Setelah pesta ulang tahunnya semalam, dia terbangun di atas ranjang kamar hotel tempatnya bekerja, dalam keadaan berantakan dan juga sendirian. Masih dalam keadaan bingung, dia menemukan bercak merah di bawah tubuhnya yang menempel di alas kasur. Menyadari bahwa dirinya telah ternoda tanpa tahu siapa pelakunya, diapun mulai menyelidiki diam-diam dan merahasiakan semuanya dari teman-temannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Party
Dentuman keras suara musik yang mengentak, seiring dengan gerakan energik dari ratusan pengujung sebuah klub malam memancing semangat di dada Ranti dan teman-temannya. Mereka masuk dengan dada bergemuruh dan energi yang tersuntik oleh semangat dari orang-orang di sekeliling ruangan. Ratusan manusia berjoget, berseru, bernyanyi sambil mengangkat gelas minuman ditangan.
Hotel mega bintang Phoenix sudah terkenal dengan fasilitas lounge dan klub yang tidak ada bandingannya dengan hotel mewah terkenal lainnya di kota Jakarta. Banyak pesaing bisnis yang berusaha menjalin hubungan baik dengan Hotel Phoenix demi dapat mencuri ide dan sistem pelayanan rahasia di perusahaan tersebut, tetapi sang CEO selalu menutup diri. Hal tersebut memancing banyaknya pesaing bisnis yang iri dan tak sedikit pula yang berusaha menjatuhkan, hanya saja usaha seperti itu tak pernah mampu menggoyah Hotel Phoenix yang semakin tahun semakin berdiri tegak dengan segala kemegahannya.
Ranti Mila, masih gadis, berusia genap 24 tahun pada malam ini. Dia adalah salah satu karyawan di hotel tersebut, memegang jabatan yang menjadi salah satu ujung tombak perusahaan, yakni Manajer di bagian food dan beverage. Sebagai hotel mega bintang, tentu makanan menjadi kunci daya tarik utama selain kenyamanan kamar itu sendiri. Ranti bertugas menyeleksi ribuan porsi menu makanan yang akan disajikan pada tamu-tamu kehormatan, dan itu dia lakukan setiap hari. Bersama dengan seorang dokter ahli nutrisi, Tisya, yang merupakan adik dari orang nomor satu di hotel tersebut. Ranti dan Tisya pun menjadi rekan yang tak pernah berpisah barang satu hari saja, bahkan saat cuti, walaupun waktu cuti sangat sulit mereka dapatkan, itu karena sistem ketat yang diatur oleh sang pemimpin.
“Ran, malam ini kan ulang tahunmu, sekali-kali minum lah…” Noah merangkul bahu Ranti yang masih terbalut baju kerja. Laki-laki berusia 30 tahun itu berbicara sambil terus menggoyangkan kepalanya mengikuti alunan musik disko.
Ranti mengerutkan kedua alisnya, bukan soal tawaran minum dari Noah, tetapi suara musik itu sudah mulai mengusik telinganya hingga merasa tak nyaman. Padahal mereka berempat baru saja masuk ke dalam sana beberapa menit yang lalu.
Tak mendapat sahutan dari gadis yang dirangkulnya, Noah memiringkan kepala, melirik Ranti yang tubuhnya hanya setinggi bahu Noah. Dilihat dari jarak sedekat itu, rambut panjang Ranti yang di ikat kuncir kuda membuat leher jenjangnya terekspose sempurna, ditambah kacamata bening yang bertengger dihidung mancungnya, membuatnya terlihat ‘seksi’. Entah itu karena Noah memang sejak lama sudah tertarik padanya, atau memang karena suasana remang-remang di dalam sana yang memancing pikiran liarnya, Noah pun menelan ludahnya susah payah.
“Guys, itu meja kita!”
Ranti, Noah dan Tisya serentak menengok ke kiri, ke arah Rico yang menunjuk salah satu sudut ruangan.
“Gelap banget di situ,” ucap Ranti, karena berkata dengan nada rendah maka teman-temannya pun tak ada yang menyahut. Dia juga tak bisa menolak, sebab Noah sudah menarik tubuh mungilnya menuju lokasi yang sudah dipilih oleh Rico.
Di sudut sana terdapat sofa setengah lingkaran dengan meja panjang di depannya, lalu ada satu buah sofa tunggal di seberangnya. Sofa itu bisa diduduki sekitar empat hingga lima orang, tetapi Noah memilih duduk di sofa tunggal. Rico sendiri belum duduk, sebab masih sibuk berbincang dengan seorang laki-laki yang berpakaian urakan, mirip berandalan menurut Ranti ketika dia memperhatikan. Rico melakukan tos ala mereka dengan laki-laki itu, anehnya harus ada gerakan adu pinggul sebagai penutup. Lagi-lagi Ranti mengerutkan kedua alisnya, biasanya Rico selalu macho dalam kesehariannya, tapi malam itu ada sisi lain yang tampak. Namun, ketika Ranti menengok ke arah Tisya, dia melihat gadis itu malah tertawa gemas menatap Rico dan temannya. Ranti pun memutar bola matanya. Sebagai sahabat, tentu dia sudah tahu bahwa Tisya menyukai Rico sejak lama, tetapi itu adalah sebuah rahasia yang harus dijaga.
