"Kenapa aku harus malu
Aku kan mencintaimu
Dan aku aku tidak berbuat sebuah kesalahan "
⏳⏳⏳
Al mengikat rambutnya, dengan jepitan warna putih. Dia sudah memastikan penampilannya rapi, berjalan menuruni anak tangga dengan mantap layar ponsel, Jovan langsung menegur anaknya begitu sampai diundakan tangga pertama
"Al kalau main HP liat jalan"
Jovan mengoleskan selai roti, setelah mengatakan kalimat itu Jovan langsung memakan rotinya.
"Lagi ngecek lagu terbaru pa"
Al duduk di kursi, meletakkan ponsel dan beralih mengambil nasi goreng. Bela yang dari dapur langsung ikut bergabung. Dirumah ini tidak ada pembantu, Bella mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri, Jovan bekerja pada perusahaan kecil. Cukup untuk menghidupi keluarganya. Mereka bukan dari keluarga kaya tapi cukup jika untuk menyekolahkan Al sampai sarjana.
"Ma, nanti Al pulang agak telat, mau manggung dulu"
Kalimat itu diakhiri dengan cengiran. Karena Al tahu Bella tidak senang saat Al manggung.
"Berapa kali mama bilang, berhentilah kamu melakukan hal yang gak penting. Fokus kebelajar"
"Ma, biarkan Al melakukan apa yang dia sukai"
Jovan membelanya, dengan gestur meledek Bella, Al kembali fokus pada sarapan.
Pergi sekolah diantar Jovan sudah menjadi rutinitas dirinya. Dengan membawa gitar dan tas, tubuh mungil itu berjalan sambil melambaikan tangan.
Al selalu riang memulai hari, menurutnya bersedih sedih hanya akan membuat kasih sayang orang pergi.
Al menemukan Ivana tengah bermain ponsel. Dia merangkul Ivana dari belajang, cengiran itu selalu menyertai wajah Al.
"Ivanaaa" suara merdu Al seakan merobek gendang telingan Ivana. Cewek itu menjauhkan dirinya dari Al.
"Al jangan teriak teriak ih"
Ivana memukul mukul pelan telinga, sambil melangkah beriringan, Al tak henti hentinya bercerita sesuatu yang menarik bagi dirinya.
"Semalam Al ketemu sama cowok, dia ganteeng bangettt"
Al selalu antusias akan ceritanya, dia tidak akan melewatkan satu ceritapun pada Ivana.
Sahabatnya itu hanya menatap tanpa antusias sama sekali
"Ihhh Ivana, dengerin Al cerita gak sih"
Al merengek, dengan mengayun ayunkan tas gitar, dia melompat kegirangan
"Cowok nya tinggi, kalau sama Al lebih tinggian dia. Namanyaa emmmmmmmm"
Al mencoba mengingat nama yang di ucapkan Welno. Siapa ya yang di sebutkan Welno semalam?
"Namanya tu mirip sama namanya Al. Tapi Al lupa"
Ekspresi Al langsung berubah sedih.
"Al kebiasaan deh, kalau apa apa suka lupa" cibir Ivana
Al hanya nyengir sambil berjalan mengikuti Ivana ke kelas. Semester ini mereka akan naik ke kelas tiga, Al tidak terlalu pintar, memang tidak.
Ivana menggeser kursi, meletakkan tas dan menyangga tangan untuk mendengarkan cerita Al. Ivana satu satunya teman Al, perempuan ini tidak terlalu pintar bergaul, dia selalu mempercayai apapun yang kadang sulit ditelaan orang orang normal lainnya, maksudnya selalu berfikir kalau kantong doraemon itu selalu ada.
"Jadi gimana?" Ivana yang tahu Al tidak bersuara memilih lebih dulu bertanya, meminta bercerita apapun.
"Jadi Al belum tahu namanya siapa?"
Wajah Al terlihat murung, meletakkan dagu diatas meja, memudarkan bibir kebawah.
Suara bel dari power apliffer, membuat kumpulan siswa yang tadi nya duduk di teras berpindah ke kelas. Pelajaran akan dimulai dalam lima menit lagi, Al membenarkan duduk, menyimpan gitar di sisi kanan bawah meja.
Pelajaran pertama adalah fisika , pelajaran yang membosankan untuk Al. Perempuan ini penyuka seni, tidak cocok dengan hitung hitungan, tapi tidak ada pilihan lain selain duduk dan mendengarkan. Lagipula kelas seni tidak bisa dia temui.
