Alfarel menarik perempuan itu agar keluar dari mobilnya dengan bersusah payah. Al juga merasa kesal atas perkataannya yang tidak di respon sedikitpun oleh perempuan itu.
Ketika ia berhasil menarik tangannya dan gadis itu keluar, hatinya merasa tersayat melihat wajah perempuan itu lembab oleh air mata dan mata yang juga bengkak.
"Heh perempuan. Jangan membuat drama disini, ini bukan pentas seni. Lihat dulu keadaan sekitar baru kau berkomentar, mau menangis, berteriak , berkicau, atau bernyanyi. Kau membuatku marah."
Ucap Alfarel kesal. Setelahnya Xela tersadar oleh Indera pendengarannya yang tidak menangkap suara musik seperti yang pernah ia dengar di ROSE ROOM.
Xela membuka matanya, pandangan pertama matanya mengacu pada laki-laki yang berbadan tegap di hadapannya dengan baju kaos putih yang sebelumnya dilapisi oleh jaket hitam yang telah dipakainya.
Laki-laki itu menghela nafas kasar dan memandang Xela penuh keangkuhan.
Xela berhenti menangis, ia melihat sekeliling, dirinya, laki-laki itu, dan juga mobil yang telah terparkir di depan rumah mewah bertingkat tiga. Rumah yang dilapisi oleh cat berwarna putih itu sangat indah dipandang mata, terlebih lagi tidak ada goresan dan kotoran yang ada disana.
"Di ...dimana?"
Xela bergumam kecil setelah melihat pemandangan itu, ia bahkan tidak menyadari ucapannya.
"Ini di tempat penjualan perempuan."
Dengan sembarangan laki-laki itu menyahuti Xela dan pergi begitu saja menuju tangga pendek sebagai penghubung ke rumah mewah itu.
Apa? tempat penjualan perempuan. Siapa dia, apa dia seorang mafia yang mencari untung?
Xela memperhatikan langkah laki-laki itu sambil bergumam, langkah satu persatu kaki laki-laki itu menapaki anak anak tangga sangat lambat, seperti hendak menunggu dirinya menyusul langkahnya.
Aku harus pergi dari sini. Aku tidak boleh disini.
Xela berpikir untuk pergi, beberapa langkah ia berlari, namun ternyata ada hal yang tidak terduga. Dari kejauhan lima meter dirinya berdiri, matanya mengarah pada pintu pagar yang tertutup rapat memisahkan lingkungan rumah mewah itu dari jalan raya nan sepi.
Sepertinya rumah mewah yang ia tempati halamannya merupakan rumah tunggal.
Tidak!!!
Xela menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak percaya dengan lokasi keberadaannya yang ada di tempat sepi itu.
Xela berusaha mengabsen sekitar dengan saksama. Ternyata benar rumah mewah itu rumah tunggal. Ada sih rumah lain disekitar sana, tetapi sepertinya jauh karena hanya atap rumah saja yang terlihat.
"Hei apa kau mencoba kabur? ayo masuk atau aku akan menyeret mu seperti kambing!"
Xela menolehkan kepalanya ke arah sumber suara laki-laki menyebalkan itu dengan memasang raut wajah tidak senangnya. Tetapi lebih lagi seorang Alfarel yang menatap Xela dengan mata elangnya yang tajam itu menunjukkan ketidaksenangannya.
Dia bicara tidak pakai etika. Aku manusia kok di sangkutin dengan kambing.
Xela kesal bukan main dengan ucapan laki-laki itu, ia seperti dijebak oleh pertolongan laki-laki itu.
Terpaksa Xela mengikuti langkah laki-laki yang ia segani untuk pertama kali dalma hidupnya.
Dengan muka bengkaknya Xela perlahan melangkah maju meskipun ragu rasanya menaiki rumah mewah nan indah itu, barangkali mewah hanya terlihat dari luar, namun didalamnya banyak hal yang Xela tidak ketahui.
Xela sudah menapaki teras yang bersih, bahkan tidak ada sedikitpun debu yang menempel dilantai teras rumah mewah itu.
Mata Xela dimanjakan dengan pemandangan indah setelah sampai didalam rumah mewah tersebut bahkan ia tidak memerhatikan langkah kakinya sehingga ....
'Tak'
Kakinya tersandung pada sebuah sofa biru yang ada didalam ruangan yang luas.