Rico memiliki jabatan penting di hotel, yakni pemimpin nomor dua sebagai wakil direktur. Dia dan Noah sangat akrab, mereka sudah menjadi sahabat tiga serangkai semenjak berkuliah, dengan satu personil terakhir yaitu sang CEO yang tak pernah bisa diajak berkumpul bersama, karena laki-laki itu sangat gila kerja dan tak suka keramaian. Tetapi jika sedang dalam suasana rapat, laki-laki itulah yang paling mendominasi.
Sedangkan Noah adalah seorang programmer, dia bertanggung jawab pada seluruh data rekaman pengawasan dan sistem keamanan komputer seluruh karyawan.
Mereka berempat sangat sibuk setiap harinya, posisi masing-masing memiliki tanggung jawab yang besar juga. Untuk bisa berkumpul di saat seperti sekarang, mungkin hanya bisa terjadi sekali dalam satu bulannya atau bahkan tidak.
Akan tetapi, baru kali ini mereka memutuskan untuk mendatangi klub di hotel mereka sendiri. Ternyata di dalam sana cukup liar, hingga Ranti takjub, padahal tamu hotel biasanya datang dengan setelan jas. Namun, di dalam sana semuanya berpakaian bebas dan berjoget tanpa peduli pada jabatan.
Ranti melirik arloji di pergelangan tangan kirinya, sudah pukul dua belas tepat, itu artinya saat itu usianya sudah menjadi 24 tahun. Ada senyum tipis di bibir pink-nya, tersadar bahwa semakin meningkatnya usia maka semakin besar juga tanggung jawab dalam hidupnya.
“Sorry, guys! Nunggu lama, kenalin ini Aoki, dia bartender kita,” ucapan Rico itu mengembalikan fokus Ranti.
Laki-laki bernama Aoki itu melayangkan senyumannya, Ranti hanya menganggukkan kepala singkat tanpa berniat bersalaman. Itu memang sudah menjadi prinsip Ranti, dia hanya akan berinteraksi pada laki-laki yang sudah dia kenal saja.
“Hai, aku dengar dari Rico kalau malam ini ulang tahun kamu, jadi aku sudah siapkan minuman spesial,” Aoki sedikit membungkuk saat berbicara, agar suaranya dapat terdengar jelas oleh Ranti dan kawan-kawannya.
Tak lama kemudian ada dua orang laki-laki yang datang membawa dua nampan besar, satu berisi beberapa buah gelas kaca, dan satu lagi berisi mangkuk aluminium dengan sebuah botol besar yang dibungkus oleh es batu di atasnya.
“Woaa, tequila, Bro!” Noah langsung menyambut botol itu dengan antusias. Dia juga langsung melakukan tos dengan Aoki, kemudian berbisik-bisik sejenak sambil tertawa. Kemudian Aoki pergi.
“Kak Rico, kenapa tequila?” tanya Ranti, lebih pada protes sebenarnya, dia tidak suka jika harus mabuk.
Tisya menoleh, kemudian bertanya pada Ranti, “bukannya kamu sering minum cocktail di sebelah?” pertanyaannya ini diangguki oleh Rico, membuat Tisya mengulum senyumnya.
“Cocktail itu kadar alkoholnya Cuma sekitar 5%, nggak akan bikin aku mabuk,” sahut Ranti.
Di sebelah yang dimaksud oleh Tisya adalah lounge, yang letaknya hanya dibatasi oleh dinding dengan club itu. Lounge berbeda dengan club, perbedaannya terletak pada suasana ruangan yang lebih teratur dan tidak berisik meskipun minuman alkohol juga tersedia, tempat itu digunakan sebagai lokasi pertemuan para orang penting jika menginginkan pertemuan yang tidak terlalu formal. Sebagai Manajer food dan beverage, Ranti sangat sering masuk ke sana untuk mengatur sajian makanan para tamu yang akan melakukan pertemuan. Tak jarang juga dia harus mencicipi cocktail dengan sedikit campuran vodka demi menghargai tamu penting. Namun, cocktail hanya berisi campuran minuman rendah alkohol sehingga tidak lebih seperti minuman manis biasa.
“Tenang, ada Noah disini yang bakal jagain Ranti!” Noah menepuk dadanya sambil tersenyum nakal.
“Nggak lucu,” Ranti pun tertawa.
“Untuk bertambahnya usia teman kita, sahabatku, Ranti! Woaa!” Tisya mengangkat gelas yang sudah dituangi minuman, diikuti oleh Rico dan Noah.
