Langkah gontai seorang gadis yang sudah tampak lelah memasuki sebuah gang yang nampak sepi dan di sinari lampu yang agak meredup.
Gadis itu berhenti di sebuah bangunan berjejer yang merupakan kost di gang tersebut.
Siapa lagi dia kalau bukan Xela. Xela sampai ke kediamannya dengan selamat.
Syukurlah aku selamat sampai tujuan. Perjalanan yang melelahkan!
Xela duduk di kursi tunggal di ruangan mini itu sambil sedikit memukul
Gadis itu segera membersihkan diri sebelum merebahkan diri di kasur mininya.
Xela membuka jaket hitam yang ia pakai tadi, jaket milik Alfarel.
Ia merasakan ada sesuatu dibalik jaket tersebut, sesuatu yang pipih namun tidak terlalu besar, kira-kira teksturnya seperti tekstur kartu.
*Apa ini?
Xela* mengeluarkannya dari sana. Ternyata itu adalah KTP milik laki-laki itu.
Xela penasaran, ia pun membuka KTP tersebut.
Namanya Alfarel Christo. Hah, usianya 20 tahun. Berarti selisih usia 2 tahun.
Yah berarti dia kakak dong. Ya ampun bisa-bisanya aku ketemu orang seperti ini.
Xela kesal sendiri, ia pun terus memandangi foto KTP milik Alfarel.
Sebuah senyuman terukir di bibirnya.
*Ganteng, manis juga senyumannya meskipun sangat menyebalkan. Kira-kira kalau tadi aku belum pulang, dianterin nggak ya?
Ah sudahlah, cuma mimpi belaka. Mana mungkin laki-laki angkuh seperti dia*
Xela mengerucutkan bibirnya, lalu ia mencium aroma lain. Aroma seperti cokelat, ternyata berasal dari jaket hitam yang ia letakkan di meja belajar di samping ranjang.
Kok enak banget di hirup aroma parfum yang dia pakai.
Memang awalnya saat ia memakai jaket tersebut, tidak ada aroma yang ia cium, entah karena perasaanya atau tadi angin diluar rumah berhembus sedikit kencang.
***
Alfarel duduk di sebuah ruangan kedua tangannya memegang smartphone sambil di putarnya.
Tiba-tiba ada panggilan masuk, disana tertera sebuah nama, 'Ario' , Alfarel segera menggeser tombol hijau untuk mengangkat telepon.
"Hallo, Io gimana. Apa lo udah dapat informasi tentang perempuan itu?"
"Udah Al, cewek itu tinggal di sebuah gang, di jalan Cempaka no. 92 , deket sih tapi tadi kasian banget jalan kaki."
Jawab Ario dari seberang telepon.
"Biarin aja dia jalan kaki. Orangnya juga kuat!"
Alfarel tersenyum tipis, kali ini tangannya tidak bisa diam, tangannya terus memutar bolpoin yang terletak diatas kertas folio.
"Gak bisa gitu man, gue aja sampai bosan nyetir dari kejauhan ngikutin dia. Andai lo bolehin gue tolong tu cewek."
"Trus lo tolongin gitu?"
"Nggak Al, kan sesuai perintah lo."
"Bagus andai Lo tolongin dia saat itu. Upah Lo gue potong."
"Nggak man, nggak."
"Bagus, kalau gitu. Gue penasaran tentang kejadian di Rose Room kemarin, besok temani gue ya!"
"Hahai .... tenang aja man, gue pasti mau kok asalkan ..."
Ucapan Ario diseberang telepon di potong oleh Alfarel.
"Tenang aja tentang itu, lo bebas mau main sama siapa aja disana. Asal sama satu cewek aja, jangan banyak."
Alfarel sudah tahu bagaimana gelagat Ario.
"Oke man, terimakasih. Tapi sepertinya gue suka sama cewe tadi. Andai Gue miliki dia pasti gue senang, tapi sayangnya gue kerja buat lo ngawasin dia, gue takut hilang uang."
Ketika ia mendengar balasan suara dari Ario di seberang sana, Alfarel mengepalkan tangannya.
'PLAK'
Alfarel memukul meja yang ada dihadapannya sehingga Bolpoin yang ada disana hancur oleh hantaman tangan kuatnya.
"Woi jangan berani-beraninya lo sama dia. Lo gak boleh sentuh perempuan itu."