Pak Jackson mulai masuk dengan membawa buku di tangan kanan. Dia bertubuh kecil dengan perut berlemak, rambut tembaga dengan ekspresi datar yang ditakuti siswa. Sebenarnya dia tidak galak asal kalau ditanya cepat tanggap.
Dia membuka buku halaman pertama, menyebutkan halaman kepada siswanya, lalu memulai menjelaskan. Al menguap, meletakkan kepala diatas meja, memejamkan mata dan tertidur. Sesuatu yang sering Al lakukan di kelas.
Ivana sibuk mencatat, dia hobi pelajaran fisika. Tanpa memperdulikan Al yang mungkin sedang mengembara dialam mimpi.
Pak jackson membenarkan letak kacamata, menatap siswanya yang sibuk mencatat.
"Febri apa itu massa jenis?"
Pak Jacson memusatkan fokus pada Febri. Lelaki itu gelabakan, sambil mengeser duduk, mengusap tekuk dan nyengir. Sekilas dia menatap buku catatan Hafis, teman sebangkunya.
"Masa jenis adalah massa per satuan volume"
Febri menatap wajah Pak Jacson, berusaha menilik apakah jawabannta benar. Pak Jacson melangkah maju, menilik seseorang yang tertidur di belakang Febri.
"Itu siapa yang tidur?" tunjuknya
Ivana menyenggol Al, agar gadis itu cepat bangun dan sadar. Al tidak bereaksi apa apa. Itu artinya dia tetap nyenyak dalam tidurnya.
"Al Al"
Ivana memanggilnya dengan suara kecil, seperti untuk diri sendiri. Karena tidak bangun, Ivana menendang kursi Al, cukup terdengar geseran hingga lambat laun Al mengangkat kepala, mengernyip menatap sekeliling.
Setengah kaget, pusat perhatian teman sekelas tengah berada pada dirinya. Apalagi tatapan dari pak Jakson yang membuatnya menelan air liur susah payah.
"Enak todur di jam saya ?" suaranya nyaring, menyentak sebagian siswa yang tidak memperhatikan langsung diam.
Al menggeleng, masih bisa melempar cengiran.
"Abis capek pak?"
Ivana berdecak, sebal. Al bukan tipe siswa yang berprilaku kurang baik. Dia siswa yang standar standar saja, tidak teladan juga tidak bruntal. Hanya saja kadang pelajaran bukan seleranya, dia lebih menyukai petualangan, imajinasi dan seni. Menurutnya itu bagian dari Al yang tidak bisa dipisahkan.
Pak jakson geram. Megertakkan gigi.
"Coba sebutkan massa jenis yang dinyatakan dalam SI"
Al menggaruk tekut, bingung. yang ada dikepalanya hanyalah F#4 bukan SI atau massa.
"Coba bapak sebutkan anaknya Pak Galih?"
Bukannya menjawab Al malah memberi pertanyaan pada pak Jakson. Guru itu melipat dahi, sampai kerutan diwajah timbul bersamaan.
"Siapa itu galih?" suaranya masih naik
"Nah itu bapak aja gak bisa nyebutkan siapa anak pak Galih kenapa nyuruh Al nyebutkan SI"
Al justru melempar pertanyaan yang jauh tidak masuk akal. Pak jakson sudah terlihat berang, menatap Al dengan tatapan jauh lebih tajam dari sebelumnya.
"Kamu_____"
Belum selesai kalimat Pak Jakson, ketukan dari pintu membuat semua orang menoleh. Apalagi seorang siswa yang berdiri sambil membawa secarik kertas, menunduk dan tersenyum
Ada aliran listrik yang menjalar di tubuh Al, semacam ada keajaiban yang dia temukan hari ini.
Al sampai berdiri, menggebrak meja sambil menunding lelaki itu.
"Kamu"
Suaranya nyaring, sejatinya Al adalah seorang penyanyi, dia bisa mengeluarkan suara paling keras sekalipun.
Keajaiban? Apakah pertemuan ini keajaiban?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Mam_Raz
ga sad ending ky ankot jakarta kn? awas aja kl ahirnya bikin nyesek lg😠😡
2020-03-21
5
Mam_Raz
br mulai baca (bae lah lom end jg, moga up nya nyerepet😁),
2020-03-21
3
🌴ᷤ͢ ᷤ ᷞ⃟𝒏𝒉𝒂ᚐ֟፝𝒗𝒊𝒏𝒂ᙇ͢៷⃑
next
2020-02-12
3