Iloania menatap roh air yang seakan bertarung dengan dirinya sendiri. Roh air itu akan mengamuk dan sesekali nampak sangat sedih. Ketika ia mengamuk, aura dendam dan kebencian terpampang nyata diwajahnya. Sementara bila ia tengah sedih, itu benar-benar seperti putus asa dan sangat menderita. Iloania masih mencoba mendekatinya, namun sangat sulit karena perubahan sikap yang sangat cepat itu. Ia masih menunggu kesempatan.
"Mari kita bicara. Apakah kamu bisa mendengarku?"
Iloania mencoba mengajak roh air yang dalam keadaan sedih berkomunikasi. Namun tubuh itu bergetar ketakutan. Iloania jelas melihat bahwa gadis air itu menaruh ketakutan padanya.
Iloania mencoba mendekat, "Tidak apa. Jangan takut, aku bukan or-!"
Sebelum menyelesaikan kata-katanya, gadis roh itu lebih dulu menyerangnya. Berubah ke mengamuk dan mencoba mencabik Iloania dengan sulur airnya. Iloania menghindarinya dan kembali mundur.
"Hey, bisakah kamu mendengarku? Aku ingin bicara denganmu. Aku bukan orang jahat. Percayalah." Kata Iloania mencoba menenangkan.
Iloania melangkah perlahan mendekati sosok gadis roh dan menunjukkan senyum tulus. Tak mengancam. Sulur itu bergerak memerangkap Iloania. Merematnya hingga membuat Iloania meringis menahan rasa sakit. Namun Iloania tak melepas senyum diwajahnya. Tak ingin membuat roh air itu ketakutan dan makin marah jika ia menggunakan kekuatannya.
Iloania menatap manik merah roh air yang menampakkan kesedihan itu. Manik Iloania melebar bersamaan dengan melebarnya mata dari roh air itu.
...***...
Dalam keheningan, Iloania tiba-tiba tersadar bahwa dia sedang ada ditempat lain. Iloania berada disebuah pedesaan yang ramai dan terlihat cukup tua. Pedesaan itu dikelilingi perbukitan. Jalur sungai kecil tercipta memisah beberapa bangunan desa dan menjadi 2 wilayah. Bangunan-bangunan rumah dari tumpukan batu dan dinding kayu itu dibangun berjarak. Memberi kesan tanah luas desa itu. Iloania menatap sekelilingnya dengan terkejut.
Ia bertanya pada binatang sihirnya, "Vleia. Dimana kita?"
Tak mendapati jawaban, Iloania mencoba bertanya kembali. Namun hasilnya sama. Tak ada yang membalas pertanyaannya. Ia mencoba menutupi pakaiannya yang ternoda darah, tak ingin orang-orang berpikiran aneh saat melihatnya. Namun, orang-orang disekitar sana tak menatap padanya, berbeda dari kebanyakan orang lain yang mungkin akan melihatnya karena penampilannya yang berbeda.
"Aku harus menjauh dari sini." Gumam Iloania.
Ketika ia berbalik, sebuah kuda berlari cepat kearahnya. Membuatnya melebarkan mata karena terkejut namun tak sempat mengelak. Iloania memejamkan mata dan menghalangi tubuh bagian depannya dengan tangannya, namun kuda itu melewati tubuh Iloania. Menembus seakan Iloania itu adalah angin. Seperti hantu.
"Apa?" Gumam Iloania.
Ia menatap tubuhnya yang memang terlihat sedikit transparan. Ia kembali memandang sekelilingnya.
Ia bergumam, "Dimana aku? ".
Tempat berganti menjadi sebuah lautan. Iloania benar-benar ada didasar lautan, namun ia masih bisa bernapas dengan hidungnya. Manik emasnya yang seakan bercahaya bergerak liar menatap sekitarnya. Dan menemukan sesuatu bercahaya disebelah karang besar. Mendekatinya dengan berenang pelan, Iloania mendapati sosok roh air yang nampak menangis dicelah karang.
Iloania mencoba mendekati dan menyentuhnya, namun ada semacam dinding pelindung transparan yang menahan pergerakannya.
"Dinding pelindung?" Gumamnya pelan.
Isakan roh air memenuhi indra pendengar Iloania. Sementaa dirinya tak bisa melakukan apapun. "Hiks.. Hiks.."
"Ayah, Ibu. Bagaimana aku bisa menjalani hidup tanpa kalian?" Gumam gadis bermanik biru cerah itu.
"Aku ingin mati."
Iloania tersentak. "Jangan, hey! Hentikan! Jangan bertingkah bodoh!"
Iloania menggedor dinding pelindung itu ketika melihat bahwa gadis roh air itu menciptakan sebuah pedang dari air. Nampak runcing dan panjang. Gadis itu mengarahkan pedangnya kedadanya.
"Hentikan!" Pekik Iloania bersamaan dengan sesuatu yang terjatuh kelautan.
Gadis itu sontak menghentikan acara akan bunuh dirinya dan mendongak. Maniknya membelalak ketika melihat seseorang tenggelam dalam keadaan tak sadarkan diri. Iloania pun sama terkejutnya, namun ia tak bisa melakukan apapun. Melihatnya, gadis roh itu berenang menuju seseorang itu. Pria bersurai hitam kecoklatan dengan balutan pakaian sederhana.
"Manusia.."
Gadis itu membawa pria tadi naik kepermukaan. Iloania tak lepas mengikuti keduanya.
