Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Paksu
Kringgg Kringgg Kringgg
Bel istirahat akhirnya berbunyi nyaring, menggema hingga ke seluruh penjuru sekolah. Seperti sebuah aba-aba tak tertulis, semua murid langsung bersorak dan berhamburan keluar dari kelas masing-masing, menyerbu kantin layaknya prajurit kelaparan yang menemukan medan pertempuran baru. Aroma gorengan dan sosis bakar seolah sudah tercium dari kejauhan, menggoda iman para perut kosong.
Alvyna yang sedari tadi tampak lelah mengikuti pelajaran, menghela napas panjang. Matanya menatap papan tulis yang sudah mulai dipenuhi coretan pelajaran tadi pagi, lalu perlahan mulai membereskan buku-bukunya. Suara perutnya sudah berisik sejak sepuluh menit terakhir. Sejujurnya dia lebih ingin menyantap nasi padang di rumah, tapi tentu tidak mungkin izin pulang hanya karena lapar.
Sambil memasukkan buku terakhir ke dalam tas, Alvyna melirik ke arah bangku kosong di dekat jendela. Bangku yang biasanya diisi oleh si pemilik tatapan tajam, senyum menyebalkan, dan suara berat yang entah kenapa sering bikin deg-degan meski Alvyna sangat ingin menyangkal itu.
“El,” gumamnya pelan. Cowok itu belum juga muncul sejak pagi tadi. Entah kemana perginya. Padahal biasanya, suara gaduh dan celetukan sok keren cowok itu sudah terdengar sejak jam pertama. Tapi hari ini? Sepi.
"Dasar pembolos gak bertanggung jawab," gerutu Alvyna sambil menutup resleting tasnya. Ingatannya langsung melayang ke kejadian pagi tadi yang sukses bikin darahnya mendidih.
Sungguh, kalau bisa dia ingin menampar pipi El yang tengil itu. Atau minimal, menyumpal mulut cowok itu dengan tisu biar gak asal bicara seenak jidat lagi. Tapi kemudian, wajah El terbayang senyumnya, tatapan jail nya, dan debar di dada Alvyna jadi tak terhindarkan.
“Ck kenapa malah keinget dia sih!” decak nya pelan, mengibaskan pikiran buruk itu dan bergegas keluar kelas tanpa menoleh lagi.
Begitu tubuhnya menjejak koridor luar kelas, berbagai suara celetukan dari murid laki-laki langsung menyambutnya seperti biasa.
"Hai Alvyna..."
"Kiw kiw, cakep-cakep sendiri aja jalan."
"Jadi pacar abang yuk Dek!"
"Ke kantin bareng yuk, abang traktir!"
Alvyna tak menggubris. Ia tetap melangkah tenang, seolah tak mendengar semua omongan itu. Bahkan untuk sekadar melirik pun tidak. Ia memang dikenal dingin dan susah didekati. Kalau ada yang menyebutnya sombong, biarlah. Mereka tidak tahu apa yang pernah dia lalui. Lebih baik dikira angkuh daripada harus membuang energi menjawab ocehan yang tak penting.
Semua masih berjalan normal. Sampai...
Brukk!
Sebuah benturan cukup keras menghantam bahunya dari belakang. Alvyna tersentak. Tubuhnya sedikit limbung.
"Shit! Anjir!" maki Alvyna spontan, wajahnya meringis menahan sakit. Bahunya benar-benar terasa nyeri.
Saat ia berbalik, ia menemukan penyebabnya berdiri santai dengan senyum menyebalkan. Sosok itu dengan rambut terurai rapi, lipstik tipis, dan seragam yang selalu dimodifikasi seenaknya menatapnya sinis. Lyra.
"Halo kakak... ups, kakak tiri maksudnya," ucap Lyra santai, suaranya menyimpan nada ejekan yang kentara.
Mata Alvyna menyipit tajam. Tangannya mengepal, dadanya naik turun menahan emosi. Rasa sakit di bahunya kalah oleh amarah yang membuncah. Tapi alih-alih langsung membalas, bibir Alvyna justru melengkungkan senyum menyeringai.
"Heh, dunia sempit banget ya. Harus banget gue satu sekolah sama lo lagi?" ucapnya dingin, menyilangkan tangan di dada.
Lyra mendengus. Ia melangkah maju, mendekat dengan sorot mata merendahkan. “Ngaca deh. Kok bisa sih orang miskin kayak lo sekolah di sini? Jual diri ke om-om ya?”
Kata-kata itu membuat beberapa murid di sekitar langsung berpaling, berpura-pura tidak mendengar, tapi sebenarnya menajamkan telinga.
