Alea masih duduk di pojok kamar tidur sambil memeluk lututnya. Ia masih menangis sesunggukan mengingat kelakuan suaminya.
"Tega-teganya kamu bercinta di kamar kita dengan perempuan lain, Bi .... "
Alea teringat saat pertama kali Bian membawa perempuan itu ke rumahnya. Saat itu Alea tidak terima dan sangat marah pada Bian, tetapi bukannya merasa bersalah, Bian malah berbalik memarahi Alea.
"Pergi dari sini sejauh mungkin, karena aku muak melihatmu!" Bian berteriak keras
"Tapi aku ini istrimu! aku mencintaimu!" Alea berteriak sama kerasnya.
"Tapi aku tidak pernah mencintaimu!"
"Tetap saja kau tidak bisa seenaknya membawa perempuan itu ke rumah ini Bian, ini rumahku!"
Bian mendekati Alea kemudian menatap perempuan itu dengan tajam.
"Ini memang rumahmu, tapi ini juga rumahku! Orang tuamu sudah memberikannya padaku sebagai hadiah karena aku sudah mau menikahimu!" Bian berteriak, membuat air mata Alea langsung mengalir di pipinya.
"Apa kau lupa? Sertifikat rumah ini bahkan atas namaku," lanjut Bian dengan nada menghina.
"Orang tuamu rela memberikan perusahaan dan rumah ini untukku agar aku mau menikah denganmu. Kedua orang tuamu benar-benar keterlaluan! Mereka memaksa kedua orang tuaku agar aku mau menikah denganmu dengan memberikan perusahaannya sebagai kompensasi." Bian berkata dengan kesal mengingat kejadian sebulan sebelum pernikahan mereka.
"Kau benar-benar gadis manja dan beruntung. Memaksa kedua orang tuamu agar mau menuruti semua keinginanmu dan mencapai semua obsesimu. Benar-benar menjijikkan!" Alea semakin menangis mendengar ucapan Bian.
"Itu tidak benar Bian, aku tidak pernah memaksa orang tuaku agar menikahkan kamu denganku!"
"Kau bohong! Kalau bukan karena dirimu, aku pasti sudah menikah dengan dia!" Bian menunjuk ke arah gadis cantik yang saat ini sedang berdiri melihat pertengkaran mereka dengan tangan bersedekap.
"Dia Amara, satu-satunya orang yang kucintai. Gara-gara kamu, semua impianku dengan dia kandas di tengah jalan." Bian menatap wajah Alea yang di penuhi dengan air mata.
"Asal kau tahu, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mencintaimu Alea, karena aku membencimu! Sangat membencimu!"
"Tapi aku mencintaimu, Bian. Aku tidak pernah memaksa orang tuaku untuk menikahkan aku denganmu, aku pikir kau yang menginginkan pernikahan ini!"
"Aku? Menginginkanmu? Jangan bermimpi! Kita bahkan tidak saling mengenal, Alea. Bagaimana bisa aku menginginkanmu?"
"Bian .... "
"Cukup Alea! Aku tidak akan mendengarkan apapun alasanmu. Kau memang istriku, tapi kau tidak berhak untuk mengaturku!" Bian berteriak dengan keras, membuat Alea semakin menangis.
"Tapi aku ini istrimu, Bian! Aku berhak marah karena kau telah membawa perempuan lain ke rumah ini!" Alea menarik tangan Bian yang berjalan meninggalkannya.
"Aku tidak peduli meski kau adalah istriku. Aku tetap akan membawanya ke rumah ini, karena hanya dialah yang berhak menjadi istriku, bukan kamu!" Bian melepaskan tangan Alea dengan kasar hingga perempuan itu hampir saja terjatuh.
"Kau jahat, Bian!" teriak Alea.
"Kau jauh lebih jahat Alea, karena kau sudah masuk ke dalam hubunganku dengan Amara, kalau bukan karena kau, aku pasti sudah menikah dengannya!" ucap Bian penuh penekanan membuat Alea semakin terisak. Tubuhnya merosot ke lantai, seiring langkah Bian yang meninggalkannya dan membawa perempuan itu masuk ke dalam kamarnya.
Alea menggeleng pelan.
"Kau benar-benar jahat, Bian .... "
Alea masih menangis di pojokan kamar tidurnya, sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak, saat mengingat kembali perlakuan Bian padanya.
Alea berdiri, kemudian melangkah mendekati meja rias. Ia melihat wajahnya di depan cermin. Alea tersenyum miris saat melihat wajahnya yang terlihat begitu menyedihkan.
