Pewaris Asli Yang Tersembunyi
Semua terjadi begitu cepat aku merasakan apa itu kehilangan dengan umurku yang masih sangat muda aku tidak tahu mengapa takdir begitu kejam kepadaku.
Seketika aku ingat perkataan ibu yang mengatakan jangan pernah menyalahkan takdir walau itu membuat kita kehilangan segalanya.
Rasanya aneh bukan jika kau merasa senang padahal kenyataannya semua itu hanya sementara dan tidak selamanya.
Usia tujuh tahun, tepat ujian kenaikan kelas aku melakukannya dengan sangat baik dan juga jujur seperti kata ibu.
Ayah biasanya akan mengangkatku ke atas bahunya lalu tertawa bersama ibu dan juga adik yang masih dalam kandungan.
Tapi,
semuanya tidak akan pernah terjadi lagi
aku mengerti kenapa kita tidak bisa menyalahkan kehendak-Nya.
Aku masih ingat bagaimana ketika ibu datang kesekolahan dengan mata sembab seperti habis menangis.
Aku mengikuti langkah ibu yang terus menggenggam tanganku membawaku hingga sampai di sebuah ruangan dengan seorang suster bersama kami
membuka kain penutup putih yang menutupi sesuatu.
Terlihat di situ ibu langsung terduduk dilantai dengan tangis yang tak terdengar isakannya karena ibu menutup mulutnya.
Ukuran ranjang yang tinggi membuatku mengambil kursi untuk melihat siapa yang ibuku tangisi.
“Ayah.” Ucapku pelan dan kembali turun perlahan dari kursi.
Aku menahan air mata dan rasa sedih ini untuk menguatkan ibu.
Aku memeluk ibu dengan erat hingga seragam sekolah yang masih aku kenakan basah karena air mata ibu.
Ibu menarik dirinya perlahan dari pelukanku dan menatapku dengan wajah sedihnya ibu merapikan beberapa helai rambutku yang terlihat acak-acakan dan kemudian mencium lama keningku yang basah karena keringat.
Setelah selesai pada pemakaman ayah, ibu kembali ke rumah denganku.
Aku sengaja berceloteh ria
aku berusaha membuat ibu tertawa dan menghilangkan kesedihannya dengan tingkah yang aku buat lucu.
Membuat ibu sedikit senang dengan bantuanku melakukan pekerjaan rumah.
Beberapa minggu berlalu akhirnya libur semester kenaikan kelas tiba.
Aku pergi ke pasar bersama ibu untuk membawa belanjaannya dan juga membuat ibu sedikit tidak kelelahan. Karena membawa adikku di dalam perutnya.
Ibu seorang ibu rumah tangga yang bekerja membuat kueh untuk pesenan jika ada yang memesan, dan Ayahku juga bekerja mengandalkan keahlian mengemudi. Ayah bekerja sebagai supir taksi .
Ibu kadang menangis setiap malam di dalam kamar. Kadang aku melihat ibu hingga akhirnya ibu kembali tidur, dan aku menaikan selimutnya agar ibu tidak kedinginan.
Sebenatar lagi aku akan masuk sekolah.
Sudah sepuluh hari lebih liburan semester.
Malam ini aku melakukan hal sama melihat ibu sudah tidur atau belum.
Aku membuka sedikit pintu kamar ibu dan ternyata ibu sudah tertidur.
Aku melangkah masuk kedalam dan menaikan selimut ibu. Tapi, bau aneh aku mencium, amis darah.
Aku melihat baju daster ibu yang dari hijau menjadi merah hitam. Aku menarik pelan dan terlihat banyak darah.
Aku menggoyang tubuh ibu kencang, lalu ibu terbangun dengan wajah pucat dan keringat yang banyak.
"Juna anak ibu yang kuat ya sayang."
Ibu berucap dengan menahan sakit yang terlihat di wajahnya dan badan ibu yang seperti demam tinggi saat tangan mungilku menyentuh keningnya .
Aku ingat ibu pernah bilang jika ada keadaan darurat telpon nomor ini.
Aku mengambil telpon jadul ibu yang kecil dan membuka laci lemari mengambil buku kecil ibu yang ada banyak nomor penting di dalamnya. Ku buka dan ku ketik pelan nomor telpon tersebut hingga menekan panggilan tersambung.
"Halo Tolong ibu... ibu berdarah."
Dengan bicara nada yang biasa seperti anak kecil polos.
Telpon langsung tertutup ketika suara tuuut...
Aku kembali menghampiri ibu tak lama terdengar suara orang berjalan di teras dan mengetuk pintu.
Aku segera membukanya dan menarik tangan orang itu aku sudah tidak tahu tangan siapa yang aku tarik tapi, dari rasanya aku menarik tangan yang sedikit kasar dan agak keriput.
" Arjuna! ibu kenapa sayang?" tanya wanita paruh baya tersebut dan aku hanya menggeleng.
Ia menghampiri ibu dan melihat kasur penuh darah Ia langsung menelpon seseorang tak lama ambulan datang menjemputku mengikutinya hingga naik ikut bersama ambulan kunci rumah, wanita dewasa itu titipkan pada seorang wanita muda yang baru saja tiba ketika sebelum ambulan datang.
Sampai dirumah sakit dengan cepat. Aku melihat kedua kalinya aku masuk ke dalam bangunan dengan bau obat dan disenfekta.