Mau tak mau Ranti juga mengangkat gelasnya, tapi tak berniat meminumnya. Dia hanya tertawa melihat ketiga temannya menghabiskan isi gelas masing-masing.
“Minum! Minum! Minum!”
Tisya, Rico dan Noah mulai menyemangati Ranti agar meminum minumannya. Ranti tersenyum sambil menggeleng kemudian meletakkan gelas itu ke atas meja.
“Huuuuu…”
Mereka menyorakinya, kemudian kembali menambah isi gelas yang telah kosong. Setelah dua kali minum, mereka kembali menyemangati Ranti.
“Kami sudah minum dua, kamu yang ulang tahun kenapa kami yang minum, sih?” ucap Tisya. Ranti melihat wajah Tisya yang memerah, tetapi belum ada tanda-tanda mabuk.
“Aku nggak mau mabuk,” sahut Ranti setengah berteriak.
“Kalau Cuma minum satu gelas mana bisa mabuk, Ranti…” sambung Tisya gemas.
“Tenang, ada Rico si anti mabuk di sini, aku yang antar kamu pulang, janji!” Rico menimpali sambil menepuk dadanya. Rico memang kuat minum dan sangat jarang mabuk, Noah saja kalah dengannya.
Tisya mengangguk mendukung Rico, “kalau dia macam-macam kakakku nggak akan tinggal diam, hahaha!”
Setelah didesak berkali-kali, Ranti merasa tak enak juga, dia juga sudah bukan remaja lagi, selain itu dirinya yakin bahwa jika hanya satu gelas tidak mungkin akan menumbangkannya. Akhirnya tanpa ragu, dia pun meraih gelas miliknya dan meminum isinya hingga tandas tanpa jeda.
“Yeah! Itu baru Ranti!”
Ketiga temannya bersorak senang, mereka tertawa sambil bercerita berbagai hal. Ranti juga semakin bersemangat, bercakap bersama dalam suka cita. Hingga beberapa menit kemudian, kepalanya tiba-tiba berdenyut dan pandangannya menggelap.
“Ran, bangun, nanti kamu telat…”
“Sarapan kamu ada di meja, ya…”
Di telinga Ranti terdengar suara sang ibu yang setiap paginya selalu membangunkan dirinya dengan lembut.
“Iya, Bu, em…”
Suara Ranti sedikit teredam karena dia tertidur dalam posisi tertelungkup, ketika mengucapkan kata terakhirnya tiba-tiba dia tersadar dari tidurnya.
Kedua matanya menyipit, melirik ke arah meja yang seharusnya menjadi tempat dia meletakkan ponselnya. Namun, setelah memperhatikan sejenak, sepertinya ada yang aneh.
“Tunggu, ini…”
Ranti mengangkat kepalanya, melihat ke sekitarnya yang tampak asing, ini bukanlah kamarnya!
“Akh... Sial!”
Ketika dalam posisi duduk, kepalanya kembali berdenyut, persis seperti yang semalam dia rasakan, ketika dia pingsan. Mengingat hal itu sontak saja Ranti membeku, dia mengangkat kedua tangannya, memegang kepalanya dan malah membuat selimut yang sejak tadi membungkus tubuhnya terlepas. Saat itu Ranti menunduk, dan semakin terkejut ketika melihat dadanya terbuka lebar tanpa sehelai benang pun.
“Apa yang terjadi? Kenapa aku telanjang di kamar asing?”
Ranti mulai panik, nyatanya ibunya tak ada di sana, tak ada siapa pun di sana, yang tadi dia dengar hanyalah suara dalam mimpi. Bergegas dia mencoba turun dari atas ranjang asing itu, tetapi sesuatu terasa aneh.
Ranti merasakan pegal di area intimnya, membuatnya menundukkan kepala dan dibuat tercengang saat melihat sebuah bercak merah tepat di bawahnya. Tanpa harus bertanya lagi, dia tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya, dia pun berteriak dengan wajah yang frustasi.
“Ibu…!”
ahahah Sofia kamu cantik, kaya tpi sayang terlalu sombong
huh emang plot twist
jika sekeluarga demanding harta dan martabat
sampai harus merekrut semua Teman
😃😃 semangaat bang Arion semoga ranti cepet jinak
sampai kapan
/Determined/
semangat ranti
pasti ada Alasan dibalik semua itu,, hemm
mungkkn Arion Akan terus memintamu sebagai kekasih sungguhan
kenapa gak di iklanin aja di novel sebelah yg sudah banyak pengikutnya
Kan Makin seruu ni
sebentar lgi pasti tau siapa pelakunya
semangaat Ranti
alur cerita yg bagus
berarti pelakunya adalah Arion fix
berarti anak genderuwo/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Jadi bener Arion yg bermalam sama Ranti, pasti manusia kutub itu tersinggung sebab dikatai Gay,
makanya dia langsung membuktikan pada ranti klo dia bukan Gay/Joyful//Joyful/
gak bilang juga binging, semanga Ranti semoga segera hamil agar tau siapa pelakunya