Ketika Iloania menembus kepermukaan, tempat ia berada telah berubah. Kini tak ada air. Hanya ada padang luas dengan banyak bunga dan kupu-kupu berwarna warni yang berterbangan dengan bebas. Kilauan embun dan cahaya matahari memendar menjadi satu. Gemericik air sungai kecil terdengar sebagai musik lembut.
"Dimana lagi aku?" Gumam Iloania.
Srett~
Iloania berbalik mendadak ketika merasakan seseorang melewatinya. Ketika ia menoleh, ia mendapati gadis roh dan seorang pria berpakaian rapih dengan warna yang lembut. Keduanya bergandengan tangan dengan wajah bahagia.
Melihat wajah pria itu, Iloania tersadar bahwa pria itu adalah sosok yang ditolong roh air itu dilaut.
"Wien, bisakah kita istirahat sebentar disini? Kakiku sangat lelah."
Roh air berujar dengan pelan. Roh air mampu mengubah kakinya yang semula berbentuk pusaran air menjadi bentuk kaki seperti manusia. Namun kaki roh air tak bisa digunakan berjalan dengan jarak jauh dan waktu yang lama.
Pria bernama Wien itu tersenyum sembari mengusap surai roh air. "Baiklah, kita istirahat sebentar. Haruskah aku mencarikanmu air?"
Roh air menggeleng. "Aku bisa menariknya kesini."
Tangan roh air nampak bergerak kecil. Tak lama, air meliuk diudara dan mengambang dihadapan keduanya berbentuk gumpalan dan melebar seakan menari, mengikuti gerakan tangan roh air.
"Sie, aku mencintaimu." Ucap Wien membuat Sie menatapnya.
Iloania menyaksikan keduanya dengan tangan yang menutup bibinya yang melengkungkan senyuman geli. Sungguh, menyenangkan. Seperti mengintip pasangan yang sedang memadu kasih tanpa ketahuan. Uh, Iloania merasa bersalah.
Sie menyunggingkan senyuman. "Aku juga mencintaimu."
"Kya~ Mereka manis sekali. " Batin Iloania memegangi kedua pipinya yang menghangat dan memerah.
"Bunuh dia!"
"Bunuh saja iblis itu!"
"Iblis!!"
"Dasar iblis! Dia pantas mati!"
Teriakan menggema diseluruh desa. Orang-orang dengan wajah marah mengelilingi Sie yang terikat disebuah tiang dengan pakaian putih yang ternoda oleh darah. Iloania membelalakkan matanya melihat kejadian itu. Detak jantungnya berkali-kali lebih cepat. Iloania menutup bibirnya dengan tangan tanpa sadar.
"Bunuh dia!"
"Hentikan!! Jangan menyakitinya! Hentikan!" Teriakan itu membuat Iloania menoleh.
Wien terikat dan bersimpuh ditanah. Ditahan beberapa algojo dengan tongkat ditangan mereka. Penampilannya berantakan. Ternoda tanah dibeberapa tempat. Iloania kembali membelalak saat melihat seorang pria melangkah mendekati Sie dengan obor ditangannya.
"Tidak mungkin!" Panik Iloania.
Ia berlari menembus orang-orang. Berusaha sebisa mungkin meraih api ataupun Sie. Namun mustahil. Suara teriakannya tak dipedulikan. Bahkan sihirnya tak bisa ia gunakan.
"Tidak!! Jangan!" Panik Iloania sama seperti Sie saat melihat obor makin mendekat ke tumpukan kayu dan minyak bakar dibawah Sie yang ketakutan dan lemah, bahkan untuk menggunakan kekuatannya.
"Jangan!!" Teriak Wien putus asa ketika melihat tubuh kekasihnya termakan oleh api yang menyala-nyala.
"Aarhhhhhhhh!!! Aaaahhhhhh!!!"
Sie menjerit penuh kesakitan, sementara Iloania menangis sembari berusaha menggunakan kekuatannya. "Hiks.. tidak! Ahhh! Kenapa aku tak bisa menggunakan kekuatanku?!!"
"Siee!!! SIEEE!!!" Jerit Wien.
...***...
Iloania seperti tersentak kecil. Tubuhnya dan kesadarannya dibawa kembali pada saat ia dicengkram oleh sulur air. Ketika sosok roh air itu juga seakan tersentak kecil, sulur air menghilang. Dengan sigap Iloania memunculkan piringan hitam dan menggunakannya untuk mengambang. Menyisakan Iloania dan roh air yang sama-sama terduduk diatas air.
"Hiks.. Hiks.." Mendengar suara tangisan Iloania, roh air itu mendongak dengan ketakutan.
Tanpa aba-aba, Iloania memberikan pelukan pada gadis itu. Mengucapkan kata maaf karena tak bisa menyelamatkan atau membantu gadis itu.
"Hiks.. Maafkan aku, maafkan aku. Maafkan aku," Iloania menjeda ucapannya.
"Maafkan aku Sie." Lanjutnya membuat sepasang manik merah itu melebar dan perlahan terkelupas tertiup angin, menampakkan sepasang manik biru yang indah.
Roh air itu bergumam, "Itu ... namaku."
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Last Udate:
10/05/2021
Jangan lupa beri dukungan tiap sudah membaca chapter~
Makasih banyak...
@LuminaLux
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
anggita
like menancap.👌👍
2021-12-15
1