POV Titi.
Motor yang dikendarai oleh Humam, saudaranya yang menjemput di stasiun sudah sampai di depan rumah. Aku segera turun dan mengucapkan terima kasih. Tidak lupa menawarkan kepada Humam untuk mampir ke rumah, tetapi langsung ditolak secara halus oleh Humam, alasannya karena sudah malam. Iya juga sih, ini bukan cuma sudah malam, tetapi sudah tengah malam.
Humam rumahnya ada di belakang rumah nenek atau Mbah Uti. Humam ini cucu dari kakaknya Mbah Uti. Sebutannya apa ya? Pokoknya saudara gitu ya.. hahaha.
Mbak Pur, asisten di rumah Mbah Uti membukakan pintu gerbang. Mbak Pur ini yang menemani Mbah Uti, sudah dianggap saudara sendiri. Mbak Pur rumahnya di Karangnangka sedangkan rumah Mbah Uti yang Aku tempati sekarang ini berlokasi di Karangsalam. Tidak terlalu jauh sih, palingan sekitar 10 menit atau bisa kurang dengan naik motor.
Aku segera masuk ke dalam rumah. Tak lupa menyalami Mbak Pur terlebih dahulu. Ya kalau kita ingin dihargai, sudah tentu harus menghargai sesama. Memanusiakan manusia. Tanpa membedakan pangkat, derajat dan embel-embel lainnya.
Mbak Pur berumur sekitar 50 an, janda dengan anak satu. Anaknya perempuan dan sudah menikah. Nah, rumahnya Mbak Pur yang di Karangnangka itu yang menempati anaknya beserta menantu dan juga cucunya yang baru berjumlah satu.
Mbah Uti menyanyangi Mbak Pur, mungkin perasaan senasib, yang sama-sama ditinggal meninggal oleh suaminya. Itu yang Aku rasakan selama sebulan ini tinggal bersama mereka yaitu Mbak Pur dan Mbah Uti. Rumah yang adem ayem tanpa banyak berisik. Biasanya kalau Aku di Madiun sering berdebat dengan Anjas, adik semata wayangku.
Rumah dengan penghuninya perempuan semuanya sungguh terasa asing, itu kesan pertamaku, karena Aku sudah terbiasa ada Papah dan Anjas.
Mbah Uti itu orang yang tidak terlalu banyak bicara. Biasanya kan orang kalau sudah berumur alias sudah sepuh, gemar sekali bicara dan bercerita. Nah, kalau Mbah Uti ku ini beda dari kebanyakan. Beliau lebih suka membaca, mengaji dan juga membuat kerajinan tangan misalnya menyulam, membuat tusuk kristik sebagai hiasan atau membuat baju dengan cara merajut. Patut disyukuri karena mata Mbah Uti masih bisa melihat dengan jelas.
Penampilan Mbah Uti masih terlihat cantik. Nenek cantik sering orang menyebutnya dan masih terlihat sehat karena suka olahraga juga.
Faktor ekonomi juga turut berperan serta dengan penampilan seseorang kan. Mbah Uti lumayan mapan dari segi ekonomi. Ada uang pensiun dari Mbah Kakung yang dulu bekerja sebagai ASN di Pemkab Banyumas. Ditambah kiriman dari Papah setiap bulannya. Juga dari Pak Lek Muji yang sekarang tinggal bersama keluarganya di Banjarnegara. Pak Lek Muji mencotoh Mbah Kakung menjadi ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten atau Pemkab. Bedanya Pak Lek Muji bekerjanya di Banjarnegara bukan di Banyumas.
Ada lagi tambahan kiriman dari Pak Lek Lukito yang sekarang tinggal di Kebumen bersama keluarganya juga. Pak Lek Lukito menjadi kepala Sekolah Menengah Atas di sekolah negeri yang ada di Kebumen. Alhamdulillah ketiga anaknya Mbah Kakung dan Mbah Uti semuanya jadi ASN.
Mbah Uti berumur sekitar 60 an kalau Mbak Pur sekitar 50 an. Kalau orang tidak tahu, pasti mengira mereka seumuran. Tetapi sekali lagi dalam keluarga kami tidak pernah membeda-bedakan. Kami tetap memegang teguh prinsip memanusiakan manusia.
Eh.... ngomong-ngomong tentang memanusiakan manusia, Aku jadi malu dengan kejadian yang baru saja ku alami. Kejadian di kereta api bersama Kumal eh Akmal.
Aku juga tidak habis pikir, berhadapan dengan Akmal bisa membuat Aku kehilangan kontrol diri. Biasanya setidak suka pada siapapun, Aku tetap masih bisa menunjukkan mimik untuk bersikap ramah. Sungguh berbanding terbalik waktu berhadapan dengan Akmal, jutek dan sinisku makin terasah sempurna.