Wajah cantiknya yang dulu sudah tidak ada lagi. Senyum cerianya pun pudar. Semenjak menikah dengan Bian, Alea bahkan lupa caranya tersenyum, apalagi tertawa. Kini, yang ada hanya kesedihan dan penderitaan, yang setiap hari ia rasakan.
Alea menghapus air matanya dengan kasar. Ia menatap kedua matanya yang sembab dan juga beberapa bekas luka di wajahnya akibat pukulan dari Bian.
Pernikahan mereka kini sudah menginjak lima bulan. Alea sudah sebisa mungkin melayani Bian dengan baik, tetapi, tetap saja suaminya itu belum bisa menerima dia sebagai istrinya.
Bian bahkan sampai sekarang masih sering mengajak kekasihnya ke rumah, bahkan menginap. Mereka berdua sudah seperti sepasang suami istri, sementara Alea hanya seperti pembantu yang melayani mereka berdua.
Di rumah Alea memang ada asisten rumah tangga, tetapi dia hanya bertugas untuk membersihkan rumah saja dan mengurus pakaian kotor mereka. Sementara untuk urusan makanan, Alea memilih untuk memasak sendiri, karena ia memang sangat suka memasak. Masakan Alea juga enak, hingga Bian pun tidak pernah protes dengan makanan apapun yang di masak oleh Alea.
Alea memegangi sudut bibirnya yang terluka akibat tamparan dari Bian kemarin. Rasa perihnya masih begitu terasa, tetapi tak seperih hatinya yang terus terluka.
"Bukan pernikahan seperti ini yang aku inginkan, Bian. Kau bukan hanya menyakitiku secara batin, tapi kau juga melukai aku secara fisik," lirih Alea sambil membelai wajahnya yang terlihat menyedihkan.
Saat pertama kali kau melukaiku, aku menangis dan memohon padamu agar kau tidak meninggalkan aku, kedua kali kau menyakitiku, aku masih memohon dan menangis agar kau tetap disisiku. Ketiga kali dan keempat kali kau menyakitiku, aku masih memaafkanmu dan berharap kau akan berubah. Namun, setelah berkali-kali kau menyakitiku, haruskah aku tetap bertahan?
"Aku sudah tidak kuat lagi Bian ... bahkan setiap tetes air mataku pun tak bisa membuat hatimu melihatku. Aku baru sadar, selamanya kau tidak akan mungkin berpaling padanya dan melihat ke arahku." Alea mengusap air matanya yang kembali mengalir.
Hatinya terasa sakit. Sakit, tetapi tak berdarah.
'Percuma saja kau terus menangis, Al, kalau tangisanmu pun tak mampu meluluhkan hati suamimu.'
Alea semakin terisak menangisi nasibnya. Menikah dengan orang yang dicintai tetapi tak pernah mencintainya. Awalnya Alea berharap, bisa menaklukkan hati suaminya. Seperti kisah di dalam novel yang sering ia baca, dari benci menjadi cinta. Namun, sayangnya kisah seperti itu hanya ada di dalam novel. Buktinya, hingga sekarang Alea masih saja merasakan kesakitan. Bahkan rasa sakitnya semakin dalam, karena semakin hari suaminya bukannya menyadari rasa cinta yang ia berikan, tetapi semakin hari suaminya justru berbuat sesuatu yang menyakitkan hatinya.
Alea masih menatap wajahnya di depan cermin.
'Kali ini, aku takkan membiarkan tanganmu menyentuh wajahku lagi, Bian.' Alea mengusap air matanya.
'Mulai sekarang, aku tidak akan menangis lagi karenamu. Aku akan menjadikan air mataku ini semahal berlian, agar aku tak lagi menangis, karena air mataku terlalu berharga.'
"Bian, mulai malam ini, di jam ini, dan detik ini juga, aku tidak akan lagi mencintaimu. Aku akan melepaskanmu dari hatiku," lirih Alea dengan luka dalam yang menganga di hatinya.
Alea melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin yang menusuk kulitnya. Ia tak mempedulikan tubuhnya yang mulai bergetar karena menggigil kedinginan. Ia seolah tak merasakan dingin yang menerpa tubuhnya. Tubuhnya seperti hatinya, yang terlalu sakit hingga mati rasa.
.
Jangan lupa like, koment, dan juga votenya ya .... 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Maesun Maesun
bagus lea
2023-06-05
1
Siti Aisyah
ayoo bangkit..lawan suami mu..jgn trs mengatakna cinta..bulsyit
2022-08-21
0
Vie ab
benerrrr tp kamu yo berengsek biannn
2022-07-22
0