Setelah pengumuman siapa saja yang diterima sebagai CPNS Dosen tahun 20xx, tahap terakhir yang harus dilewati peserta yang dinyatakan lulus yakni pemberkasan. Waktu yang ditentukan selama lima hari. Jadi harus gerak cepat. Titi segera mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Adanya grup CPNS Dosen tahun 20xx sangat membantu dirinya mengupdate informasi. Titi yang belum ada temannya satu almamater waktu mendaftar jadi terbantu dengan adanya informasi terbaru dari grup itu.
Melalui grup CPNS Dosen tahun 20xx juga ada tautan link yang terhubung dengan grup CPNS Dosen tahun 20xx yang lainnya, yaitu grup yang lebih banyak anggotanya. Grup itu dari satu kementerian jadi lebih luas jangkauannya bukan hanya satu instansi. Bisa jadi anggota grup ini berasal dari seluruh Indonesia. Karena hampir setiap kota besar di Indonesia ada kampus dari kementrian yang Titi daftar kemarin. Di grup ini lebih ramai lagi karena anggotanya hampir memenuhi ambang batas kapasitas WhatsApp grup.
Titi mencatat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemberkasan. CV yang ditulis tangan dengan menggunakan kertas folio. Surat Keterangan Bersedia menjadi CPNS. Ada ijazah SD sampai pendidikan terakhir yang dilegalisir oleh instansi yang terkait. Sertifikat Akreditasi perguruan tinggi dan program studi. Kemudian tes kesehatan jasmani dan rohani. Selanjutnya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). KTP dan KK (Kartu Keluarga) yang dilegalisir pejabat yang berwenang.
Titi segera mengeksekusi syarat-syarat yang diwajibkan. Dia petakan dari yang harus dilakukan terlebih dahulu. Titi memilih untuk pergi ke RSUD Dr. Soedono Madiun terlebih dahulu agar bisa memperoleh surat keterangan sehat jasmani dan rohani. Untuk memperoleh surat keterangan sehat jasmani tidak terlalu lama waktunya, sedangkan untuk mendapatkan surat keterangan sehat rohani yang lama waktunya. Hampir seharian Titi berada di RSUD Dr Soedono Madiun untuk mengerjakan tes yang berjumlah 500 soal. Titi antri dengan pasien lainnya juga yang akan bertemu dengan Dokter ahli jiwa. Rata-rata pasien diantar oleh anggota keluarga yang lainnya. Ketika duduk di bangku berderet yang ada di depan ruangan dokter ahli jiwa ada seseorang yang mengajaknya ngobrol.
"Mbak, sendirian saja. Mengantar seperti saya atau jadi pasien?" tanya orang tersebut dengan pandangan menyelidik.
"Saya...." Titi bingung mau menjawab apa. Mau jawab dari pernyataan tadi, nyatanya tidak semuanya tepat sesuai keadaan dirinya. Titi menengok kiri dan kanannya. Banyak yang berbicara sendiri dan tertawa-tawa sendiri juga.
"Oh..." batin Titi dalam hati. Kalau aku jawab sebagai pasien otomatis Aku sama seperti pasien yang lainnya dong... Hehehe... Titi jadi tersenyum sendiri, kayaknya mulai ketularan dengan pasien yang lain. "Nasib...." pekik Titi masih dalam hati.
Orang yang tadi menanyakan kepada Titi masih mengamati dirinya. Titi menjawab dengan tersenyum saja. Biarlah apapun yang ada di pikiran orang tersebut Titi tidak peduli. Mau dikatakan dirinya pasien jiwa juga tidak masalah. Hehehe... pasrah.
Tiba-tiba pasien yang ada di sebelah orang tersebut mengamuk. Dia berteriak-teriak. Segera saja ditenangkan oleh petugas dan orang yang mengantarkan tadi.
"Ah...." Titi menghela napas panjang tanda lelah. Lelah menunggu karena entah mengapa pada hari Senin ini pasien yang datang sangat banyak. Titi menunggu antrian sambil membaca pesan yang ada di grup. Ternyata banyak yang curcol di grup. Yang di grup yang banyak anggotanya itu ada yang curhat kalau dirinya mengalami kesulitan. Dari SD, SMP, SMA, S1 dan S2 semuanya beda kota. Bisa dibayangkan repotnya harus ke 5 kota berbeda untuk mendapatkan legalisir ijazahnya. Untuk yang S1 dan S2 sekarang sudah ada yang online, bisa lewat email. Tapi biasanya harus antri jadi lama. Sedangkan waktu untuk pemberkasan cuma lima hari, jadi harus benar-benar pandai manajemen waktu. Kalau mau cepat ya harus mendatangi langsung ke tempatnya.
Titi jadi agak tenang. Tidak boleh terlalu banyak mengeluh. Bisa jadi lowongan yang sekarang Titi dapat merupakan impian banyak orang. Dirinya harus banyak bersyukur. Kalau kita mau menelaah lagi, ternyata masih banyak yang jauh lebih kesulitan dari pada kita. Ya... itulah gunanya kita menengok ke bawah, tidak cuma menengok ke atas. Idealnya tetap lurus ke depan. Kebanyakan tengak tengok nanti lehernya jadi sakit. Memang mau latihan pemanasan gerak leher... hahaha.
Akhirnya nomor antrian Titi dipanggil petugas yang mendampingi dokter jiwa tersebut. Titi masuk ke dalam ruangan. Dirinya ditanya mengenai maksud dan tujuannya serta keluhannya. Titi menjelaskan kalau dirinya membutuhkan surat keterangan sehat rohani sebagai syarat pemberkasan CPNS. Titi diberikan soal-soal yang harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum mendapatkan surat keterangan sehat rohani. Titi dipersilahkan mengerjakan di ruangan yang telah disediakan oleh petugas, yang berbeda dengan pasien-pasien tadi.
