"Hanya ada dua pilihan ketika mencintai, yaitu bertahan atau pergi"
Al keluar dari cafe, membawa gitar rusak miliknya. Dia tidak berjalan pulang tapi melangkah menuju ke gang sampit dimana gedung tua itu berada. Saat disana pun suasana mencengkram dia temukan, dia membuka pintu pelan pelan. Menapaki lantai berdebu, membuka pintu kedua. Dia menoleh kekanan kiri , memastikan apakah El ada disana. Yang berdiri di ring bukan El, atau seseorang yang dia kenal. Duduk hampir satu jam, selama itu juga pemian didalam ring sudah berganti. Al menggerutu, memainkan sepatunya dan berniat berdiri. Sepertinya El tidak ada disini.
Dia keluar dari gedung tua dengan wajah sedih. Selama perjalanan di gang sempit dia selalu menoleh kebelakng, berharap lelaki dingin itu berdiri dibelakangnya. Sampai dia berada di jalanan besar pun ,harapannya tidak pernah terjadi. Al menyerah, lebih baik dia mencari angkutan umum dan segera pulang.
Lima belas menit menempuh perjalanan, Al sudah berada dirumah. Melepaskan sepatu, mengucapkan salam dan membanting tas diatas sofa. Jovan yang tengah membaca koran sedikit merendahkan koran, memberi celah pada matanya untuk menatap Al.
"Tumben mukanya ditekuk gitu?"
"Al lagi sebel" cerita Al.
"Sebel kenapa?"
"Tauuuk ah, Al mau masuk kamar"
Al berjalan pergi menapaki anak tangga tanpa memperdulikan panggilan Jovan lagi.
"Alristella"
Ternyata kerinduan dia pada kasur tidak berlangsung lama, saat dia membaringkan tubuh di kasur suara Bella menggelegar.
Mengetuk pintu berulang ulang, Al berdecak menghentakkan kaki dan membuka pintu.
"Apa sih ma?"
Seragam Al masih melekat, dia membuka pintu dengan malas. Menatap Bella yang tengah berkacak pinggang.
"Ini belikan mama kecap di mini market depan"
Bella memberikan uang, membuat bibir Al menggerucut kedepan.
"Males ma"
"Anak gadis pemalas. Udah sana buruan"
Mau tidak mau Al menurut, dia menuruni anak tangga. Keluar dari rumah. Menyusuri lorong sepi, menjumpai pedagang kaki lima yang keliling menjajakan makanan. Didepan minimarket dia melihat El, melihat lelaki itu turun dari mobil bersama seorang lelaki, mungkin seumuran.
El menunduk, seperti takut. Selang beberapa saat lelaki itu pergi membawa mobilnya, meninggalkan El yang berdiri didepan minimarket seorang diri
"El" segera Al memanggil, tidak mau kehilangan lelaki itu.
El menoleh, menatap wajah Al yang selalu menyingsingkan tawa.
"Ngapain disini?"
Mereka sama sama berdiri, mengenakan seragam sekolah yang sama. El hanya diam tidak membalas, memasukan tangan kedalam saku. El pergi, masuk ke minimarket tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Al mengekori. Menarik narik baju El agar lelaki iti menjawab pertanyaannya.
Sampai di mesin pendingin pun lelaki itu masih saja diam, dia mengambil sebuah soda, meneguknya hingga kandas.
"Al tadi nyariin El lho, tapi El gak ada"
Suara lembut Al mengalun.
Beberapa saat, El menepis tangan Al yang masih memegang bajunya.
"Gue sibuk" jawabnya tanpa ekspresi.
Dia masih memandangi mesin pendingin ,meremas kaleng soda yanh ada ditangan.
Tidak ada percakapan lain selain mereka berdua sama sama diam memaku menatap pantulan diri dari mesin pendingin.
"Kapan kita ngerjain tugas Kimia?" hanya suara Al yang selalu mengisi kesunyian diantara mereka.
Tapi El bungkam, dia masih setia memandangi pantulan dirinya dari mesin pendingin. Membuka kembali mesin pendingin ,mengambil alkohol dan membuka penutup kaleng.
Tangan Al terurur merebut kaleng itu, membuat mata elang El langsung mendelik.
"Ini alkohol El. El gak boleh minum ini'
Bagaimanapun Al tahu minuman apa itu, minuman yang bisa membuat El mungkin akan tepar disini. Menjadi orang gila yang tidak sadar apapun.
El mendegus, percuma dia menanggapi gadis ini. Dia berlalu pergi, tanpa mengatakan apapun pada Al.
Kalau tidak ingat kecap pesanan Bella mungkin Al akan mengejar El. Tapi dia masih waras untuk melakukan itu sekarang, dia berjalan mencari kecap dan pergi kearah kasir. Tentu dengan kaleng alkohol yang masih ditangan.
"Ini sama minuman ini"
Al menyodorkan dua benda itu kearah kasir.
"Maaf mbak, minuman ini sudah di bayar sama mas mas tadi"
"Eh" Al kaget, iya dia tidak sepatutnya heran. Lagipula minuman ini El yang membukanya tadi.
Setelah membayar harga separo kecap, karena uang sisa El yang ditinggalkan masih, jadi untuk membayar kecap Al.
Gadis itu berjalan dengan riang menapaki lorong sepi, bertemu dengan pedangan kaki lima lagi. Tapi, entah keajaiban apa yang di miliki mamanya Winnie the Pooh ini. Dia bertemu El, bertemu laki laki itu yang terpaku menatap sepasang orang tua tengah makan dengan anaknya.
"El lapar?" suara Al hanya ditoleh sekilas oleh El, tanpa minat. Lelaki itu mendudukan dirinya di bibir trotoar jalan. Menatap halaman yang sepi.
El tidak menjawab, hanya duduk diam seperti lelaki yang banyak fikiran.
"El mau makan tapi gak punya uang?" Al masih dengan prasangka prangsangkanya, tidak tahu prasangka mana yang tepat dengan El.
"Tadi sih, sok sok an beli alkohol ,sok sok an uangnya ditinggal, jadinya laper kan"
Al ikut duduk di sebelah El, kali ini tanpa penolakan dari El. Sebuah kemajuan untuk hubungan keduanya
"Lo tinggal dksini?" adalah pertanyaan pertama dari lelaki jangkung pemilik rahang kokoh itu.
"Ha"
Al justru gelabakan, kebingungan menjawab pertanyaan El. Belum siap dijawabpun, lelaki jangkung itu berdiri, berjalan pergi.
"Iya El, Al tinggal disini, El mau mampir"
Suara teriakan Al sekalipun masih tidak digubris oleh El. Lelaki itu pergi, kearah minimarket tempat mereka bertemu, hilang ditelan jalan berbelok. Tidak terlihat lagi, tapi pertanyaan El membuat wajah Al cerah, bibirnya terangkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kustri
unik...bikin sll penasaran
al yg ceria
2021-01-13
0
De Afekh..
cerita yg bagus kaka
2020-11-14
1