Alih-alih marah, Alvyna malah tertawa kecil. “Heh, ngomongin diri lo sendiri ya? Atau maksudnya nyokap lo? Jual diri ke suami orang demi hidupin lo. Ck patut dicontoh.”
Wajah Lyra merah padam. Tangannya terangkat, hendak menampar. Tapi reflek Alvyna lebih cepat. Ia langsung menangkap dan mencengkeram pergelangan tangan itu. Cengkeramannya kuat, membuat Lyra meringis.
“Cuih, lo maling paling hebat yang pernah gue liat. Gak cukup nyolong orang, bahkan nama keluarga juga lo sikat. Bagus juga ajaran emak lo,” ucap Alvyna menyeringai.
“Lepas anjing!” desis Lyra, mencoba melepaskan diri.
Alvyna tak bergeming. Ia menatap name tag di seragam Lyra. “Lyra Maelis Damaris, ck lengkap banget nyolong nya. Nama belakang pun disikat. Miris.”
Lyra meronta. “Gue gak akan puas sebelum lo bener-bener hancur! Tiga tahun ini semuanya lancar karena lo gak ada. Sekarang lo balik dan mau hancurkan semuanya? Mimpi!"
Alvyna menarik napas dalam. “Tenang aja. Gue gak akan rebut apapun. Tapi hukum alam berlaku. Yang nyakitin pasti akan tersakiti.”
“Lo...”
“Termasuk ketenaran lo... dan...” Alvyna mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat darah Lyra mendidih. “...dan El.”
Lyra terbelalak. Sorot matanya penuh kemarahan.
“Oh, dan karena bahu gue sakit banget, ini balasan kecil sebelum gue cabut,” ucap Alvyna sambil menginjak keras kaki Lyra.
Sett! Gyutt!
"Aaakkhh!! Shit!!" jerit Lyra, membuat perhatian murid sekitar langsung tertuju.
Dengan cepat, Alvyna melepas cekalannya dan kabur sebelum drama itu melebar. Ia lari menuju rooftop, satu tempat yang hanya El tau bagaimana cara menenangkannya. Meski kadang bikin kesal, cowok itu selalu bisa muncul di saat yang dibutuhkan.
Notifikasi pesan muncul di ponselnya.
Paksu: Ke rooftop Ra, udah istirahat kan? GPL!
Alvyna: Ngapain? Mau ke kantin laper.
Paksu: Banyak makanan di sini. 5 menit gak sampai gue unboxing lo nanti malem!
Alvyna sampai melotot. Nama kontaknya “Paksu” lengkap dengan emoticon. Padahal dia gak pernah simpan nomor El! Dia tau El pasti sengaja ganti namanya sendiri di HP dia. Sial.
Sambil bergumam kesal, Alvyna melangkah ke rooftop. Begitu di depan pintu, ia sempat berhenti. Menempelkan telinga. Sepi ia menghela napas, lalu membuka pintunya perlahan.
Ceklek
"Telat dua menit. Bagusnya dikasih hukuman apa nih?" suara santai itu langsung menyambutnya.
"Ngapain lo nyuruh gue ke sini?!" semprot Alvyna, tetap berdiri di ambang pintu.
"Kunci dulu pintunya sini," El menyahut santai sambil menyulut rokok.
Alvyna menghela napas. “Kasih tau dulu ngapain.”
“Mau bikin anak,” jawab El sambil nyengir.
Alvyna nyaris berteriak. “APAAN SIH LO....”
Namun aroma ayam goreng dan nasi hangat menyela kemarahannya. Matanya menangkap sebuah lunch box besar di samping El, lengkap dengan botol jus mangga favoritnya.
“Ini buat gue?”
“Bukan. Buat mantan pacar kamu. Lah iyalah buat lo!”
Alvyna merengut, tapi tetap melangkah masuk. Ia mengunci pintu dan duduk. Bahunya menyentuh lengan El. Seketika, ia meringis.
"Kenapa Ra?"
“Bahu gue sakit...”
“Si Lyra?” suara El berubah serius.
Alvyna hanya diam. Tapi ekspresi wajahnya sudah cukup menjawab.
"Yang sebelah mana?" tanya El lagi, kini meraih lengannya perlahan.
“Sshhh... Jangan ditekan!” ringis Alvyna.
El mengusapnya pelan, ekspresinya tak main-main. “Nabraknya gimana sampe sakit begitu?”
“Pake bahu lah, pake apaan lagi!” jawab Alvyna sengit.
“Ck, di...”
Tok Tok Tok
Mereka terdiam.
Brakk Brakk Brakk
"EL! KAMU DI DALAM KAN?!"
Alvyna dan El saling pandang. Wajah El langsung tegang.
Jadi inget salah satu karakter yang aku suka banget, rasanya mirip. 😢