti, “Setuju. Aku berjanji tanpa diumbar, tanpa paksaan. Hasilnya kita hadapi bersama, sesuai keputusanmu.”

Arabella mengangguk, napasnya sedikit mereda. Ia menaruh satu syarat terakhir.

“Tesnya di mana dan kapan? Aku tidak mau mereka terganggu. Dan bila perlu, aku akan mengawal proses itu.”

Nicholas mengeluarkan ponsel, sekali tekan, lalu menatap Arabella. “Besok pagi, di laboratorium yang kredibel. Aku atur semuanya. Kau boleh ikut atau aku bisa lakukan lewat jalur yang kau percayai. Aku serahkan padamu.”

Mata Arabella menatap anak-anaknya di dalam mobil. Michelle sedang memegang boneka, Dimitri dan Michael sibuk berbicara kecil satu sama lain. Hatinya bergemuruh, namun keputusan sudah mulai terbentuk kebenaran harus dihadapi, tapi pastinya dengan batas yang ia tentukan.

“Aku beri satu hari untuk mengatur semuanya,” kata Arabella pelan. “Besok, kita mulai. Tapi ingat jika kau melangkahi batas, aku tidak akan ragu menindak secara hukum.”

Nicholas menunduk, menahan emosi. “Terima kasih, Bella. Aku tidak akan mengecewakanmu.”

Arabella menutup percakapan itu dengan langkah tegas menuju mobil.Perang hukum yang baru saja ia mulai kini bertambah satu medan lagi kebenaran tentang darah dan kemungkinan badai baru yang harus ia kendalikan demi anak-anaknya.

Nicholas menunduk, menahan emosi

Arabella menatap kembali ke kaca spion, melihat bayangan Nicholas yang masih berdiri di tempatnya, menatap mobil yang perlahan menjauh.

Dalam hati, Arabella tahu mulai hari itu, hidup mereka tidak akan sama lagi.

Di dalam perjalanan, Arabella mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Leo.

Suara di seberang terdengar segera.

“Leo, aku harus bicara. Ini tentang Nicholas… dan anak-anakku.”

Mobil melaju membelah jalan sore San Francisco, membawa seorang ibu yang siap menghadapi kebenaran, sekeras apa pun kenyataannya nanti.

Malam itu, rumah Arabella terasa lebih sunyi dari biasanya.

Ketiga anaknya sudah tidur lebih awal Michelle memeluk bonekanya erat, sementara Dimitri dan Michael tertidur di sofa kamar mereka setelah menonton kartun.

Arabella duduk di ruang tamu, lampu hanya menyala redup. Di meja, ada secangkir teh yang sudah dingin.

Pikirannya penuh dengan kata-kata Nicholas sore tadi.

Tes DNA.

Tanggung jawab.

Kebenaran.

Deru mobil berhenti di depan rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk tiga kali.

Arabella bangkit dan membukanya.

Leo berdiri di depan pintu dengan jas kasual dan ekspresi khawatir.

“Aku datang secepat yang aku bisa,” katanya sambil masuk. “Kau bilang ini penting?”

Arabella mengangguk pelan, menuntunnya ke ruang tamu.

“Aku nggak tahu harus mulai dari mana… tapi Nicholas datang sore ini.”

Leo mengerutkan kening. “Nicholas? Tunangannya Vania itu?”

“Ya.”

Arabella menelan ludah, lalu menatap Leo lurus. “Dia bilang, lima tahun lalu… pria yang” suaranya tercekat, “…yang menghancurkan hidupku di hotel itu… adalah dia.”

Leo terdiam. Rahangnya menegang, dan tangannya perlahan mengepal di atas meja.

“Dia bilang begitu?” suaranya rendah dan berat.

Arabella mengangguk, matanya berkaca-kaca.

“Dan dia bilang ingin membuktikannya lewat tes DNA. Katanya, kalau benar… dia akan bertanggung jawab. Tapi aku takut, Leo. Aku takut kalau ternyata dia benar-benar ayah mereka.”

Leo mencondongkan tubuh ke depan, menatapnya serius.

“Bella, dengar aku. Apa pun hasil tes itu nanti, tidak akan mengubah satu hal kau adalah ibu mereka. Hanya kau. Tidak ada siapa pun di dunia ini yang bisa mengganti peran itu.”

Air mata jatuh di pipi Arabella, tapi ia segera menghapusnya.

“Aku tahu… tapi aku juga ingin tahu kebenarannya. Anak-anakku berhak tahu siapa ayah kandung mereka. Aku hanya tidak ingin mereka terluka.”

Leo menarik napas panjang.

“Kalau kau memang ingin lakukan tes DNA, aku akan bantu mengatur semuanya. Tapi bukan dengan pihak Nicholas. Kita lakukan dengan laboratorium yang aku percayai rahasia, aman, dan legal. Hasilnya langsung masuk ke tanganmu, bukan ke dia.”

Arabella menatapnya, sedikit lega. “Kau bisa atur itu secepatnya?”

Leo mengangguk mantap. “Besok pagi aku urus. Tapi Bella…”Dia menatapnya tajam “kau harus siap dengan segala kemungkinan. Kalau hasilnya positif, Nicholas punya hak hukum sebagai ayah biologis. Dan kalau Vania tahu”

“Aku akan pastikan itu tidak bocor,” potong Arabella cepat. “Aku tidak mau Vania atau Papa tahu apa pun sebelum aku memutuskan langkah berikutnya.”

Leo terdiam sejenak, lalu mengangguk.

“Baik, Tapi satu hal lagi.” Ia menatap Arabella penuh perhatian.

“Kalau Nicholas benar-benar ayah dari ketiga anak itu, kau harus memutuskan dengan kepala dingin. Jangan biarkan masa lalu membuatmu buta akan masa depan anak-anakmu.”

Arabella menatap cangkir teh di depannya, lalu berbisik lirih, “Aku tidak tahu apakah aku masih punya kekuatan sebanyak itu, Leo.”

Leo tersenyum kecil dan menyentuh pundaknya dengan lembut.

“Bella, kekuatanmu justru ada di ketakutan itu. Kau sudah bertahan sendirian lima tahun, membesarkan tiga anak, dan membangun kerajaan bisnis dari nol. Jangan pernah ragukan dirimu lagi.”

Suasana hening sejenak. Hanya suara jam dinding yang terdengar.

Arabella menatap ke arah pintu kamar anak-anaknya, lalu kembali pada Leo.

“Baiklah,” katanya akhirnya dengan nada tegas. “Besok kita lakukan tes itu. Aku ingin tahu kebenarannya tapi dengan cara kita.”

Leo mengangguk mantap. “Aku akan atur semuanya.”

Arabella menghela napas panjang, mencoba menenangkan debar di dadanya.

Dalam hatinya ia tahu kau apa pun hasil tes itu nanti, hidup mereka akan berubah.

Entah untuk menyembuhkan luka lama… atau membuka luka yang lebih dalam.

1
tia
update lebih banyak Thor
tia
lanjut dobel up thor
tia
tumben belom thor
tia
lanjut thor
tia
lanjut Thor,,, semakin seru 👍
tia
lanjut thor cerita ny bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!