Titi segera mengerjakan soal tersebut. "Pantesan hanya orang waras yang bisa mendapatkan surat keterangan sehat rohani begini. Harus mengerjakan soal sebanyak ini dan ada batas waktu, sudah tentu diperlukan tingkat kewarasan yang tinggi," pikir Titi dengan tersenyum sendiri, kayaknya sudah mulai ketularan satu ons dengan pasien lainnya.
Setelah selesai mengerjakan Titi segera memberikan kertas jawaban itu kepada petugas. Titi disuruh menunggu sebelum hasilnya keluar. Satu jam kemudian Titi dipanggil dan diberikan surat keterangan sehat rohani beserta skor yang diperoleh tadi. Titi bersyukur karena dirinya masih dinyatakan waras. Segera dirinya menuju ke ruang sekretariat untuk meminta legalisir surat keterangan sehat jasmani dan rohani yang sebelumnya tadi sudah difoto kopi sebanyak masing-masing lima lembar.
Hari berikutnya Titi menuju ke SD untuk meminta legalisir ijazahnya. Titi bertemu dengan kepala sekolah yang sudah ganti, tidak sama dengan kepala sekolah waktu dirinya sekolah di sini dulu. Kan sudah lama juga dirinya lulus dari sekolah itu, jadi wajar kalau kepala sekolah dan guru-gurunya juga banyak sudah ganti, Titi tidak mengenal semuanya. Ternyata ada satu guru yang memanggil namanya.
"Titi? Nefertiti Laksmi Lestari?" panggil Pak Guru yang menyebutkan namanya secara lengkap.
"Pak Krisna?" Titi menoleh ke sumber suara sambil menyebutkan nama gurunya waktu kelas lima SD.
"Bapak bagaimana kabarnya?"
"Bapak baik, sehat. Kamu gimana kabarnya? Lama tidak pernah berkunjung ke sini. Tadi ada perlu apa menemui kepala sekolah?" tanya Pak Krisna.
"Saya juga sehat Pak. Ini minta legalisir ijazah."
"Titi kerja di mana?"
"Alhamdulillah Pak. Titi diterima di Purwokerto."
"Di sana di bagian apa?"
"Ngajar di kampus yang ada di Purwokerto Pak. Kemarin diterima waktu daftar CPNS. Ini sebagai syarat pemberkasan minta legalisir ijazah." ucap Titi sambil memandang Pak Krisna. Penampilan Pak Krisna menurut perasaan Titi masih seperti dulu. Tidak banyak mengalami perubahan. Mungkin benar kalau para guru itu awet muda, bisa jadi ada yang lebih kelihatan tua peserta didiknya malah. Hehehe.
Pak Krisna mengangguk sambil tersenyum "Bapak bangga anak Bapak bisa jadi orang!"
"Memangnya Titi dulu bukan orang ya Pak?" seloroh Titi.
"Dulu masih setengah orang... Hehehe masih suka nangis, ileran lagi," balas Pak Krisna sambil tertawa.
Hubungan Titi dengan Pak Krisna memang dekat. Apalagi sekarang bertemu dirinya sudah besar. Tentu tidak terlalu takut, beda ketika masih diajari Beliau dulu.
"Hehehe, Bapak bisa saja. Ini juga berkat doa dan ilmu yang bapak berikan kepada Saya, sehingga saya bisa jadi orang seperti Bapak," Titi membalas menggunakan istilah seperti Pak Krisna tadi.
"Iya, tetap saling mendoakan ya. Titi percaya kalau doa Bapak sampai walaupun beda keyakinan?" Pak Krisna menatap Titi.
Titi mengangguk dengan mantap. Titi percaya dan menghormati keyakinan Beliau. Walaupun beda keyakinan bukan berarti bahwa kita harus bermusuhan kan. Tidak menghormati yang jelas-jelas Beliau guru kita. Bisa jadi apa yang kita capai hari ini, berkat doa dan ilmu yang Beliau berikan dengan ikhlas. Pahlawan tanpa tanda jasa. Inilah pentingnya toleransi, saling menghormati dan menghargai, tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain. Apa yang kita yakini belum tentu orang lain juga begitu. Jadi wajib adanya toleransi antar umat beragama.
Titi berpamitan dengan Pak Krisna. Setelah itu menuju ke SMP dan SMA nya untuk meminta legalisir ijazah juga. Untungnya sekolah Titi dari SD sampai SMA masih berada dalam satu kota. Jadi memudahkan dirinya, setengah hari sudah selesai urusan legalisir. Kalau yang SI dan S2 Titi masih memiliki banyak foto kopi yang sudah dilegalisir. Untuk sertifikat akreditasi kampus dan prodi kemarin Titi sudah mendownload dari web kampus.
Titi menuju ke Polres untuk membuat SKCK. Setelah beres keesokan harinya menuju Dispendukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) untuk meminta legalisir KTP dan KK. Hari ke empat dari batas waktu lima hari, Titi sudah ke Purwokerto untuk menyerahkan syarat pemberkasan. Alhamdulillah...lega rasanya.
Bagaimana kelanjutannya??
Ikuti terus ceritanya..
Terima kasih...🙏.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
komentar terbaik
huh seriusan legalisir sejak sd?
kacau euy, sd aku udah tutup hahaha
2022-07-22
0
Atiek Rahmawati
Aku nih...sekolah SD, SMP, SMA, S1 beda kota. Malah 6 th masa SD ada di 3 kota.
2021-08-10
1
Shofia Hanina
❤️♥️♥️
2021-05-24
0