Alfarel marah tanpa sadar. Kenapa ia harus marah, sementara Xela selalu ia pancing emosinya.
Ada rasa yang tidak dapat dijelaskan dihatinya ketika melihat seorang Xela, apalagi ketika melihat Xela sedang menangis, itu hal yang menyenangkan sekaligus mengingatkan dirinya pada Alika.
"*Santai man, gue cuma berandai saja jangan ngegas dong!"
'TUT* TUT TUT'
Alfarel mematikan smartphonenya secara sepihak. Ia benar-benar marah.
Ia sesekali melirik bingkai foto seorang gadis yang bernama Alika di hadapannya yang tersandar rapi didekat parfumnya.
Alika, kamu sudah pergi. Kakak tidak bisa melupakan tentangmu. Entah kenapa kakak belum bisa mengikhlaskan kamu pergi.
Alika kakak mencintaimu ...
Alfarel mencium foto didalam bingkai tersebut, lalu membalikkan badannya hendak beranjak dari kursi.
Mata Alfarel terarah pada pintu yang terbuka dan seorang laki-laki yang sebaya dengannya, siapa lagi dia kalau bukan Dafi yang selama ini tinggal bersama Alfarel dan bekerja untuknya.
Dafi termangu menatapnya.
"Kau belum tidur Daf, ada apa. Sejak kapan kau ada disini?"
Al melontarkan pertanyaan yang berturut-turut.
"Aku belum tidur, aku disini sejak karena mendengar suara pukulan. Apa bang Al baik-baik saja, atau pusing tidak bisa tidur oleh alkohol. Apa perlu aku membuat minuman asam untuk meredakan semuanya?"
tanya Dafi kembali, ucapannya dilontarkan dengan nada yang datar namun nada suaranya sangat lucu terdengar.
"Apa-apaan kamu. Tidak, semuanya salah. Aku mau istirahat, kembalilah ke kamarmu!"
Pinta Al sambil mendorong badan Dafi Keluar, badan Dafi hampir sama besar dengannya hanya saja Dafi memiliki badan yang tidak begitu tinggi seperti dirinya.
"Bang Al, aku mau tanya. Ada apa dengan bang Al, dan ada apa dengan perempuan tadi?"
tanya Dafi yang memang berhasil mendengar percakapan Alfarel dengan seseorang di telepon, namun hanya separuh.
"Tidak ada apa-apa. Sudahlah kau ini laki-laki, jangan bertingkah seperti perempuan. Seperti gay saja."
Alfarel memasang wajah kesalnya kepada Dafi yang terus saja ngotot.
Akhirnya Dafi berhasil ia singkirkan dari dalam kamarnya.
...Bang Al, apa yang terjadi. Semoga suatu hari aku bisa bertemu perempuan itu. Apa mereka ada apa-apanya ya?...
Dafi yang sudah tersingkirkan dari kamar bos nya, masih ingin sekali Dafi mendapatkan informasi yang jelas tentang Xela.
Alfarel merebahkan tubuhnya di kasur, senyum di bibirnya seakan tidak pernah memudar. Ia terus saja mengingat kejadian tadi siang, tepatnya sore sih.
Ada sisi lucu pada Xela yang membuatnya bisa terhibur.
Apakah Alfarel membutuhkan seorang Xela didalam hidupnya?
Baru pertama kali ini aku menemukan perempuan yang menyenangkan kalau dibuat marah. Tapi kenapa aku merasa sepi sekarang ya? apa aku membutuhkannya?
Lalu, apakah benar yang diucapkannya terakhir tadi? jebakan, apa benar dia di jebak? Siapa yang berani menjebaknya.
Entah sadar atau tidak, Alfarel berpikir demikian, ia merasakan keanehan setelah berjumpa dengan Xela, meskipun baru kali ini.
Xela berbaring dengan gelisah, ia terus saja mengingat sosok Alfarel, laki-laki yang sungguh menyebalkan.
Aku nggak habis pikir. Kok ada ya cowok semacam itu, gak punya akhlak. Udah nolongin eh malah bikin sakit hati.
Udah kasi uang, tapi kok di ambil lagi.
Gak punya akhlak ...
Batin Xela sambil memukul bantal guling guling yang di peluknya, ia merasa geram.
bersambung ....
~Hai jangan lupa dukungannya. Siapapun kalian ...
Terimakasih ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
jeruk_asem
c
2022-08-02
1