Kalara membawa Kales menuju sebuah penginapan. Dengan jubah menutupi tubuh Kales yang saat ini ada di gendongan Kalara, luka-luka ditubuh Kales tidak akan terlihat. Dan dia juga tidak akan dikenali mereka yang masih mengejarnya. Di penginapan berlantai dua itu, Kalara melangkah masuk untuk menyewa satu kamar.
"Permisi," ucap Kalara dengan sopan.
Wanita paru baya yang menunggu diruang masuk berdiri dan menyambut Kalara dengan ramah. "Nona kecil, apakah membutuhkan kamar?"
Kalara mengangguk. "Iya bibi, adik saya sangat mengantuk dan tertidur. Kami bahkan belum sampai dirumah saudara kami. Sepertinya masih jauh. Jadi kami ingin istirahat sebentar."
"Dimana rumah saudara kalian?" tanya wanita itu.
"Kota Walsa."
"Wah, itu masih ada diutara kota ini nona. Kota itu masih cukup jauh dan harus memakai kereta untuk kesana." Ucap wanita itu menjelaskan.
"Benar. Jadi karena adik saya sudah sangat kelelahan, kami memutuskan menginap disini sampai besok pagi." Ucap Kalara.
"Baiklah, nona. Biaya satu kamar 2 tempat tidur permalam 3 koin emas sudah termasuk makan siang, malam dan sarapan," jelas si wanita pemilik penginapan.
Kalara mengangguk dan mengeluarkan tiga koin emas dari cincin dimensinya. "Ini bibi."
"Terima kasih nona! Mari, bibi antarkan kekamar kalian." Ucap wanita itu sembari menerima uang dari Kalara.
Wanita itu mengajak Kalara dan Kales menaiki tangga dan menuju sebuah kamar. Beberapa penginap lain terlihat berjalan disekitar penginapan, melakukan aktivitas mereka masing-masing. Wanita itu membuka sebuah pintu kayu diantara pintu kayu lain dilorong penginapan yang masih nampak baru itu dan membiarkan Kalara masuk.
Kamar yang terlihat tidak terlalu luas, sederhana dengan hanya ada dua tempat tidur. Meski tak terlalu luas, namun untuk dua orang yang melancong dan butuh tempat istirahat murah, tempat itu sudah sangat baik. Ada meja kecil ditengah dengan bantal duduk, ada juga beberapa buku yang diletakkan dirak disudut ruangan. Jendela yang cukup besar ada diantara dua ranjang kecil itu memberikan akses bagi angin dan sinar matahari untuk masuk.
"Nanti akan ada yang mengantar makan siang. Pastikan nona kecil dan tuan kecil mandi agar merasa segar setelah perjalanan."
"Terima kasih, bibi." Kata Kalara sembari menutup pintu ketika wanita itu melangkah pergi.
Ketika pintu tertutup, Kales turun dari punggung Kalara dengan wajah cemas, "M-Maaf kak. A-Aku pasti berat."
"Tidak masalah. Kamu tidak berat sama sekali. Ayo duduklah, kakak akan mengobatimu."
Kales menganggukkan kepalanya. Melepas jubah dan baju yang dikenakannya, luka-luka dan lebam tercetak jelas ditubuh kurung itu.
Ketika Kales mendudukkan dirinya dikasur, Kalara duduk dibelakangnya dan menempelkan tangan kirinya ke punggung Kales. Cahaya keemasan menyelimuti Kales, membuat mata anak itu berbinar dan terkagum. Perlahan, luka dan lebam ditubuh Kales memudar. Penyembuhan yang dilakukan memerlukan cukup waktu. Selepas makan siang dan melanjutkan kembali pengobatan, penyembuhan itu selesai ketika matahari mulai tenggelam.
Ketika selesai, Kalara menarik tangannya dari punggung Kales yang pada saat ini telah bebas dari luka dan lebam.
"Hebat! Kakak luar biasa!" kagum Kales.
"Benarkah?" tanya Kalara geli.
"Benar!! Kakak sangat hebat!" puji Kales dengan binar diwajahnya, sementara kekehan kecil Kalara menyahuti sikap bersemangatnya.
"Jadi, Kales. Bisa kamu ceritakan bagaimana mereka bisa menangkapmu? Dan apa yang kamu ketahui tentang orang-orang menakutkan tadi?" tanya Kalara.
Kales terdiam sesaat. Mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan rangkaian peristiwa yang menjadi momok baginya.
"Dua minggu yang lalu, aku dan adikku Asela sedang berjalan untuk menuju pusat kota menemui ibu dan kakak, mereka bekerja disana. Jalanan memang cukup sepi saat itu. Tepat ketika kami berjalan, dari arah seberang ada banyak kereta yang cukup besar. Lima sampai enam kereta. Kami pikir itu hanya pedagang atau orang yang ingin pindah. Tapi, salah satu kereta berhenti dan keluar seorang pria berbadan besar dari dalam kereta. Pria besar itu tiba-tiba lari kearah kami dan menangkapku bersama Asela. Dia memasukkan kami secara paksa kedalam kereta yang ternyata dipenuhi anak-anak seusiaku dan adikku." Ucap Kales.
