Titi pulang ke rumah Mbah Uti dengan muka yang lesu. Tadi pulang diantar ojek online. Titi termasuk peserta yang pulang awal, peserta yang lainnya masih belum selesai melaksanakan tiga rangkaian ujian SKB. Keesokan harinya Titi kembali ke Madiun dengan naik kereta api.
Titi sampai di Madiun malam hari. Seperti biasa, dijemput oleh Anjas, adiknya. Titi merenung di kamarnya. Tadi sudah bertemu dengan orang tuanya dan mengatakan kalau tes kemarin baik-baik saja, tinggal nunggu pengumuman finalnya.
Masih terngiang-ngiang ucapan dari Penguji waktu wawancara tahap ke dua kemarin. Titi benar-benar kepikiran. Perasaan insecure mulai menjangkiti dirinya. Inilah salah satu alasan mengapa dirinya masih merasa berat untuk mengenakan hijab. Titi merasa belum siap. Masih banyak hal yang perlu Titi perbaiki. Dirinya belum lancar membaca Al-Qur'an.
Penjelasan dari penguji kemarin sungguh Titi belum paham. Kesalahan dirinya di mana. Bukankah itu memang huruf Tho dan Sin dan menurutnya dibaca to sa. Titi baca malah menjadi pusat perhatian dari semua penguji. Titi benar-benar menjadi seperti orang yang tidak berguna. Semua tertawa tetapi dirinya tidak tahu alasan apa yang membuat semuanya tertawa. Dirinya seperti berada dalam suatu kelompok tetapi tidak paham sebenarnya apa yang dibahas kelompok tersebut. Seperti orang aneh yang masuk dalam lingkungan tertentu. Perasaan rendah diri, merasa tidak mampu, merasa tidak pantas menghinggapi dirinya. Titi lelah memikirkan semuanya. Dirinya yang terbiasa masuk ke dalam prestasi sepuluh besar dalam sekolah favorit dambaan banyak orang. Bisa masuk ke dalam perguruan tinggi negeri favorit di Malang. Semuanya berasa tidak ada artinya. Titi benar-benar merasa kerdil. Kerdil terhadap pengetahuan agamanya sendiri. Justru sangat ironis. Dia mempelajari banyak ilmu dan bisa dikatakan unggul di dalamnya, tetapi untuk membaca kitab suci agamanya sendiri Titi nol besar. Titi benar-benar menyesal, mengapa tidak belajar tentang agamanya sendiri dengan serius. Air matanya jatuh menganak sungai. Ya Allah... astaghfirullah...Titi mengucapkan istighfar berkali-kali supaya tenang hatinya. Titi mohon ampun kepada Sang Pemilik Kehidupan dan berusaha untuk belajar agama dengan lebih baik lagi. Titi tidur dengan perasaan sedikit lega setelah mengucapkan istighfar berulang kali.
Titi mengutarakan maksud untuk belajar mengaji kepada kedua orang tuanya. Papah dan Mamah menyarankan untuk privat saja memanggil guru ngaji ke rumah. Sebenarnya Mamahnya Titi juga ingin sekali belajar mengaji. Keluarga Titi memang bukan keluarga yang agamis. Mamah juga belum mengenakan kerudung. Titi dan Anjas dididik dari kecil di sekolah negeri favorit bukan sekolah agama. Pengetahuan agamanya masih minim, pernah belajar mengaji juga tetapi ya sekedarnya, belum mendalam, sekedar hafal-hafalan tanpa tahu maksud tajwid dan tata cara membaca dengan benar.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai segalanya. Titi akan berusaha untuk belajar mengaji. Tentu selalu ada hikmah di balik peristiwa. Cara Allah SWT untuk menunjukkan jalan kepada hambaNya. Mamah memutuskan untuk memanggil guru ngaji ke rumah untuk mengajari seluruh anggota keluarga.
Akhirnya setelah Mamah tanya kepada Ibu-ibu kompleks perumahan didapatkanlah guru ngaji. Ustadz Agung dan ustazah Aini. Beliau berdua lulusan dari pondok pesantren Al-Qur'an di Ponorogo dan kuliah di kampus Islam negeri di Ponorogo juga. Sekarang suami isteri tersebut mengajar di MI (Madrasah Ibtidaiyah, sama seperti SD, Sekolah Dasar. Kalau di MI lebih banyak pelajaran tentang agama).
Jadual mengaji pada malam hari, seminggu jadualnya 4 kali yaitu Senin sampai Kamis pukul 19.30 sampai 20.30 WIB. Ustadz Agung mengajar ngaji Papah dan Anjas sedangkan ustazah Aini mengajar ngaji Titi dan Mamah. Beliau mengajar ngaji tidak langsung ke Al-Qur'an karena untuk pemula tentu akan merasa kesulitan kalau langsung disuruh membacanya. Beliau menggunakan metode Ummi, yakni salah satu metode untuk memudahkan kita belajar membaca Al-Qur'an. Terdiri dari 6 jilid dan terdapat juga maghoribul Qur'an (cara membaca di dalam Al-Qur'an yang ada rumus khusus) dan Tajwid (hukum bacaan di dalam Al-Qur'an).