Juga perawat yang sangat dekat di pandanganku.
" Nak kita tunggu disini. Biar dokter yang periksa keadaan ibu kamu ya."
Ia mengajakku untuk duduk di kursi tunggu lalu Ia menelpon seseorang lagi dan tak lama dokter datang.
"Keluarga pasien."
Wanita di sebelahku langsung menggenggam tanganku dan mengatakan bahwa kami keluarganya. Dokter itu bicara panjang pada wanita dewasa itu yang sudah tua sekali. Aku penasaran dan aku mendekat aku mendengar.
"Maaf Kami dari tim dokter tidak bisa berbuat banyak lagi. Jika Anda ingin masuk dan menemani pasien, Silakan."
Aku dan wanita itu masuk ke dalam terlihat ibu menggunakan alat bantu pernapasan dan juga wajah ibu yang pucat seperti kapas dan keringat di dahi ibu yang gak kunjung hilang.
"Ibu." Suara lemahku membuat ibuku perlahan membuka mata dan menoleh kearahku. Dengan bantuan wanita tadi aku bisa duduk di samping ranjang ibu dan menatapnya lama. Ibu tersenyum lalu mengusap tangan dan kepala juga mengelus lembut pipiku. Aku akan menahan tangis ini.
" Arjuna Ibu tahu kamu anak ibu yang kuat. Suatu saat kamu pasti bisa menjadi kebanggaan. Ibu dan ayah gak.. bisa.. nemenin kamu sampai dewasa sayang. Dan adik. Adikmu sudah pergi terlebih dahulu jadi ibu harap. Kamu selalu berada dijalan yang baik ya sayang."
Aku menangis. Aku tidak bisa menahannya, air mataku sudah keluar dan membasahi kedua pipiku.
"Ibu.. JANGAN.. IBU... IBU JANGAN PERGI... IBU JUNA SAMA SIAPA... IBU SAMA AYAH NINGGALIN JUNA SENDIRIAN... ADEK JUGA, ADEK GAK MAU LIAT ABANG DULU APA? ADEK GAK MAU MAIN SAMA ABANG. IBU.. JUNA MOHON, IBU SAMA JUNA AJA JANGAN SAMA AYAH." Tangisku pecah saat itu juga aku merasakan apa itu arti kehancuran rasa sakit tapi tidak berdarah dan rasa perih di luka tapi tidak memiliki luka.
Tak lama ibu memejamkan matanya dan membuatku benar-benar kehilangan segalanya. Aku sudah tidak memiliki apapun aku, hanya aku. Sendiri dalam gelap sendiri dalam keramaian sendiri dalam diri ini.
Kegembiraan canda tawa semua hilang dalam usia tujuh tahun itu.
Hambar rasa, kedua orang tua yang seharusnya biasa bersamaku hingga kini sekarang hanya ada nisan mereka yang menemaniku hingga saat ini.
Duniaku berhenti sejenak ketika aku kehilangan sosok ayah.
Aku merasa aku harus kuat dan menjadi lebih dewasa ketika ayah sudah tiada.
Dan sekarang Ibu yang tiada, menyusul Ayah . Duniaku kini selamanya akan berhenti pada saat itu juga menjadi gelap secara perlahan dan hanya ada aku disudut ruang kosong dengan cahaya redup menerangiku.
Mungkin sebentar lagi akan sepenuhnya gelap.
Aku melangkah pulang bersama wanita yang mengantar dan menemaniku kerumah sakit hingga akhir waktu pemakaman Ibu.
Aku terkejut karena barang barangku semuanya sudah dibereskan.
Sebenarnya keluargaku tinggal disebuah kontrakan yang sederhana dan juga lumayan nyaman. Tapi karena sekarang aku sendiri dan masih kecil pemilik kontrakan menyerahkanku pada wanita disebelahku. Aku mendengar pembicaraan mereka. Ternyata namanya Bu Siti.
"Arjuna sekarang kamu tinggal sama Bu Siti ya... dan barang-barang kamu separuhnya sudah dibawa kepanti untuk keperluan kamu dan sisanya adalah sedikit barang yang ringan." Ucap pemilik kontrakan tersebut padaku.
Aku mengangguk patuh dengan wajah lugu aku menatap wajah wanita, yang di panggil Bu Siti. Dia tersenyum padaku hingga tiba, sebuah mobil biasa seperti taksi menjemput kami. Aku naik kedalam mobil bersama Ibu Siti.
Seiring mobil berjalan pandangan mata dari rumah itu juga mulai menghilang.
"Arjuna kamu boleh anggap ibu teman atau ibu kamu sendiri. Dan kamu juga boleh melakukan apapun asal kamu melakukannya dengan benar ya."
Penjelasannya membuatku samar mengangguk.
Sampailah aku di panti Asuhan. Sepanjang perjalanan Bu siti bilang, disini hanya ada anak-anak yang tidak beruntung dalam hidupnya dan yang beruntung mereka bisa tinggal dengan keluarga barunya.
Langkah demi langkah aku berjalan hingga masuk kedalam dan apa ini ... Sambutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Edyson
lanjut thor
2022-12-13
1
Fahrul Fahrul
lanjut
2022-03-15
0
Umi Hidayati
selamat pagi Thor mampir ah pagi udh namu nih Thor lnjut
2021-12-05
0