Ia kembali melanjutkan setelah mengambil napas, "Aku mencoba melawan, namun pria itu justru memukulku sampai aku pingsan."
"Saat aku sadar, kami secara paksa dijemput banyak pria menakutkan yang memaksa kami masuk kesebuah bangunan tua yang dikelilingi hutan pendek. Disana, ... banyak sekali anak-anak yang disekap. Bukan didalam bangunan itu, tapi kami dipaksa untuk masuk kedalam ruang bawah tanah yang gelap dan sangat dingin. Disana menakutkan, terlebih anak-anak yang lain selalu menangis."
Kales meremat jemarinya, "Tiap waktu selalu ada anak yang diseret secara paksa dan tak pernah kembali. Kupikir mereka adalah anak yang sudah dibeli. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat beberapa anak perempuan mati kedinginan dan kesakitan. Aku ingin membantu mereka, tapi aku sendiri tahu aku tak bisa berbuat apapun. Kelamaan setelah mendengar beberapa obrolan, aku tahu jika mereka sering disebut sebagai Ular Hitam. Dan itulah pekerjaan mereka. Mereka menculik anak-anak untuk diperdagangkan dengan orang-orang dari kerajaan lain."
"Tiap malam kami semua mengalami kekhawatiran. Berpikir apakah kami masih bisa bertahan hidup atau tidak hanya dengan makan roti keras dan air putih sekali dalam sehari." Kata Kales.
"Sejak kecil Asela memiliki tubuh yang sedikit lemah. Itulah kenapa aku selalu menjaganya. Namun sekarang aku ada disini, sementara Asela disana, ... kedinginan. Asela pasti kesakitan, karena perutnya lemah terhadap makanan keras. Dan aku disini makan makanan lezat. Aku, aku kakak yang buruk."
Kalara mengepalkan tangannya, hatinya sakit mendengar cerita Kales. Kalara tak bisa membayangkan semenderita apa mereka dalam cerita Kales. Namun yang pasti, mereka pasti ketakutan. Mereka hanyalah anak-anak yang malang. Yang menjadi korban manusia egois yang serakah dan tidak memiliki hati nurani.
Kalara geram.
"Ketika aku mencuri dengar mereka akan menjualku, aku panik. Saat satu pria datang, aku mendorongnya hingga membentur dinding dan pingsan. Aku ketahuan, aku berniat menarik adikku pergi, namun adikku mengatakan dia tak bisa bergerak. Memintaku pergi dan mencari bantuan," ucap Kales dengan ekspresi mimik sedih.
"Aku yang panik, terpaksa meninggalkan Asela. Tapi aku sudah berjanji akan mencari bantuan untuk menyelamatkan mereka." Lanjutnya membuat Kalara menganggukkan kepalanya setelah memahami keadaan.
Tangan ramping Kalara mendarat dikepala Kales, "Aku mengerti. Sekarang sudah malam. Mandilah, setelah itu makan dan tidur. Masalah ini biar kakak yang mengurusnya."
"Libatkan aku juga kak!" kata Kales mendapatkan gelengan kepala dari Kalara.
Ular Hitam adalah kelompok yang cukup berbahaya. Mengingat anggota bawahnya saja memiliki kontrak dengan binatang sihir tingkat tingkat mene gah menandakan mereka kuat dan bukan orang sembarangan. Kalara tak bisa membawa Kales dalam bahaya. Setidaknya dirinya akan memastikan Kales aman disini.
"Tidak. Kamu percaya pada kakak bukan?"
Kales diam sesaat sebelum menganggukkan kepalanya. Kalara meraih tangan Kales, "Percaya padaku. Aku akan membawa adikmu kembali tanpa luka sedikitpun."
Kales menganggukkan kepalanya. Ia harus yakin, jika Kalara bisa menepati janjinya. Karena Kalara kuat.
"Baik."
Ketika Kales telah tertidur pulas selepas mandi dan makan, Kalara bergerak membuka jendela. Jubah hitam melekat ditubuhnya. Rambut panjangnya dimasukkan kedalam jubah selututnya, hingga bagian bawah tetap terlihat.
Dengan kilatan tegas sekilas dimatanya ketika menatap kegelapnya malam, ia bergerak membuka pintu.
Kalara memunculkan bola hitam dan mendaratkan kakinya diatasnya.
Bola hitam itu melayang dan membawa Kalara terbang menjauh dengan kecepatan rata-rata, menyebabkan jbahnya berkibar.
"Kalian harus bersabar. Aku akan menyelamatkan kalian." Gumam Kalara dengan pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
hoomano1D
lanjut
2022-01-18
1
anggita
IIonia., 😘
2021-12-15
1