Pada pertemuan pertama Titi yang paling antusias. Titi dan Mamah belajar mengaji di ruang keluarga bersama ustazah Aini sedangkan Papah dan Anjas belajar mengaji bersama ustadz Agung di ruang kerjanya Papah.
Setelah perkenalan, Titi langsung menanyakan kepada ustazah Aini tentang cara baca Tho dan Sa.
"Ustazah Aini, sebelum mulai ngajinya, saya ingin bertanya terlebih dahulu boleh?"
"Monggo Mbak Titi, mau tanya apa?"
"Saya pernah membaca awalan surat. Tho sa saya bacanya, tetapi ditertawakan oleh semua orang. Yang benar gimana Ustazah?" Titi bertanya dengan antusias.
"Oh..." ustazah Aini tersenyum simpul dengan mengangguk. Dirinya jadi teringat temannya dulu waktu di kampus. Dites suruh baca Al-Qur'an tetapi belum bisa membacanya dengan benar. Tho Sin yang benar membacanya, tetapi dibaca tho sa. Oleh dosen yang menyuruh membaca langsung tersenyum dan seluruh mahasiswa di kelas tersebut juga tersenyum. "Lha wong disuruh baca Al-Qur'an kok saya malah dikasih tosa..." kelakar dosen tersebut yang memang terkenal sebagai dosen humoris.
"Ustadzah?" panggil Titi karena menyaksikan Ustazah Aini yang melamun sambil tersenyum sendiri.
"Eh...maaf Mbak Titi, saya jadi teringat teman waktu di kampus dulu," jawab Ustazah Aini masih dengan tersenyum.
Titi mengangguk hormat dan menunggu jawaban dari ustadzah Aini.
"Cara membacanya seperti ini Mbak...Tho Siiiiiiiin. Huruf Tho dibaca panjangnya dua harokat atau satu Alif sedangkan huruf Sin dibaca enam harokat atau 2,5 Alif. Itu namanya Fawatikhus Suwar artinya awalan dari surat di dalam Al-Qur'an." Ustadzah Aini menjelaskan disertai dengan praktek cara membacanya. Ya Allah...pantas saja kemarin waktu ujian SKB dirinya dari pusat perhatian penguji. Titi jadi malu. Tidak enak rasanya menjadi orang yang tidak tahu ternyata. Tetapi Titi bertekad akan belajar dengan rajin. Tidak ada kata terlambat untuk memulai belajar. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti bisa.
"Ya Allah ustadzah... kemarin Titi waktu ujian berarti salah membacanya. Pantesan semua penguji menertawakan Titi. Tetapi Titi benar-benar tidak tahu. Titi baca to sa. Titi benar-benar malu ustadzah."
"Tidak apa-apa Mbak Titi. Yang penting sekarang Mbak sudah belajar. Ada niat dan realisasinya dalam belajar Al Qur'an itu sungguh yang terpenting," ucap ustadzah Aini dengan sabar. Titi langsung merasa nyaman belajar bersama Beliau. Ya, walaupun ustadzah Aini umurnya tidak beda jauh dengan Titi, tetapi Titi sangat mengagumi dan menghormati Beliau. Ustazah Aini yang seorang Hafidzah atau penghafal Al-Qur'an memang patut untuk dijadikan guru oleh Titi dan keluarganya.
Titi melihat ke arah Mamah yang juga mendengar dengan khusyuk ucapan ustadzah Aini. Mamah tampak cantik menggunakan pasmina warna kuning tua. Titi berdoa semoga Mamah juga segera mengenakan hijab seperti dirinya. Ngajinya segera dimulai. Ustadzah Aini menjelaskan mengapa tidak langsung ke Al-Qur'an tetapi menggunakan jilid terlihat dahulu supaya memudahkan belajarnya.
Mamah dan Titi memegang Ummi jilid satu yang berwarna kuning campur putih covernya. Oleh ustadzah Aini Mamah dan Titi diminta untuk membuka mulutnya, setidaknya lima jari tangan masuk semuanya ke dalam mulut. Awalnya Titi dan Mamah kesulitan, tetapi lama-kelamaan jadi terbiasa. Ustadzah Aini menjelaskan tentang mengapa harus lima jari tangan masuk ke dalam mulut. Supaya makhorijul huruf (tempat keluarnya huruf-huruf Hijaiyahnya) terlihat jelas.
♥️♥️♥️
Ayo semangat Titi dan Mamah serta Papah dan Anjas belajar ngajinya. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Dan tidak perlu malu kalau yang mengajari kita usianya lebih muda dari kita.
Bagaimana kelanjutannya??
Ikuti terus ceritanya.
Terima kasih..🙏.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Shofia Hanina
❤️♥️♥️
2021-05-24
0
Ayaka | IG @kokoro.no.tomo.82
Semangat Titi, tak ada kata terlambat untuk belajar, karena belajar itu seumur hidup 🤗
2021-05-23
12
Bang Regar
lanjut kak 👍👍👍
2021-05-09
1