Padahal kalau dipikir-pikir, Akmal juga tidak bersikap kurang ajar. Masih dalam taraf kesopanan. Akmal cuma ingin berkenalan dan ngobrol dengan dirinya selama di perjalanan. Tapi respon yang Aku tampilkan sungguh aneh.
Sudahlah toh itu sudah terjadi. Tetapi kejadian paling memalukan itu tidak mungkin dilupakan begitu saja. Mungkin seumur hidupnya akan selalu terpatri dalam memori, kalau dirinya pernah tidur bersandar di pundak seseorang. Dan orang itu bukanlah Papah ataupun Anjas, adiknya.
Bukankah ada yang mengatakan kalau orang tidur itu tidak terkena hukum ya. Namanya saja orang tidur, tidak dalam keadaan sadar. Jadi Aku semestinya tidak perlu memperbesar masalah itu. Walaupun begitu tetap saja bikin malu. Rasanya ingin sembunyi saja, tempat di mana peta tidak akan mampu untuk mengidentifikasinya.
Benar-benar ngantuk kemarin itu tidak bisa dikondisikan. Atau mungkin karena menghirup aroma maskulin dari Akmal yang membuatnya terbuai dengan cepat ke alam mimpi? Entahlah...Aku benar-benar khilaf. Eh... benarkah itu termasuk perbuatan khilaf?
Bersama Mayka Aditya yang jelas-jelas menjadi kekasih selama setahun ini. Aku bahkan belum pernah seintens itu bersama Mayka. Entahlah, kalau ditanya, apakah Aku benar-benar mencintai Mayka.
Akupun tidak tahu jawabannya. Mayka baik, tidak perhitungan kepada siapa saja. Tetapi entah mengapa, bersama Mayka masih ada sudut hatiku yang tidak terjangkau olehnya. Mayka baik terhadap siapa saja. Dia juga ramah pada siapapun, termasuk kepada banyak teman wanitanya. Tetapi Aku tidak merasa cemburu sedikitpun. Hal ini pernah bahkan sering disampaikan oleh banyak teman-teman di Malang yang memergoki Mayka jalan bukan denganku. Perasaanku biasa-biasa saja. Tidak ada sakit hati atau kecewa kepada Mayka.
Atau Aku tidak benar-benar mencintai Mayka? Mungkin saja. Bukan sekali dua kali Mayka mencoba untuk melakukan kontak fisik seperti ciuman atau pelukan. Tetapi Aku selalu menolak dan berusaha menghindari sebelum kejadian itu benar-benar terjadi.
Aku menerima Mayka sebagai kekasih karena Mayka sudah sering menyatakan perasaannya. Bukan hanya sekali atau dua kali. Tetapi Mayka tidak menyerah. Benarkah Aku cuma merasa kasihan kepada Mayka? Dan merasa tidak enak, karena Mayka sering membantuku?
Mayka merupakan kakak tingkat atau seniornya dulu waktu kuliah S1 atau sarjana. Aku mengambil ekonomi, sedangkan Mayka hukum di sebuah kampus ternama di Malang.
Kami lumayan sering terlihat dalam kegiatan yang sama, baik kegiatan intra maupun ektra kampus.
Dia yang asli penduduk Malang, tentu lebih mengenal keadaan di sana dibandingkan dengan Aku. Mayka sering membantuku dalam mengerjakan tugas, bahkan ketika PPL dan skripsi Mayka lah orang yang selalu ada untukku.
Mungkinkah karena hutang budi sehingga Aku menerima dirinya? Bisa jadi. Aku baru menerima pernyataan cintanya waktu itu akhir semester kedua kuliah pasca sarjanaku, masih di kampus yang sama.
Mayka sudah bekerja sebagai pengacara. Ditambah lagi dengan mengurus beberapa usaha keluarganya. Ya keluarga Mayka termasuk keluarga terpandang. Aku beberapa kali diajak ke rumahnya. Tetapi sambutan orang tuanya menurutku sangat dingin dan kaku. Mungkinkah karena perbedaan strata sosial di antara kami? Entahlah. Aku juga tidak tahu. Itu juga salah satu alasan mengapa Aku belum bisa memberikan hatiku seutuhnya kepadanya. Hubunganku dan Mayka menurutku hambar. Apalagi sekarang kita dipisahkan dengan jarak yang lumayan besar. Mungkinkah kami masih bisa bertahan?
Memikirkan semuanya, membuat kepalaku pening. Aku segera ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri. Setelah itu ingin segera tidur. Mungkin dengan tidur nyenyak, bisa membuat semuanya menjadi lebih baik. Semoga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Milady Adara
Mbah Uti umur 60,Titi umur 24.. kalau Papahnya umur berapa?
2022-01-27
0
Amy Zala
kebumen hadir thor
2021-08-25
1
Mel Rezki
masih mampir kak....salam dari KARENA USTADZ AKU CACAT 🥰
2021-07-11
0