Alfarel yang masih bisa mendengar suara kaki yang tersandung. Al menghela nafas sebelum akhirnya ia menoleh, ia memerhatikan perempuan itu kesakitan dan mengelus pelan tulang keringnya yang sakit karena terantuk.
Xela mengendus, tulang keringnya sakit akibat ulahnya sendiri tidak memerhatikan langkahnya, matanya malah melirik liar ke arah lain.
"Makanya punya mata lihat baik-baik.
Kolot boleh, bego jangan!" Alfarel melontarkan kalimat itu sembari air mukanya menunjukkan ketidaksenangan dengan sikap Xela barusan, tetapi wajah lucu Xela sehabis menangis bercampur dengan muka masamnya membuat Alfarel ingin sekali tertawa. Mata perempuan itu terlihat sipit dan lucu jika muram.
Oh nasib orang seperti ini tidak punya hati, masa ia kan aku kesakitan , dia malah mengejek lagi.
OKE, sabar Xela ini dirumahnya, aku tidak boleh terlalu terpancing untuk marah, bisa-bisa aku di usir, malah gak tau jalan pulang, uang gak ada lagi kalau mau pesan ojek.
Xela berusaha keras untuk bersabar menghadapi laki-laki menyebalkan itu, sambil ia mengelus pelan tulang keningnya yang terasa nyeri, matanya yang berarir kembali membuatnya seperti menangis lagi, padahal tidak. Xela sedang menahan sakit yang teramat sangat pada tulang keringnya.
"Bang Al."
Seorang laki-laki tampan menggunakan celemek berwarna kuning datang dengan sendok goreng ditangan kanannya. Ia menatap heran Xela yang menjongkok dengan air mata yang menetes.
Alfarel menoleh kepada Dafi yang berdiri mematung, sepertinya ia terkejut dengan kehadiran Xela sebagai orang asing di rumah mewah tersebut.
"Kamu tunggu disini, silakan duduk di sofa, asalkan jangan sentuh apapun disini. Mengerti!" Gertak Alfarel sebelum ia sempat meninggalkanmu Xela di ruang tamu nan luas itu bersama Dafi.
"Siapa dia, apa yang terjadi?"
Tanya Dafi setelah Alfarel melepaskan tangannya, tadi Alfarel menariknya menuju dapur.
"Bukan siapa-siapa."
Alfarel menjawab singkat, sambil ia menggaruk kepalanya dan berjalan menuju dispenser.
Dafi menatap bosnya dengan curiga, ia berjalan mendekati bosnya dan menatap seksama wajah Alfarel yang sedang meneguk air.
"Bang Al, Dafi curiga nih, atau jangan-jangan Bang Al ..."
Ucapan Dafi digantungnya, ia agak ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Jangan-jangan apa? Ngomong itu yang lengkap, ini bukan saatnya buat isi esai atau kalimat rumpang." Ketus Alfarel sambil meletakkan gelas ditempatnya.
Dafi menjadi salah tingkah, ia sadar jika dirinya salah berucap. Namun karna tidak ingin terkena masalah, maka Dafi memberanikan diri untuk menyambung ucapannya tadi.
"Apa bang Al hamilin anak orang?"
"Apa maksudmu, ha?" Al berkata dengan nada tinggi, ini semakin membuat Dafi yakin.
"Tanggung jawab bang kalau masih punya hati." Ujar Dafi yang belum tahu apa-apa.
"Kalau tidak tahu apa-apa jangan sembarangan ngomong kamu Daf."
"Trus, aku harus bagaimana bang. Kasihan tu cewek matanya bengkak, pasti sakit banget kalau abang nggak tanggung jawab atas perbuatan abang."
'Pletak'
Tiba-tiba saja sebuah jitakan mendarat di kening Dafi oleh Alfarel.
"Masalahnya beda Dafi, jangan bego, aku masih punya perasaan, mana mungkin aku hamilin cewek kolot itu."
Ucap Alfarel menegaskan sehingga berhasil membuat Dafi menganga lebar.
"Lalu siapa dia bang?"
"Orang nyasar. Udah ah gue capek. Mau mandi, udah jam lima lewatan nih."
Dafi diam seperti patung, ia berdiri ditempat enggan beranjak setelah Al pergi ke kamarnya dilantai dua.
bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Dian Amelia
lanjut..thor
2021-07-09
0