Tidak ada yang tidak lahir dengan luka, semua lahir dengan tangis masing masing"
⏳⏳⏳
Kepergian Ivana dan Arnol membuat hati El teriris, sebenarnya ini bukan kali pertama dia di tinggal pergi oleh temannya, hanya saja ini lebih berbeda, dimana seperti dia diharapkan kehadiran justru dia membuat kecewa.
Dia menatap kearah Al. Gadis itu tampak sekali kecewa tapi saat iris keduanya saling bertatapan Al mampu menarik senyum yang menghilangkan kekecewaanya.
"Al, udah makan?"
Tidak tahu. Dia bertanya seperti itu karena lapar atau karena dia ingin mengalihkan dari rasa kecewanya.
El masih bungkam, jujur dia tidak bisa mengalihkan arah pandang dari iris kecoklatan milik Al.
"Pipi El kenapa?"
Wajah sumringah itu langsung berubah khawatir saat melihat goresan di wajah tampan El. Bahkan sebelumnya dia tidak pernah merasa ada yang mengkhawatirkannya seperti Al sekarang.
Tangan mungil itu, terurur menyentuh luka kecil dipipi El. Rasanya El sulit menolak, rasanya iris mata teduh itu mampu menghipnotisnya untuk tidak menolak, mampu membuat bentengan yang dia bangung runtuh seketika.
"Anak haram" lagi lagi kalimat itu terngiang di telinga. Segera dia menepis tangan Al dengan kasar, segala kelunakan seketika berubah mengeras kembali.
El berniat pergi. Tapi tangan mungil itu tidak pernah merasa lelah untuk menghentikannya pergi.
"Tunggu dulu, luka El harus diobati"
Ini hanya luka kecil dibandingkan luka yang selama ini El rasakan.
El tidak menggubris justru dia melangkah pergi tanpa menghargai usaha Al. Kalau bisa dibandingkan, rasa marah mana yang paling besar, tentu milil Al.
"Tungguin Al, Ellll, tunggu" kalimat itu masih saja mengikutinya. Bahkan tangan mungil itu mampu menghentikan tenaga El untuk menjauh pergi.
Dia merogoh sesuatu di saku, mengeluarkan dan menempelkan di luka El. Ini perlakuan pertama dari seseorang atas dirinya. El tidak mau munafik. Dia menikmati segala perhatian dari gadis ini.
"Al gak tahu kenapa El bisa telat datang ke latihan kelompok kita. Tapi Al bisa nebak sesuatu yang ngebuat El telat bukan sesuatu sepele"
Senyum itu masih terpancar jelas di wajah Al, membentuk merah merona alami di pipi. El terhipnotis, rasanya dia ingin memeluk gadia ini. Menumpahkan tangis, menumpahkan luka dan mengatakan "aku terluka"
Tapi dia tidak mau kenyataan dirinya membuat dia harus merasakan apa yang di rasakan dulu. Pergi, itu solusi terbaik bagi dirinya.
"El" tangan mungil itu masih belum enyah dari lengannya. Menarih lengan El saat lelaki itu berniat pergi.
"Minggu depan El dateng kelatihan kita ya, ini"
Gadis itu memberikan secarik kertas, El tidak mampu menolak, berapa kali dia menolak pemberian gadis ini. Deretan nomor mampu membuat alis El terangakat.
"Al gak tahu nomor El berapa, Al juga yakin El gak mau ngasih nomor El ke Al, jadi Al kasih nomor Al ke El, biar nanti kalau berhalangan hadir El bisa kabari Al"
Dia masih tersenyum, seolah tidak terjadi sesuatu yang patut dia kecewakan. Dia juga tidak takut atau belum takut untuk bergaul dengan El. Jika gadis ini tahu kenyataan terburuk di hidup El, apa dia akan bisa tersenyum seperti ini?
"Al pergi dulu ya. Udah ada janji sama papa"
Dia melambaikan tangan, melambaikan tangan berulang ulang dengan lengkungan termanis yang pernah El saksikan. El melenggang pergi, meninggalkan Al yang lagi lagi harus menyaksikan kepergian dari El.
⏳⏳
El Nevaro Semanding, memainkan ponselnya setelah menyimpan nomor gadis mungil yang dia beri nama "penguntit" di ponselnya. Dia berada di ring tinju, duduk sambil menyeka keringat. Setelah menyantap latihan dia duduk sambil merenung.
"El" panggilan seseorang membuatnya menoleh. Itu Ginanjar, pelatihanya.
"Lo kemarin malam kemana?"
Ginanjar ikut duduk lesehan, menatap wajah penuh keringat El
"Itu pipi kenapa pakek di plester?"
El menarik senyum, meski itu tipis "jatuh tadi" kilahnya
"Jatuh apa berantem?" Ginanjar masih penasaran. El adalah salah satu petinjunya yang sangat banyak menyimpan rahasia, tertutup dan tidak banyak bicara.
"Enggak, jatuh aja tadi"
Ponsel milik El bergetar, sederetan nama dari Kharisma Semanding membuatnya mengernyitkan dahi. Ada apa kakak tirinya menelfon.
"Hal__"
"Papa nyuruh lo balik"
Panggilan terputus, memangnya apa lagi yang diharapkan El dari panggilan kakak tirinya. Hubungan mereka tidak lebih dari sekedar mengenal. El bangkit, menyeka keringat dengan handuk dan membereskan perlengkapan.
"Gue cabut bang, besok gue izin gak latihan. Mau ngerjain tugas"
Setelahnya El menghilang di balik pintu. Tempat ini bagi sebagain orang tempat tergelap yang pernah ada, adu jotos dan pertarungan adalah hal yang sudah di jalani El dari masa SD. Ginanjar bukan satu satunya pelatih dia. Sebelum dia meninggalkan kota Surabaya untuk ke Jakarta, dia sudah memiliki pelatih yang mengajarinya bertahan di ring. Tempat yang mereka sebut gelap ini justru tempat yang bisa menerimanya.
Tempat yang tidak pernah mengatakan bahwa dia anak haram.
El membuka pintu, dengan kaos tipis warna hitam. Ela melirik sekilas, tidak berniat menatap anak tirinya.
"Sini El gabung makan sama kita" ajak Glori.
El meletakkan tas di pinggir kaki, menunduk dan mengambil piring.
Kharisma melirik kearah El, iris mata keduanya saling bertatapan. Tidak lama karena Glori langsung mengalihkan arah fokus El
"Gimana sekolah kamu?" tanya Glori
"Seperti biasa pa" jawab El sekadarnya
"Papa harap, kamu tetap bisa memperoleh juara satu di sekolahan baru mu, buat papa bangga"
El mengangguk, memasukan nasi kedalam mulut tanpa melirik Kharisma atau Ela.
"Kharisma, papa denger kemarin kamu habis berkelahi?"
Tidak ada jawaban dari pertanyaan Glori, justru Kharisma meletakkan sendok, menghasilkan bunyi dentingan yang membuat semua orang mengalihkan pandang kearahnya
"Kenapa, papa mau ngebanding bandingin aku sama anak haram itu"
"Kharisma" suara Glori sudah menaik. Lelaki itu tidak ada rasa takut, justru tersenyum miring sambil menatap El.
"Kharisma gak salah ngomong kan, dia emang anak haram"
Kharisma pergi tanpa menyelesaikan makannya. Begitu juga El, dia permisi pergi pada Glori dan Ela, pergi menuju kamarnya dan mengunci diri disana. Selain itu punya hak apa anak yang lahir di luar pernikahan.
El Nevaro Semanding, hanya memiliki marga Glori tapi tidak dengan hak dirumah ini. Sejatinya dia adalah anak haram di keluarga ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
blue
jadi ikut sedih
😭😭😭
2021-10-04
1
Kiki Riski Daulay
bagus ceritanya
2021-02-14
2